SinarHarapan.id – Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian PPN/Bappenas, menggandeng Uni Eropa dan sejumlah mitra internasional untuk meluncurkan dua instrumen strategis dalam pembangunan ekonomi biru nasional, yakni Blue Food Assessment (BFA) dan Indonesia Blue Economy Index (IBEI). Peluncuran ini menjadi langkah penting dalam memperkuat arah kebijakan pembangunan kelautan yang inklusif dan berkelanjutan.
Acara peluncuran yang berlangsung pada Rabu (6/8) di Jakarta ini dipimpin langsung oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas, Prof. Dr. Ir. Rachmat Pambudy, M.S. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya pangan akuatik sebagai bagian integral dari transformasi sistem pangan nasional.
“Melalui BFA dan IBEI, kami menekankan pentingnya integrasi pangan akuatik dalam sistem pangan nasional dan penggunaan indeks ekonomi biru sebagai alat ukur komprehensif untuk menilai capaian pembangunan sektor kelautan secara inklusif dan berkelanjutan,” ujarnya.
Baca Juga: BSI bersama Kementerian PPN/Bappenas Jalin Kolaborasi Kembangkan Ekosistem Ekonomi Syariah
Mendorong Transformasi Berbasis Data
Blue Food Assessment dirancang untuk memetakan kondisi pangan akuatik di Indonesia dan menyajikan data serta temuan strategis terkait peran sektor ini dalam ketahanan pangan nasional. Sementara itu, Indonesia Blue Economy Index memberikan skor pencapaian pembangunan ekonomi biru berdasarkan sejumlah indikator, seperti efisiensi, ketangguhan, inklusivitas, dan keberlanjutan sektor kelautan.
Kedua kajian ini merupakan hasil kolaborasi antara Bappenas, Uni Eropa, Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), Stanford University, Microsave Consulting (MSC), serta mitra pembangunan lainnya. Kehadiran kajian ini diharapkan dapat memperkuat perumusan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) dan mempercepat transformasi ekonomi biru di Tanah Air.
Ruang Kolaborasi Lintas Sektor
Peluncuran BFA dan IBEI juga menjadi momentum strategis untuk memperluas kolaborasi lintas sektor. Bappenas membuka ruang dialog dan sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, akademisi, komunitas lokal, serta mitra pembangunan untuk mempercepat transformasi ekonomi biru Indonesia.
“Kami ingin membangun kesadaran kolektif bahwa pangan akuatik tidak sekadar menjadi komoditas, tetapi bagian dari sistem pangan yang tangguh dan inklusif,” tambah Rachmat.
Dukungan Uni Eropa untuk Ekonomi Biru
Dalam kesempatan yang sama, H.E. Stéphane Mechati, Kuasa Usaha ad Interim Uni Eropa untuk Indonesia, menyampaikan dukungan penuh terhadap inisiatif ini. Ia menyebut BFA dan IBEI sebagai wujud nyata komitmen Indonesia dalam memperkuat kebijakan kelautan berbasis data.
“Uni Eropa bangga mendukung upaya Indonesia membangun ekonomi biru yang berkelanjutan dan inklusif. Inisiatif seperti BFA dan IBEI mencerminkan komitmen kuat dalam melindungi keanekaragaman hayati laut, mendorong penghidupan masyarakat pesisir, serta meningkatkan ketahanan pangan dan gizi,” ujar Mechati.
Ia menambahkan, kerja sama strategis di bidang maritim akan berkontribusi pada ketahanan laut, penguatan industri perikanan berkelanjutan, serta pertumbuhan hijau yang sejalan dengan agenda iklim dan keanekaragaman hayati global.
Peluncuran BFA dan IBEI menegaskan keseriusan Indonesia dalam merumuskan kebijakan kelautan berbasis data dan kolaboratif. Di tengah tantangan perubahan iklim dan ketimpangan wilayah, ekonomi biru menjadi salah satu jawaban untuk mendorong pertumbuhan inklusif dan berwawasan lingkungan.