SinarHarapan.id-Advokat muda Bobson Samsir Simbolon mengungkap sejumlah kejanggalan dalam OTT KPK terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid (AW). Bobson menyoroti pernyataan KPK soal penyerahan Rp 1,25 miliar kepada AW pada 3 November. Ia mempertanyakan fakta bahwa tidak satu rupiah pun ditemukan pada tubuh AW saat penangkapan.
KPK justru mengamankan uang Rp 750 juta dari kediaman AW di Jakarta, bukan di Riau tempat penangkapan, tegas Bobson saat berbicara melalui telepon.(21/11) Bobson menilai jarak lokasi yang sangat jauh ini menimbulkan pertanyaan besar. Ia mendesak KPK menjelaskan secara jujur kronologi penyerahan uang yang sebenarnya.
Bobson juga menyoroti tidak jelasnya asal-usul uang yang diamankan dari rumah AW. KPK tidak menerangkan apakah uang itu berasal dari Kepala UPT atau sudah terkumpul. Hal ini penting untuk membuktikan niat dan tahapan tindak pidana yang dituduhkan.
Lebih lanjut, Bobson mengkritik diksi “hanya satu matahari” dan “jatah preman” yang dinilai tidak menggambarkan peran AW. Menurutnya, diksi itu sengaja membangun persepsi buruk masyarakat. Ia menuntut KPK menjelaskan kapan niat pemerasan oleh AW disampaikan, bukan sekadar memakai diksi provokatif.
Bobson menilai klaim KPK bahwa MAS dan DAN adalah representasi AW merupakan kecerobohan. Dalam hukum pidana, kata dia, peran setiap pelaku harus jelas dan tidak bisa diwakilkan. AW tidak bisa serta merta bertanggung jawab atas semua perbuatan bawahan.
Ia juga menyoroti “kesepakatan” antara Sekretaris Dinas Ferry Yunanda dan para Kepala UPT pada Mei 2025. Bobson menegaskan kesepakatan menunjukkan adanya kebebasan kehendak, bukan paksaan. Fakta ini justru menguatkan bahwa tidak terjadi pemerasan.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak membantah adanya pelanggaran dalam penanganan OTT. Penetapan tersangka yang melebihi 1×24 jam disebabkan urusan teknis semata. Ia menegaskan KPK tetap mematuhi KUHAP dan proses hukum berjalan sesuai aturan yang berlaku.



