SinarHarapan.id – Anggi Bitho Lokmanto (34) adalah contoh nyata bagaimana kerja keras, keberanian memulai, dan keinginan untuk berbagi bisa mengubah hidup seseorang secara luar biasa. Berawal dari langkah kecil, Anggi kini dikenal sebagai salah satu petani hidroponik paling sukses di Solo, Jawa Tengah.
Dengan brand hidroponiknya, Aa818_Hydroponic, Anggi tak hanya mampu mengembangkan bisnisnya tetapi juga menginspirasi banyak orang. Namun, perjalanan Anggi tidaklah mudah, dimulai dari sebuah prinsip yang sederhana: dari sedekah menjadi berkah.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS), Anggi tidak langsung terjun ke dunia hidroponik. Justru, ia memilih bekerja di perusahaan minyak goreng terkenal di Pekanbaru, Riau.
Pengalaman tersebut menjadi modal awal bagi Anggi dalam memahami dunia pertanian. Namun, setelah enam tahun bekerja, pada 2018, ia merasa perlu untuk kembali ke tanah kelahirannya di Karanganyar, Jawa Tengah.
“Saya pulang dengan keyakinan ingin memulai sesuatu yang baru,” ujar Anggi, mengisahkan titik balik hidupnya. Kembali ke kampung halaman, ia mulai mendalami hidroponik dengan cara yang sederhana: belajar otodidak dari YouTube dan literatur.
Ia langsung tertarik dengan metode ini karena melihat masa depan cerah di bidang pertanian hidroponik yang dianggap lebih efisien dan ramah lingkungan dibandingkan dengan metode pertanian konvensional.
Dengan modal Rp500 ribu dan menggunakan styrofoam sebagai media tanam, Anggi memulai budidaya hidroponiknya di lahan kecil seluas 500 meter persegi di Desa Ngringo, Karanganyar.
Meski tak memiliki pengetahuan mendalam tentang hidroponik, Anggi nekat memulai dengan sistem trial and error. Tanaman pertama yang ia budidayakan adalah kangkung dan pakcoy. Namun, saat hasil panen tiba, ia menghadapi kendala dalam hal pemasaran.
Di tengah kesulitan tersebut, Anggi memutuskan untuk mendonasikan sebagian hasil panennya ke pondok pesantren setempat. “Beberapa diberikan secara gratis, sisanya dijual dengan harga sukarela,” ungkapnya.
Dari langkah kecil itu, keajaiban mulai terjadi. Sedekah tersebut membawa berkah yang tidak terduga. Pesanan sayuran mulai berdatangan dari komunitas pesantren dan jamaah yang memiliki usaha katering. Mereka bahkan meminta Anggi menanam berbagai jenis sayuran lain, seperti selada.
Seiring waktu, Anggi memutuskan untuk mematenkan bisnis hidroponiknya dengan nama Aa818_Hydroponic. “Aa itu singkatan dari nama saya dan istri, sedangkan 818 berasal dari tanggal peluncurannya, yaitu 18 Agustus 2018,” jelas Anggi mengenai filosofi di balik nama brand-nya. Perlahan, produk hidroponiknya mulai dikenal, dan pesanan pun meningkat.
Pintu kesempatan terbuka ketika Anggi bergabung dengan Astra melalui Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA). Melalui program pelatihan dari YDBA, Anggi belajar banyak hal terkait bisnis, mulai dari manajemen produksi, pengelolaan keuangan, hingga etika bersaing dalam bisnis.
“YDBA melatih kami untuk berpikir secara profesional dan efisien. Kami diajari bagaimana memproduksi secara efektif dan memasarkan dengan benar,” ungkap Anggi.
Seiring dengan meningkatnya permintaan, lahan hidroponik di Ngringo tak lagi mencukupi. Beruntung, Anggi mendapat kesempatan untuk memanfaatkan lahan seluas 1.500 meter persegi di tanah wakaf Pondok Pesantren Mahasiswa Tanwirul Fikr, Jebres, Solo.
Di lahan yang lebih luas ini, Anggi bersama timnya mampu memproduksi lebih dari 20 jenis sayuran, seperti sawi, selada, bayam, kale, hingga kangkung. Tidak hanya fokus pada produksi, Anggi juga memberikan perhatian khusus pada kualitas produk, kemasan, dan layanan pelanggan. Ia bahkan menawarkan garansi penggantian untuk sayuran yang rusak, demi menjaga kepercayaan pelanggan.
Pandemi Covid-19, yang sempat mengguncang banyak bisnis, justru menjadi momentum bagi pertumbuhan bisnis hidroponiknya. Anggi mencatat peningkatan omzet hingga 300 persen pada masa pandemi. Kini, sayuran hidroponik dari Aa818_Hydroponic telah dipasarkan ke berbagai wilayah.
Keberhasilan Anggi dalam mengelola bisnisnya tidak luput dari pengakuan di tingkat nasional. Pada tahun 2024, ia berhasil meraih dua penghargaan bergengsi dari YDBA Awards.
Aa818_Hydroponic dinobatkan sebagai juara kedua dalam Kompetisi UMKM dengan Penerapan 5R Terbaik untuk kategori Pertanian, dan juara pertama dalam Kompetisi UMKM Mandiri Terbaik untuk kategori Manufaktur B.
Bagi Anggi, prinsip 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) yang diajarkan Astra melalui YDBA telah membawa perubahan signifikan dalam cara ia menjalankan usahanya.Menurut Anggi, penerapan 5R tidak hanya membantu meningkatkan efisiensi, tetapi juga menjadi faktor kunci dalam kesuksesan bisnis hidroponiknya.
“Dulu, saya tak tahu bagaimana cara budidaya yang benar. Sekarang, kami lebih produktif dengan sistem 5R, yang memudahkan segala proses kerja,” ungkapnya. (rht)