SinarHarapan.id – Pilgub Kaltim diikuti dua paslon. Rudy Mas’ud didampingi Seno Aji, dan Isran Noor bersama Hadi Mulyadi.
Rudy Mas’ud sebagai penantang. Berlatarbelakang pengusaha kapal yang sukses, seorang akademisi dengan pendidikan S3 bergelar doktor, juga politisi yang mencapai puncak karirnya di DPR RI. Track record ini menjadi modal kuat bagi Rudy Mas’ud untuk maju menantang mantan gubernur Isran Noor yang dianggap gagal menahkodai Kaltim. Pembangunan Kaltim seharusnya bisa mengimbangi lajunya Pembangunan Ibu Kota Nusantara.
Masing-masing paslon punya strategi untuk saling mengalahkan lawan dan memenangkan pertarungan.
Rudy Mas’ud memilih strategi “positive campaign” atau kampanye positif. Jualannya adalah program. Gaspol-Gratispol adalah program andalan Rudy Mas’ud.
Program Gaspol-Gratispol menguraikan pentingnya keberpihakan kepada rakyat untuk persoalan yang paling urgent dan fundamental. Diantaranya menyangkut soal pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan dan ekonomi.
Rudy Mas’ud menawarkan program SMA sampai kuliah S3 gratis. Alokasi APBD Kaltim untuk pendidikan yang mencapai lebih dari empat triliun cukup untuk menggratiskan siswa SMA hingga kuliah S3.
Di bidang kesehatan Rudy Mas’ud menawarkan BPJS gratis. Ada juga wifi gratis untuk membantu mengencangkan sirkulasi bisnis masyarakat kecil berbasis online. Begitu juga untuk ketahanan pangan, sektor pertanian, peternakan dan perikanan akan didorong dengan berbagai bantuan bibit dan akses permodalan.
Sementara lawannya, Isran Noor lebih memilih strategi “negative campaign”. Terutama sibuk menyerang program Rudy Mas’ud.
Sebagian publik curiga bahwa sejumlah pengamat yang terus melakulan “black campaign” di media diduga berafiliasi dengan tim 01. Mereka terus menaikkan isu politik dinasti. Isu yang publik anggap terlalu mengada-ada
Sebab, Indonesia menganut sistem demokrasi dimana kepala daerah dan legislatif dipilih oleh rakyat berdasarkan recordnya, bukan penunjukan. Bedanya, beberapa saudara Rudy Mas’ud berhasil melalui proses politik yang demokratis hingga kemudian menjabat. Sementara beberapa keluarga Isran Noor gagal bertarung di politik. Dengan fakta ini, masih tepatkan isu politik dinasti diangkat? Apakah yang sukses melewati proses demokrasi layak dituduh politik dinasti? Sementara bagaimana dengan yang gagal? Janganlah mengada-ada.
Kaltim butuh pilkada yang berkualitas. Masing-masing calon mestinya lebih mengedepankan visi, misi dan program. Menunjukkan gagasan-gagasan baru yang mencerdaskan. Bukan sibuk menyerang lawan. Positive campaign akan jauh memberikan pendidikan politik. Bukan black campaign.
Jangan ada dusta dan fitnah di antara kita. Pilgub Kaltim harus sejuk, tenang dan damai.***