Gaya Hidup

Denny JA Tegaskan Pentingnya Suara Global South dalam BRICS Award 2025

×

Denny JA Tegaskan Pentingnya Suara Global South dalam BRICS Award 2025

Sebarkan artikel ini

Denny JA menerima BRICS Award for Literary Innovation 2025 di Rusia dan menekankan pentingnya representasi Asia, Afrika, dan Amerika Latin dalam sastra global, sekaligus menyoroti peran inovasi sastra dan Puisi Esai sebagai suara luka sosial.

Foto: Istimewa.

SinarHarapan.id – Penulis dan inovator sastra Indonesia, Denny JA, menegaskan pentingnya suara Asia, Afrika, dan Amerika Latin dalam peta sastra dunia ketika menerima BRICS Award for Literary Innovation 2025. Penghargaan bergengsi ini diberikan kepada kreator yang dinilai membawa perspektif baru dan terobosan konseptual dalam dunia sastra global. Dalam pidato kemenangannya, Denny JA menyampaikan bahwa penghargaan tersebut bukan hanya bentuk apresiasi terhadap karya peribadinya, tetapi juga pengakuan atas kekuatan narasi Global South wilayah yang selama ini jarang terdengar dalam kanon sastra arus utama.

Dalam pernyataannya, ia menyoroti ketimpangan representasi dalam sastra dunia. “Kanon sastra global selama ini terlalu condong pada satu belahan dunia,” ujarnya. “Padahal, manusia tidak bernafas dari satu paru-paru saja.” Ia menekankan bahwa imajinasi manusia tumbuh dari sawah-sawah di Jawa, township di Johannesburg, favela di Rio de Janeiro, serta desa-desa kuno di sepanjang Sungai Yangtze dan Gangga. Menurutnya, di wilayah Global South hidup miliaran manusia dengan sejarah penuh luka, keajaiban, dan paradoks; suara-suara inilah yang layak berdiri sejajar dengan karya-karya terbesar dunia. BRICS Award, katanya, menjadi upaya menyalakan “mercusuar baru” yang menyinari karya-karya yang selama ini menunggu untuk diakui.

Denny JA juga menegaskan bahwa inovasi dalam sastra bukan sekadar gaya artistik, melainkan kebutuhan moral zaman. “Setiap generasi memerlukan bahasa baru untuk memahami dukanya, harapannya, dan kontradiksinya,” tuturnya. Di tengah dunia yang berubah cepat dengan teknologi yang melesat, ketimpangan yang membesar, serta luka sosial yang hadir dalam bentuk baru—sastra harus menemukan cara baru untuk menyuarakan kebenaran. “Inovasi sastra adalah jembatan antara kebenaran yang kita rasakan dan kebenaran yang akhirnya kita berani ucapkan,” katanya.

Ia kemudian menjelaskan alasan di balik penciptaan genre Puisi Esai lebih dari satu dekade lalu. Genre tersebut menggabungkan investigasi faktual dengan imajinasi liris, memungkinkan tragedi nyata naik menjadi karya sastra. Denny JA mempertanyakan bagaimana memberi suara pada luka sosial yang tak dapat ditampung oleh angka statistik, namun juga tidak cukup jika hanya disampaikan melalui puisi. Melalui puisi esai, isu-isu seperti perundungan, utang digital, korupsi, ketidakadilan gender, dan pergulatan hidup masyarakat biasa tidak hanya didengar, tetapi turut dirasakan. Ia menegaskan bahwa dalam pendekatan ini, fakta tidak lagi dingin dan emosi tidak lagi terisolasi; penderitaan menjadi makna bersama dan karenanya menjadi kemanusiaan bersama. Menurutnya, BRICS Award menunjukkan bahwa eksperimen sastra tersebut menemukan resonansi jauh melampaui Indonesia.

Menutup pidatonya, Denny JA menyampaikan pesan kepada generasi baru penulis Asia, Afrika, dan Amerika Latin. “Jika sastra mampu melakukan satu hal, biarkan ia mengingatkan kita bahwa setiap luka adalah pintu, dan setiap cerita adalah jembatan,” katanya. Ia mengajak para penulis muda untuk tidak meremehkan suara mereka, sebab realitas dan imajinasi mereka bukan catatan kaki dalam sastra dunia, melainkan bagian dari masa depannya.

BRICS Literature Award merupakan penghargaan internasional yang menyeleksi karya dari negara-negara BRICS dan wilayah Global South dengan fokus pada inovasi bentuk, nilai budaya, dan kontribusi terhadap lanskap sastra global. Tahun ini, Indonesia meraih penghargaan khusus untuk inovasi sastra melalui karya dan gagasan Denny JA. Denny JA sendiri adalah penulis, pemikir publik, dan inovator sastra Indonesia yang dikenal sebagai pencipta genre Puisi Esai, dengan lebih dari seratus buku dan karya audio-visual serta rekam jejak panjang dalam mengangkat isu-isu kemanusiaan melalui sastra.