SinarHarapan.id – Faktanya tentang berbelanja online, setidaknya ada 2.7 milyar penduduk dunia yang berbelanja online secara rutin (Data dari Statistia 2024). Masyarakat yang sebelumnya lebih suka berbelanja di toko fisik kini mulai beralih ke platform online. Salah satu alasannya tak lain dan tak bukan adalah kenyamanan.
Hanya dengan beberapa klik saja, saya bisa menemukan berbagai produk yang saya butuhkan, membandingkan harga, dan melakukan transaksi tanpa harus repot keluar rumah. Dari kebutuhan pokok, tiket pesawat, bahkan lift penumpang pun bisa dibeli online.
Tapi, selain kenyamanan, tentu saja harga juga menjadi salah satu alasan mengapa lebih banyak orang beralih ke toko online daripada harus berkunjung. Tentu saja jika barang yang Anda beli tak harus cek atau periksa terlebih dahulu.
Bagaimana Pelaku Ecommerce?
Banyak e-commerce yang menawarkan voucher potongan harga, promo tanggal kembar, ditambah lagi harga produk yang memang lebih murah karena penjual tak perlu menyewa ruang fisik di mall atau pasar.
Dengan biaya operasional yang lebih rendah, mereka bisa menawarkan harga yang lebih kompetitif kepada konsumen. Bahkan, fitur seperti gratis ongkir atau cashback semakin menarik minat pembeli untuk memilih berbelanja online.
Keuntungan ini menjadi magnet bagi konsumen, apalagi di zaman sekarang ini– di tengah kondisi ekonomi yang memaksa banyak orang untuk lebih selektif dalam mengeluarkan uang.
Semua yang ada pada online shopping baik di ecommerce maupun media sosial memang didesain untuk menciptakan perilaku konsumtif, sehingga kita lebih mudah boros dan tergoda harga miring.
Jean Baudrillard dalam bukunya yang berjudul “Masyarakat Konsumsi” berargumen tentang Teori Masyarakat Konsumtif yang menjelaskan bahwa perilaku konsumsi saat ini tidak hanya faktor ekonomi murni dan kebutuhan rasional semata yang mempengaruhi. Tetapi juga oleh sistem budaya dan sistem makna sosial yang berperan dalam mengarahkan pilihan individu.
Menurut data Kementerian Perdagangan, jumlah pengguna e-commerce di Indonesia meningkat 69% selama periode 2020-2024 (Data dari Databoks 2024). Tak heran jika banyak pedagang Tanah Abang sempat protes akan pasar mereka yang semakin sepi.
Namun, apa yang akan terjadi jika kita semuanya melakukan transaksi jual beli secara online?
Yang pertama tentu saja lebih minimnya interaksi sosial. Toko fisik bukan hanya tempat berbelanja, tetapi juga ruang untuk bersosialisasi dan membangun komunitas. Jika kita semua beralih ke belanja online, kita mungkin kehilangan momen-momen berinteraksi.
Selain itu, banyak bisnis lokal yang terpaksa tutup. Terutama mereka yang tidak mampu memanfaatkan teknologi. Pada gilirannya, hal ini akan mengurangi lapangan pekerjaan dan dampak positif ekonomi lokal.
Ada juga dampak lingkungan yang perlu kita perhatikan. Proses pengiriman barang membutuhkan bahan-bahan untuk packing (stereofoam, polymailer, bubble wrap, selotip, dsb.) yang nantinya berkontribusi pada emisi karbon yang dapat memperburuk perubahan iklim.
Jadi apa yang bisa kita lakukan?
Untuk menciptakan keseimbangan dalam berbelanja online, kita bisa mulai dengan lebih sadar akan pilihan kita sebagai konsumen. Anda dapat mengambil langkah-langkah berikut ini.
- Mendukung bisnis lokal dengan berbelanja di toko fisik ketika memungkinkan,
- Memanfaatkan platform e-commerce yang miliknya adalah usaha kecil atau UMKM, dan
- Mengurangi frekuensi pengiriman untuk mengurangi dampak lingkungan.
Selain itu, edukasi tentang pentingnya berbelanja secara bertanggung jawab dan membagikan informasi ini kepada orang lain dapat meningkatkan kesadaran masyarakat.