SinarHarapan.id – Pemerintah Pusat (Pempus) untuk menaikkan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar dikritik DPRD Provinsi Maluku. Bagi DPRD, opsi menaikkan harga BBM subsidi dinilai bukanlah pilihan yang tepat dan bijak saat ini.
“Saya menilai, menaikkan harga BBM subsidi saat ini tidak tepat. Karena itu, kami tentu meminta pemerintah, agar tidak menaikkan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar yang paling banyak dibutuhkan masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah,” ujar Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Maluku, Ruslan Hurasan kepada wartawan, di Ambon, Jumat (26/8/2022).
Pemerintah, menurut dia, sebaiknya lebih memperketat pengawasan, terutama saat distribusi di tingkat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), agar tidak terjadi pembelian BBM bersubsidi oleh mobil mewah, sehingga menyengsarakan masyarakat menengah ke bawah.
“Lebih baik pemerintah memperketat pengawasan, bukannya menaikkan harga BBM bersubsidi. Kami tegas menolak kebijakan pemerintah pusat tersebut,” tegas Hurasan.
Masih menurut Hurasan, jika pembatasan BBM bersubsidi dikombinasikan dengan pengawasan yang ketat, maka efisiensi penggunaan BBM bersubsidi akan semakin maksimal.
Dia mengaku kesal, karena Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) sepertinya tidak memiliki kemampuan untuk mengawasi hal-hal yang bersifat teknis di lapangan.
“Saya kira ini harus tegas diatur, sehingga BBM yang bersubsidi harus dinikmati oleh masyarakat yang membutuhkan, bukan untuk kelompok masyarakat yang berkategori mampu,” pungkas dia.
Untuk itu Hurasan berharap, pemerintah daerah segera mengatur dengan baik penyaluran BBM bersubsidi, agar peruntukannya tepat bagi masyarakat yang membutuhkan.
“Keluhan ini juga disampaikan oleh sopir angkot, bagaimana mereka mengantri BBM bersubsidi dengan kelompok masyarakat yang yang kemampuannya pendapatan di atas rata-rata,” ungkap dia.
Dikatakan, kondisi ekonomi masyarakat yang belum pulih bisa menyebabkan dampak yang jauh lebih serius ketika BBM dinaikkan.
“Tidak baik kondisi saat ini (pemerintah) menaikkan harga BBM. Rakyat belum pulih secara ekonomi. Lalu kalau pemerintah menaikan BBM pasti ekonomi rakyat yang baru membaik tersebut akan jatuh lagi. Pada akhirnya ekonomi semakin berat,” kata Hurasan.
Menurutnya, jika kenaikan BBM benar dilakukan, maka akibatnya sejumlah proyeksi ekonomi akan terdistorsi cukup dalam.
“Kalau ekonomi berat maka transaksi/perdagangan akan terkontraksi. Kalau kontraksi maka target ekonomi akan tidak tercapai. Kalau target tidak tercapai, maka penerimaan negara akan turun (tidak tercapai pula). Sehingga ini menjadikan kenaikan BBM menjadi sia-sia belaka. Bisa dikatakan upaya yang sia-sia,” tandas Hurasan.
Untuk diketahui, tanpa adanya upaya pembatasan distribusi BBM bersubsidi yang tepat sasaran, diperkirakan kuota BBM akan habis di bulan Oktober 2022. Sampai akhir tahun 2022 diperkirakan kebutuhan Pertalite mencapai 29 juta kilo liter, padahal kuota Pertalite 23 juta kilo liter. (non)