SinarHarapan.id – Seruan agar partai politik lebih berpihak pada penyandang disabilitas kembali mengemuka dalam Konferensi Nasional Kesejahteraan Sosial (KNKS) ke-4 yang digelar Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS), Sabtu (11/10).
Di tengah maraknya pembahasan soal kemiskinan dan ketimpangan sosial, Ketua Umum DNIKS A. Effendy Choirie—yang akrab disapa Gus Choi—menegaskan pentingnya kebijakan afirmatif bagi kaum difabel. “Partai politik harus melahirkan kebijakan yang inklusif dan memberdayakan penyandang disabilitas sebagai mitra strategis,” ujarnya di kantor DNIKS, Jakarta.
Menurutnya, langkah ini bukan sekadar formalitas politik. “Kita ingin mengatasi hambatan historis dan diskriminasi agar suara penyandang disabilitas benar-benar terwakili dalam pembuatan kebijakan,” kata Gus Choi.
Dari Representasi Menuju Pemberdayaan
Dalam pandangan DNIKS, partisipasi difabel tak berhenti di ruang simbolik. Pemberdayaan harus diwujudkan dalam program nyata, mulai dari akses pekerjaan hingga partisipasi politik.
“Dengan melibatkan penyandang disabilitas dalam pembangunan dan merancang program yang inklusif, mereka punya kesempatan yang sama untuk berkontribusi bagi bangsa,” ujar Gus Choi. Ia menambahkan, DNIKS dan partai politik sebenarnya memiliki pandangan yang sejalan mengenai kemiskinan dan kesejahteraan sosial.
“Parpol berperan penting dalam mengatasi kemiskinan secara terstruktur melalui kebijakan pro-disabilitas dan dukungan representasi politik,” tuturnya.
Kolaborasi, Bukan Sekadar Janji
Seruan itu disambut positif oleh perwakilan partai politik yang hadir. Ketua DPP Partai Golkar Airin Rachmi Diany, yang juga mantan Wali Kota Tangerang Selatan, menilai pemerintah tak bisa bekerja sendiri.
“Presiden Prabowo Subianto sudah punya program bagus untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. Tapi pelaksana di daerah jangan hanya mengeluh soal efisiensi anggaran, melainkan memastikan program tepat sasaran,” kata Airin.
Ia menuturkan pengalamannya selama dua periode memimpin Tangerang Selatan. “Kami menekan angka kemiskinan hingga 3 persen dengan turun langsung ke lapangan, mendengarkan kebutuhan masyarakat,” ungkapnya.
Gotong Royong dan Imajinasi Sosial
Dari Partai Nasdem, Suyoto, mantan Bupati Bojonegoro, menyoroti pentingnya nilai gotong royong dalam kebijakan sosial. “Masalah kesejahteraan sosial memang tak pernah lepas dari politik. Parpol adalah jembatan antara masyarakat dan pemerintah,” ujarnya.
Namun, ia mengingatkan masih ada tantangan besar seperti kebocoran pajak yang tinggi. “Padahal, semangat gotong royong itu bisa jadi fondasi kebijakan sosial. Lihat saja konsep BPJS, dasarnya kan solidaritas sosial,” katanya.
Bagi Suyoto, imajinasi sosial itu harus diperkuat oleh organisasi sosial nasional di bawah DNIKS agar kerja sama untuk mewujudkan kesejahteraan bisa lebih nyata.
Komitmen dari Semua Arah
Dari Partai Demokrat, Didik Mukrianto menekankan bahwa isu kesejahteraan sosial sebenarnya sudah tertulis jelas dalam konstitusi dan AD/ART partai politik. “Arah pembangunan bangsa mestinya fokus pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat,” ujarnya.
Ia meyakini setiap partai memiliki niat baik untuk menyejahterakan rakyat. “Sejak era Presiden SBY, Demokrat konsisten pada isu kesejahteraan sosial, pengentasan pengangguran, dan pelestarian lingkungan. Itu tertuang dalam Master Plan percepatan pembangunan nasional,” kata Didik.
Menembus Sekat, Mewujudkan Kesetaraan
KNKS ke-4 menjadi ruang temu penting antara pemerintah, partai politik, dan masyarakat sipil. Hadir dalam forum tersebut sejumlah tokoh dari berbagai latar belakang: Hj Airin Rachmi Diany, Suyoto, Didik Mukriyanto, hingga pengamat ekonomi Sapuan.
Bagi DNIKS, acara ini bukan sekadar ajang diskusi, melainkan langkah konkret untuk memperjuangkan kesetaraan. “Kesejahteraan sosial bukan hanya urusan ekonomi. Ini soal martabat manusia,” ujar Gus Choi menutup pertemuan.
Suara penyandang disabilitas, yang selama ini sering terpinggirkan, kini mulai menemukan ruangnya—meski perjuangan masih panjang. Dari ruang KNKS yang hangat itu, harapan tumbuh bahwa politik Indonesia akhirnya mulai benar-benar memandang kesetaraan sebagai bagian dari kesejahteraan bersama.