SinarHarapan.id – Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan kondisi yang tidak manusiawi telah membuat Gaza menjadi zona kematian. Dalam pengarahan media di Jenewa hari Rabu (21/2), Tedros secara khusus menyoroti situasi di Gaza yang sebagian besar telah hancur.
“Gaza telah menjadi zona kematian. Sebagian besar wilayah telah hancur,” katanya, dikutip laman resmi PBB.
Pada kesempatan itu Tedros juga menyampaikan bahwa hingga saat ini ada lebih 29.000 penduduk Palestina tewas di Gaza. Ribuan lainnya dinyatakan hilang diduga masih tertimbun reruntuhan bangunan.
Banyak dari mereka juga mengalami luka parah namun tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.
Kekurangan gizi yang parah telah melanda seluruh wilayah Jalur Gaza, angkanya meningkat dramatis sejak dimulainya perang pada tanggal 7 Oktober 2023.
Sebelum perang, jumlah penduduk kurang gizi berjumlah kurang dari 1% populasi, kini jumlahnya menjadi lebih dari 15% di beberapa wilayah. Tedros menggarisbawahi perlunya gencatan senjata segera, pembebasan sandera, penghentian penggunaan senjata, dan akses kemanusiaan yang tidak terbatas.
“Dunia seperti apa yang kita jalani ketika orang-orang tidak dapat memperoleh makanan dan air, dan ketika orang-orang yang bahkan tidak dapat berjalan pun tidak dapat menerima perawatan?,” kata Tedros.
Tedros menyampaikan bahwa saat ini seluruh petugas kesehatan berisiko dibom saat mereka melakukan pekerjaan penyelamatan nyawa. Di saat yang sama, rumah sakit harus ditutup karena tidak ada lagi listrik atau obat-obatan untuk membantu menyelamatkan pasien.
“Ketika unit perawatan intensif tidak lagi berfungsi, WHO membantu memindahkan pasien, banyak di antaranya bahkan tidak dapat berjalan. Kemanusiaan harus menang,” ungkapnya.
Tedros turut menyayangkan keputusan badan pangan PBB, World Food Programme (WFP), yang terpaksa menghentikan pengiriman bantuan ke Gaza karena alasan keamanan.
Perang Gaza telah memakan banyak korban jiwa bagi para pekerja bantuan, dengan ratusan orang dilaporkan tewas.
Pada Selasa (20/2) malam, tempat penampungan Médecins Sans Frontières (MSF) ditembaki oleh tentara Israel. Insiden itu melukai hingga menewaskan staf beserta anggota keluarga mereka.
Melansir Al Jazeera, WFP pertama kali menghentikan pengiriman ke Gaza utara tiga minggu lalu setelah truk bantuannya dihantam serangan pasukan Israel.
Minggu ini WFP mencoba melanjutkan pengiriman, namun mengatakan konvoi pada hari Minggu dan Senin menghadapi tembakan dan kerumunan orang yang kelaparan melucuti barang-barang dan memukuli seorang sopir.
Kantor Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) menunjukkan, jumlah rata-rata truk bantuan yang memasuki Gaza telah menurun dari 140 truk per hari di bulan Januari menjadi 60 truk per hari di bulan Februari.
Banyak badan PBB yang juga mengatakan bahwa prosedur Israel yang rumit telah memperlambat penyeberangan truk bantuan. Di saat yang sama, massa sayap kanan Israel memblokir truk di pintu masuk Kerem Shalom ke Gaza selatan.
Dalam aksi unjuk rasanya, massa tersebut mengatakan bahwa rakyat Palestina tidak boleh diberikan bantuan