SinarHarapan.id – Nada pertama itu mengalun perlahan, memenuhi ruang arena pembukaan Asian Youth Para Games (AYPG) Dubai 2025. Para atlet berdiri tegak, delegasi terdiam, dan ribuan pasang mata tertuju ke panggung. Anthem Asian Paralympic Committee (APC) ciptaan Natalia Tjahja diperdengarkan, menandai bukan hanya dimulainya sebuah ajang olahraga, tetapi juga perjalanan panjang nilai inklusi, ketekunan, dan harapan.
Di momen itulah, Dubai menjadi saksi perhelatan terbesar dalam sejarah paralimpik remaja Asia. Sebanyak 1.500 atlet dari 35 negara berkumpul, menjadikan AYPG Dubai 2025 sebagai edisi paling masif sejak ajang ini digelar.
Baca Juga: YMM Last Wish Bagikan Penghargaan “People of The Year 2024″
Upacara pembukaan dipimpin oleh Presiden Asian Paralympic Committee Majid Rashed bersama Sheikh Mansoor bin Mohammed bin Rashid Al Maktoum, putra The Ruler of Dubai sekaligus Chairman Dubai Sports Council. Sheikh Mansoor, yang juga Presiden Komite Olimpiade Nasional Uni Emirat Arab (UEA), secara resmi membuka ajang ini.
Kompetisi berlangsung pada 10–13 Desember 2025 di delapan arena olahraga kelas dunia. Namun, pembukaan malam itu menegaskan bahwa AYPG bukan sekadar kompetisi. Ia adalah panggung perjumpaan mimpi-mimpi muda Asia.

Simbol Pengakuan dan Inklusi
Dalam sambutannya, Sheikh Mansoor menegaskan komitmen Dubai untuk menjadikan kota tersebut sebagai pusat olahraga global yang inklusif. Komitmen itu tercermin dalam skala penyelenggaraan, kualitas fasilitas, hingga pesan yang dibawa sepanjang acara.
Pada kesempatan tersebut, Sheikh Mansoor memberikan penghargaan kepada Shakhnoza Shavkatovna Mirziyoyeva, First Deputy Director National Agency for Social Protection Uzbekistan sekaligus First Deputy Chairperson NPC Uzbekistan. Penghargaan ini diberikan atas dedikasinya dalam pengembangan olahraga disabilitas di kawasan Asia.
Upacara pembukaan turut dihadiri Menteri Olahraga UEA Dr Ahmad Belhoul Al Falasi, Direktur Jenderal Community Development Authority Dubai Hessa bint Essa Buhumaid, Menteri Women, Childhood and Community Wellbeing Development Sarawak Malaysia Dato Sri Hajjah Fatimah Abdullah, serta para pimpinan federasi paralimpik Asia dan Timur Tengah. Duta besar negara peserta dan perwakilan media internasional juga memadati arena.
Parade atlet menjadi pembuka rangkaian acara. Satu per satu kontingen melintas, membawa bendera negaranya masing-masing. Tepuk tangan mengiringi langkah para atlet muda yang datang dengan cerita, perjuangan, dan cita-cita mereka.
AYPG Dubai 2025 mempertandingkan 11 cabang olahraga paralimpik. Untuk pertama kalinya, penyelenggaraan ajang ini juga memanfaatkan integrasi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) secara luas dalam operasional, mulai dari manajemen pertandingan hingga layanan atlet.
Ketika Lagu Menjadi Bahasa Persatuan
Di tengah kemegahan pembukaan, bergemanya Anthem APC menjadi momen emosional. Lagu tersebut diperdengarkan di hadapan atlet, delegasi, dan tamu kehormatan, menjadi simbol persatuan komunitas paralimpik Asia.
Sumpah atlet dipimpin oleh Mohammed Khalid Taleb, sementara sumpah wasit dipandu Tariq Al Ali. Acara dilengkapi dengan pertunjukan budaya dari penyanyi Emirat Eyadah Al Menhali, dengan lirik karya penyair Ali Al Khowar, yang memperkuat nuansa lokal dan universal dalam satu panggung.
Bagi Natalia Tjahja, momen ini bukan sekadar pencapaian profesional. Ia adalah titik temu dari perjalanan lintas tahun yang berawal dari ketidaktahuan, lalu bertumbuh menjadi pengabdian.
Perjalanan yang Dimulai dari Boccia
Natalia pertama kali mengenal dunia paralimpik pada 2018. Saat itu, ia belum memahami apa pun tentang olahraga disabilitas. Boccia menjadi cabang olahraga pertama yang membawanya masuk ke dunia tersebut.
Dengan dorongan untuk berkontribusi, ia memberanikan diri menyutradarai dan memproduksi film non-profit berjudul Movie Boccia. Dukungan awal datang dari Presiden APC Majid Rashed dan CEO APC Tarek Souei.
“Natalia, teruskan perjuanganmu lewat Movie Boccia. Saya berharap film ini bisa diluncurkan,” ujar Majid Rashed kepadanya pada 2018.
Berbekal anggaran nol, Natalia melanjutkan produksi film tersebut sambil berkeliling Asia. Ia merekam kisah para atlet paralimpik dari Singapura, Thailand, Malaysia, Indonesia, India, Korea, Jepang, China, hingga Filipina. Dukungan datang dari berbagai pihak, memperkuat keyakinannya untuk terus melangkah.
“Dan rupanya, ini adalah bagian dari rencana Tuhan untuk mempersiapkan saya menjadi pencipta lagu Anthem Asian Paralympic Committee,” tuturnya.
Nada, Iman, dan Pengabdian
Menurut Natalia, seluruh perjalanan itu tidak berdiri sendiri. Ia melihatnya sebagai rangkaian yang saling terhubung.
“Semua karena Tuhan. Saya memulai perjalanan paralimpik pada 2018 tanpa tahu apa pun,” ujarnya.
Pada 2022, ia berkolaborasi dengan ASEAN Para Sports Federation untuk menciptakan Anthem APSF. Setahun kemudian, ia dipercaya Asian Paralympic Committee untuk menciptakan Anthem APC. Pada 2025, kegiatan charity global yang ia gagas, “100 CTFP”, mendapat dukungan dari Presiden International Paralympic Committee Andrew Parsons.
Natalia juga menyebut peran sejumlah tokoh olahraga Indonesia yang hadir dalam perjalanannya, yakni Raja Sapta Oktohari (Presiden NOC Indonesia), Senny Marbun (Presiden NPC Indonesia), dan Rima Ferdianto (Sekretaris Jenderal NPC Indonesia).
“Mereka adalah bagian dari beautiful journey,” katanya.
Warisan yang Menggema Lebih Lama
Asian Youth Para Games Dubai 2025 akan berakhir setelah medali dibagikan dan arena kembali sunyi. Namun, gema anthem yang terdengar pada malam pembukaan menyisakan pesan yang lebih panjang usia.
Bahwa olahraga bukan sekadar soal kemenangan. Bahwa keterbatasan tidak menghalangi mimpi. Dan bahwa sebuah lagu, lahir dari perjalanan iman dan pengabdian, dapat menjadi bahasa persatuan bagi Asia.




