Ekonomi

AAJI : Pendapatan Premi Q1 2025 Naik 3,2% Yoy

×

AAJI : Pendapatan Premi Q1 2025 Naik 3,2% Yoy

Sebarkan artikel ini

SinarHarapan.id-Industri asuransi jiwa awali 2025 dengan pertumbuhan positif di tengah tantangan ekonomi global dan nasional.

AAJI melaporkan pendapatan premi Q1 2025 naik 3,2% yoy menjadi Rp47,45 triliun.

Premi lanjutan meningkat signifikan 8,2% menjadi Rp20,94 triliun, mencerminkan loyalitas dan kesadaran proteksi jangka panjang.

Produk asuransi jiwa tradisional mendominasi dengan kontribusi 65,2% dan nilai premi Rp30,95 triliun.

Jumlah tertanggung perorangan tumbuh 11,6% menjadi 21,97 juta orang pada akhir Maret 2025.

Tertanggung kumpulan meningkat 22,2% menjadi 75,89 juta orang, mencerminkan perluasan perlindungan kolektif.

Indeks literasi dan inklusi asuransi meningkat masing-masing menjadi 45,45% dan 28,5%.

Ketahanan industri semakin kuat oleh strategi jangka panjang dan pengelolaan risiko yang disiplin.

Industri tetap adaptif menghadapi gejolak pasar modal dan nilai tukar. Klaim dan manfaat terbayarkan mencapai Rp38,16 triliun kepada 3,74 juta orang selama Q1 2025.

Turunnya klaim surrender dan partial withdrawal memperlihatkan kestabilan perilaku nasabah.

Klaim asuransi kesehatan turun 2,2% menjadi Rp5,83 triliun, menunjukkan awal pergeseran tren biaya medis.

AAJI terus memonitor angka klaim dan mendukung reformasi sistem kesehatan lintas sektor.

Regulasi SEOJK No.7/2025 mulai berlaku 1 Januari 2026, dengan penyesuaian produk maksimal akhir 2026.

Regulasi memperkenalkan co-payment 10% agar nasabah lebih bijak dalam memilih layanan kesehatan.

Skema co-payment sudah lazim berlaku di banyak negara maju dan Asia. Langkah ini bertujuan mengendalikan inflasi biaya kesehatan secara kolaboratif.

Total aset industri per Maret 2025 mencapai Rp616,94 triliun, terkoreksi tipis 0,6%.

Investasi di SBN tumbuh 12,9%, mencapai Rp214,23 triliun atau 39,6% dari total portofolio. Portofolio saham terkoreksi 19%, dengan kontribusi sebesar Rp119,79 triliun.

Reksa dana turun 10,5% menjadi Rp65,79 triliun, akibat volatilitas pasar modal. Sukuk korporasi naik 12,3% menjadi Rp51,67 triliun, menunjukkan minat terhadap instrumen syariah.

Deposito turun 7,9%, tercatat Rp36,43 triliun, seiring pergeseran portofolio ke instrumen jangka panjang.

Peningkatan alokasi ke SBN mencerminkan komitmen industri dalam mendukung pembiayaan negara.