Ekonomi

IHSG Berpotensi Terkoreksi, Analis Sarankan Strategi Defensif

×

IHSG Berpotensi Terkoreksi, Analis Sarankan Strategi Defensif

Sebarkan artikel ini

Kebijakan tarif baru AS terhadap China diperkirakan meningkatkan ketegangan perdagangan dan memicu kekhawatiran pertumbuhan ekonomi global.

Ilustrasi Stock Market (Foto: AhmadArdity, CC0, via Wikimedia Commons)

SinarHarapan.id –  Kecemasan investor terhadap ketegangan dagang Amerika Serikat dan China kembali meningkat. Pemerintahan Donald Trump resmi memberlakukan tarif impor baru terhadap sejumlah produk asal China. Kebijakan ini dinilai berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi global—dan ikut menyeret pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam sepekan ke depan.

Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) Hari Rachmansyah memperkirakan IHSG akan bergerak melemah setelah sempat mencetak rekor tertinggi baru di level 8.272 pada Kamis (9/10/2025). “Faktor eksternal seperti tensi dagang AS–China bisa memicu aksi ambil untung (profit taking) dan keluarnya dana asing (foreign outflow) dari pasar saham domestik,” ujarnya, Senin (13/10/2025).

Menurut Hari, IHSG berpotensi menguji area support di 8.150 dengan resistance terdekat 8.272. Ia menyarankan pelaku pasar bersikap defensif, berfokus pada saham berfundamental kuat, dan menerapkan strategi buy on weakness secara selektif.

Optimisme Pekan Lalu

Sepanjang pekan lalu (6–10 Oktober), IHSG masih mampu menorehkan penguatan dan menembus rekor tertinggi (all-time high). Lonjakan tersebut mencerminkan optimisme investor terhadap prospek ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global akibat shutdown pemerintah AS dan fluktuasi harga komoditas.

“Meski tercatat ada net sell asing sekitar Rp1,3 triliun, tekanan jual itu tertahan oleh kuatnya minat beli investor domestik, terutama pada saham-saham konglomerat seperti RAJA, TINS, CUAN, dan CDIA,” ujar Hari.

Sentimen Global dan Domestik

Dari sisi global, bursa saham Amerika Serikat tertekan oleh penundaan rilis data ekonomi resmi karena shutdown pemerintah. Indeks S&P 500 turun 2,7 persen, Nasdaq melemah 3,5 persen, dan Dow Jones terkoreksi 1,9 persen.

“Meningkatnya kekhawatiran atas ancaman tarif impor baru terhadap China menjadi pemicu utama pelemahan,” jelas Hari. Ia menambahkan, perhatian investor pekan ini akan tertuju pada musim laporan keuangan (earnings season) yang dimulai oleh Citigroup dan JPMorgan, meski ketidakpastian fiskal dan perdagangan masih membayangi.

Dari dalam negeri, beberapa kebijakan pemerintah turut memengaruhi pasar. Pemerintah berencana mengalihkan sisa dana Rp15 triliun yang belum terserap ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk memperkuat likuiditas di daerah. Selain itu, kebijakan membuka peluang bagi koperasi dan UMKM mengelola tambang hingga 2.500 hektar dinilai positif bagi perluasan ekonomi masyarakat.

Pemerintah juga menyerahkan enam smelter sitaan negara kepada PT Timah (TINS) sebagai langkah pemberantasan tambang ilegal, yang memberi sinyal positif bagi sektor tambang nasional.

Proyeksi Pekan Ini

Untuk pekan perdagangan 13–17 Oktober, IPOT menilai IHSG berpotensi terkoreksi seiring peningkatan ketegangan AS–China. Kebijakan tarif baru AS terhadap produk China diperkirakan mendorong pelarian modal ke aset aman seperti emas, yang bisa menguat akibat meningkatnya permintaan safe haven.

“Dalam situasi ini, investor disarankan menahan diri, menjaga portofolio tetap defensif, dan fokus pada saham-saham yang memiliki fundamental kuat,” kata Hari.

Rekomendasi Saham dan Obligasi

IPOT merekomendasikan empat strategi utama pekan ini, dengan fokus pada saham dan obligasi pilihan:

  1. CDIABuy di 2.320, target harga 2.670, stop loss 2.140. Sepanjang pekan lalu, saham ini mencatat net buy asing Rp536 miliar, ditopang langkah perusahaan memperkuat kendali di dua anak usaha pelayaran.

  2. ANTMBuy di 3.310, target harga 3.600, stop loss 3.190. Kenaikan harga emas global memberi sentimen positif bagi emiten ini.

  3. SSIABuy di 2.090, target harga 2.320, stop loss 1.970. Tren penguatan saham ini didorong proyek kawasan industri Subang Smartpolitan yang menarik minat investor besar.

  4. Obligasi PBS38 dan PBS3 — Untuk investor konservatif, IPOT menilai seri PBS38 dengan imbal hasil 6,73 persen menarik untuk tenor panjang, sementara PBS3 dengan YTM 4,62 persen cocok bagi investor yang mengutamakan fleksibilitas jangka pendek.

Transformasi IPOT

IPOT kini bertransformasi dari sekadar perusahaan sekuritas menjadi Wealth Creation Platform—sebuah ekosistem investasi terintegrasi yang memungkinkan individu, keluarga, dan komunitas berinvestasi secara kolaboratif. Melalui fitur Multi-Account dan Shared Access, investor dapat mengelola strategi dan tujuan investasi dengan lebih mudah dan transparan.

Transformasi ini, kata Hari, menjadi bagian dari upaya IPOT memberdayakan masyarakat Indonesia untuk berinvestasi, tumbuh, dan membangun kesejahteraan finansial jangka panjang di tengah dinamika pasar global yang semakin cepat berubah.