Nasional

Praktisi Industri: Pelabelan BPA Mendesak Diberlakukan

×

Praktisi Industri: Pelabelan BPA Mendesak Diberlakukan

Sebarkan artikel ini

SinarHarapan.id, Jakarta- Produsen air minum dalam kemasan (AMDK) yang menggunakan wadah plastik keras polikarbonat, didesak untuk transparan kepada pemerintah dan masyarakat.

Mereka juga didesak untuk mendukung penerapan regulasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yang akan memberi label peringatan pada galon polikarbonat yang mengandung senyawa Bisphenol-A (BPA).

Praktisi senior industri AMDK, Sofyan S. Panjaitan mengatakan, produsen dan semua pihak terkait sudah seharusnya mendukung dan mendorong lahirnya regulasi pelabelan BPA. “Sudah hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan tidak menyesatkan, khususnya via Label dan Iklan Pangan,” katanya.

Sofyan berharap regulasi BPA nantinya bisa dikembangkan secara menyeluruh terhadap semua kemasan pangan berbahan plastik. Meski demikian, Sofyan mengatakan tidak tertutup kemungkinan, rencana regulasi itu bisa saja dibahas lagi bersama semua pihak, dengan semangat saling menghargai, mengakomodasi usulan dan saran, serta semuanya dengan ikhlas menerima hasil regulasi BPOM untuk pelabelan galon guna ulang kelak.

“BPOM memiliki kewenangan dalam penerapan peraturan. Kami percaya dan yakin, BPOM bisa bertindak profesional, transparan dan berimbang dalam membahas setiap permasalahan, bahkan dalam menanggapi keluhan dan pertentangan terhadap suatu rencana perubahan peraturan, misalnya tentang label produk,” kata Sofyan.

Menyinggung tentang Musyawarah Daerah Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) yang dilangsungkan di Bandung, Jawa Barat (25/8) Sofyan mengatakan agar semua pihak yang hadir, “Perlu kesiapan dan keterbukaan untuk mengikuti tren yang semakin maju dan berkembang saat ini.”

“Mungkin akan banyak ide dan gagasan dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Jawa Barat, termasuk dari DKI dan Banten, terutama menyangkut AMDK. Karena menjadi barometer untuk daerah lain. Saya berharap akan ada perubahan yang signifikan dari musda kali ini, yang akan membawa asosiasi lebih mampu menjawab trend global mutu air kemasan”.

Sebagai pelaku industri sejak 1981, Sofyan mengingatkan, masyarakat Indonesia dinilai semakin cerdas dan kritis, serta semakin punya kesadaran tinggi untuk menjaga kesehatan dan lingkungan. Sejauh ini, Indonesia adalah satu dari sedikit negara dari yang belum meregulasi kemasan plastik BPA. Sementara, hampir semua negara di dunia telah memberlakukan regulasi pengetatan terhadap penggunaan wadah BPA.

Pernyataan Sofyan yang mendesak produsen agar lebih jujur dan transparan melalui pelabelan yang digulirkan BPOM ini, terkait dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999. Sesuai UU Perlindungan Konsumen, masyarakat berhak mendapatkan perlindungan dengan menciptakan rasa aman dalam kaitannya dengan kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen, konsumen berhak menerima kebenaran atas segala informasi pasti. Mereka berhak mengetahui apa saja informasi terkait produk yang mereka beli.

Lebih tegas lagi, UU Perlindungan Konsumen menyatakan, produsen dilarang menutupi ataupun mengurangi informasi terkait produk maupun layanannya. Dengan demikian, produsen yang tidak memberikan informasi sejujurnya tentang kandungan BPA pada kemasan plastik, utamanya galon polikarbonat, bisa dikatakan sudah melanggar UU Perlindungan Konsumen. Di sinilah arti pentingnya regulasi pelabelan pada kemasan galon air minum dalam kemasan yang mengandung BPA.

Secara ringkas, “Pelabelan BPA adalah amanat UU Perlindungan Konsumen,” demikian Sofyan.

Galon BPA bukan saja menimbulkan masalah kesehatan serius. Tapi juga ledakan sampah plastik yang sulit didaur ulang.

Polikarbonat yang mengandung BPA dikategorikan sebagai material plastik paling sulit didaur ulang. Ini jelas berbahaya bagi lingkungan.

Karena sifatnya yang sangat sulit didaur ulang, maka produsen tak punya pilihan lain selain menggunakannya lagi (galon guna ulang selama bertahun-tahun ) atau dicacah. Galon polikarbonat rawan dioplos karena tata niaga dari produsen sangat buruk.

Tidak ada mekanisme penetapan agen resmi, sehingga rawan kebocoran produk.

Saat ini, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bahaya BPA. Karena itu, menurut para pakar, pelabelan BPA pada kemasan galon merupakan salah satu cara tepat untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya BPA pada kesehatan bayi, anak-anak serta pria dan perempuan dewasa.

Tak ayal, sejumlah pakar sudah sepakat menyebut bahwa BPA merupakan senyawa berisiko bila digunakan sebagai wadah pangan dan minuman. Beberapa di antaranya yang sudah bicara terbuka soal ini antara lain, Prof. Dr. Mochamad Chalid, ahli teknologi polimer, Teknik Metalurgi dan Material, Univ. Indonesia; Prof. Dr. Andri Cahyo Kumoro, Guru Besar Fakultas Teknik Kimia Undip; dan Dekan Fakultas Farmasi UNAIR, Prof. Junaidi Khotib.

Sebelumnya, BPOM menyusun rancangan peraturan pelabelan BPA pada AMDK galon polikarbonat, pasca melaksanakan survei pada periode 2001-2002 terhadap AMDK galon, baik di sarana produksi maupun peredaran.

Temuan hasil survei BPOM cukup merisaukan, karena ditemukan sampel di sarana peredaran dan sampel di sarana produksi yang masuk dalam kategori “mengkhawatirkan”, atau angka migrasi BPA-nya berada di kisaran melewati batas toleransi.

Selain itu, survei BPOM juga menemukan bahwa angka pada sarana produksi (galon baru) dan pada sarana peredaran, masuk dalam kategori: “berisiko terhadap kesehatan”, karena angka migrasi BPA-nya berada di atas toleransi yang disyaratkan. (Van)