Ekonomi

Dekarbonisasi PLN Tinggalkan PLTU Demi Capai Net Zero

×

Dekarbonisasi PLN Tinggalkan PLTU Demi Capai Net Zero

Sebarkan artikel ini
Foto: Ilustrasi.

StockReview.id – Direktur Manajemen Risiko PLN, Suroso Isnandar, mengungkapkan bahwa ada delapan langkah yang tertuang dalam draft Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) paling hijau guna mencapai target net zero emissions (NZE) 2060.

“PLN menekankan upaya dekarbonisasi pembangkit listrik berbasis bahan bakar fosil dan pengembangan energi baru terbarukan (EBT),” kata Suroso dalam Media Briefing bertajuk Electrifying the Future: Strategi Hijau untuk Akselerasi Net Zero Emissions, di Jakarta, Selasa, 17 September 2024.

Langkah pertama adalah membatalkan rencana pembangunan PLTU baru dengan kapasitas 13,3 GW yang sebelumnya tercantum dalam RUPTL 2019-2028. Selain itu, PLN juga membatalkan kontrak Power Purchase Agreement (PPA) untuk PLTU berkapasitas 1,4 GW dan menggantikan PLTU sebesar 1,1 GW dengan pembangkit EBT.

Langkah keempat adalah mengganti PLTU berkapasitas 800 MW dengan pembangkit berbasis gas. PLN juga mulai menerapkan Co-Firing Biomassa pada 46 PLTU dan menargetkan penerapan ini pada 52 PLTU hingga 2025. Langkah keenam, PLN melakukan de-dieselisasi pada PLTD di berbagai wilayah, dengan total mencapai 1 GW.

Langkah ketujuh, menurut Suroso, adalah implementasi perdagangan karbon pada 55 PLTU dengan volume transaksi sekitar 5,62 juta ton CO2. Langkah terakhir, PLN merencanakan dan mengembangkan 21 GW pembangkit EBT dalam program The Greenest RUPTL.

“Total kumulatif dari delapan langkah pengurangan/ penghindaran emisi mencapai 3,7 miliar ton CO2. Hingga tahun 2040, lebih dari 75

Suroso menegaskan bahwa PLN membutuhkan kerja sama yang kuat dan komitmen dari semua pihak di berbagai tingkat dan sektor untuk mencapai target net zero emission. Salah satu caranya adalah dengan mengubah pola pikir dan ekosistem yang mendukung penggunaan kendaraan listrik serta gaya hidup yang lebih elektrifikasi.

PLN juga mendorong masyarakat untuk lebih sering menggunakan transportasi umum guna mengurangi emisi. Ia berharap masyarakat mulai meningkatkan kesadaran dan memiliki kemauan untuk berubah.

Dalam kesempatan yang sama, Abra Talattov, Ekonom INDEF, menyatakan bahwa konsumsi listrik per kapita masyarakat Indonesia saat ini belum optimal, hanya mencapai 1.300 kWh, yang masih di bawah rata-rata negara-negara ASEAN sebesar 1.600 kWh.

“Apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara G20, sangat jauh. Jumlah konsumsi listrik per kapita mereka mencapai 5.000-6.000 kWh,” kata Abra.

Abra menyebutkan bahwa penjualan sertifikat Renewable Energy Certificate (REC) meningkat 101 persen dalam setahun terakhir, menunjukkan tingginya minat dunia usaha untuk mendapatkan energi bersih. Dengan transisi energi yang sedang diupayakan oleh PLN, diharapkan dapat membuka peluang lapangan kerja formal.

Selain itu, Abra juga menyoroti kenaikan pendapatan PLN. Ia menegaskan bahwa kontribusi PLN melalui pajak dan dividen menjadi krusial dalam pembangunan dan kesejahteraan. Pada tahun 2023, PLN mencatat pertumbuhan pendapatan usaha sebesar 10,48 persen, mencapai Rp487,38 triliun, dengan laba bersih sebesar Rp22,07 triliun.

“Net zero emissions bisa dicapai dengan syarat seluruh stakeholder harus terlibat. Upaya ini jangan hanya menjadi beban pemerintah saja atau BUMN saja,” pungkasnya.

Sebelumnya, PT PLN (Persero) siap mengadopsi teknologi carbon capture storage (CCS) sebagai bagian dari upaya dekarbonisasi di sektor ketenagalistrikan, mendukung target emisi nol bersih (NZE) 2060 yang dicanangkan pemerintah.

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, dalam siaran persnya, Senin, menyatakan bahwa PLN telah menyusun rencana jangka pendek dan panjang untuk mengurangi emisi karbon, salah satunya melalui pengembangan teknologi CCS. PLN, sebagai pionir penerapan teknologi CCS di sektor kelistrikan Indonesia, telah bekerja sama dengan berbagai mitra internasional dalam studi pengembangan teknologi ini di lima pembangkit listrik.

“Kami telah berkolaborasi dengan mitra internasional untuk studi implementasi CCS di empat PLTU dan satu PLTGU milik kami,” ujar Darmawan.

Executive Vice President (EVP) Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PLN, Warsono, menjelaskan bahwa saat ini 37,6 gigawatt (GW) pembangkit telah memenuhi syarat untuk penerapan CCS, dengan 19 GW secara teknis layak dan diprioritaskan untuk implementasi CCS. PLN menargetkan implementasi CCS untuk total kapasitas 2 GW pada 2040 dan 19 GW pada 2060.

Untuk mewujudkan itu, PLN bermitra dengan JERA, JGC, INPEX, serta Karbon Korea dalam studi penerapan CCS di PLTU dan PLTGU milik PLN. Pembangkit yang menjadi percontohan penerapan CCS meliputi PLTU Suralaya Unit 1-4, PLTU Suralaya Unit 5-7, PLTU Indramayu, PLTGU Tambak Lorok, dan PLTU Tanjung Jati B. (rht)