SinarHarapan.id-Yayasan Kanker Indonesia (YKI) bersama Merck Sharp & Dohme (MSD), mensosialisasikan suatu harapan baru bagi pasien kanker paru di Indonesia, dengan hadirnya terapi sistemik imunoterapi.
Hadirnya terapi ini dalam rangka meningkatkan kesadaran tentang kanker paru dan lanjutan dari kampanye #HarapanBaru yang diluncurkan pada bulan Juni lalu.
Menurut RISKESDAS 2018, angka kejadian kanker (prevalensi) di Indonesia meningkat mencapai ~30% sejak tahun 2013 hingga 2018, sementara 58% prevalensi berada di kota-kota besar.[i] Adapun 85% sampai 95% kanker paru adalah dari jenis “kanker paru-paru bukan sel kecil” atau disebut juga dengan kanker sel gandum, terdiri atas 10% hingga 15% dari seluruh jenis kanker paru dengan sifat cenderung menyebar dengan cepat.[ii]
“Kanker paru adalah jenis kanker yang kejadiannya paling tinggi pada laki-laki di Indonesia. Karena 95% kanker paru akibat lingkungan serta gaya hidup, dan kebiasaan merokok -dalam hal ini Indonesia menempati posisi nomor satu dalam jumlah perokok laki dewasa di dunia, serta polusi sekitar yang tinggi.” ungkap Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FINASIM, FACP.(30/8/2022)
Lebih lanjut Prof. Aru menyampaikan, “Gejala pada kanker paru seringkali tidak tampak pada stadium awal, ini berakibat dimanadata saat ini menunjukkan bahwa 60% pasien kanker paru datang dalam stadium lanjut, sebab seringkali kanker paru memiliki gejala yang serupa dengan penyakit umum lainnya seperti TBC, dengan demikian penting bagi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan tentang faktor risiko, gejala, dan perawatan yang tersedia termasuk perawatan inovatif terkini sebagai harapan baru bagi pengobatan kanker paru.”
George Stylianou, President Director MSD di Indonesia, mengatakan, “Hari ini, kami bermitra bersama Yayasan Kanker Indonesia, dan pemangku kepentingan lainnya, berkomitmen untuk bersama-sama menjawab tantangan kanker paru di Indonesia melalui kampanye #HarapanBaru.”
Khusus untuk kondisi kanker paru di tanah air, Data GLOBOCAN 2020 menunjukkan bahwa kanker paru merupakan penyebab kematian kanker tertinggi di Indonesia dengan 84 orang meninggal dan 95 kasus baru terdiagnosa setiap hari nya.
“Sebagai pengetahuan dasar, masyarakat perlu memperhatikan gejala awal kanker paru untuk mendapatkan diagnosis yang cepat sebagai dasar pemberian pengobatan yang tepat. Jika kanker paru ditemui pada stadium awal, harapan hidup pasien lima tahunan akan lebih tinggi,” lanjut Dr. Andhika.
Gejala awal kanker paru dapat berupa batuk terus-menerus; nyeri dada yang memburuk bersama pernapasan dalam, batuk, atau tertawa; suara serak atau sesak napas; penurunan berat badan dan kehilangan nafsu makan; batuk darah atau dahak yang berwarna karat; mudah lelah; infeksi persisten, seperti bronkitis dan pneumonia.
Dalam pengobatan kanker paru, Dr. Andhika menjelaskan terdapat pertimbangan yang dianalisis dokter untuk memilih pengobatan kanker paru. Pertama, dari status keadaan pasien bagaimana fungsi organnya, apakah terdapat komorbiditas, kepatuhan dalam perawatan, harapan serta preferensi pasien. Kedua, dilihat dari kondisi tumor seperti stadium kanker, jenis sel kanker, alat penguji lanjutan yaitu Biomarker prediktif seperti EGFR, PD-L1, dan ALK.
Ketiga, untuk memilih modalitas pengobatan hal-hal yang dipertimbangkan meliputi mekanisme kerja pengobatan, toksisitas yang diharapkan, terapi yang sebelumnya dijalankan pasien, dan juga ketersediaan pengobatan.
Dengan perkembangan sains pengobatan kanker paru di dunia medis, kemoterapi bukan lagi terapi yang tepat untuk semua pasien kanker paru.
Saat ini, untuk beberapa mutasi kanker paru, seperti mutasi EGFR atau ALK, telah tersedia berbagai pengobatan inovatif yang termasuk golongan terapi target.
Data dalam paparan Dr. Andhika menunjukan kanker paru bukan Sel Kecil pada stadium lanjut jika diobati dengan kemoterapi standar dapat memiliki harapan hidup rata-rata hingga 8 bulan.[v] Sedangkan, pasien kanker paru yang diagnosa dengan mutasi EGFR positif jika diterapi dengan kombinasi kemoterapi dan terapi target EGFR inhibitor dapat mempunyai harapan hidup secara keseluruhan mencapai 11,5 bulan.
Sementara itu, pasien yang telah didiagnosa dengan mutasi ALK positif jika mendapatkan pengobatan kombinasi kemoterapi standar dengan terapi target ALK inhibitor dapat memperpanjang angka kelangsungan hidup bebas progresi pasien.
Sedangkan, Sebagian besar dari kasus kanker paru tidak memiliki mutasi EGFR dan hanya dapat diobati dengan kemoterapi standar sebagai modalitas pengobatan. Pada tahun 2013, dunia medis telah menemukan terobosan terbaru dalam pengobatan kanker paru, yaitu Imunoterapi untuk kanker dan diberikan judul “Breakthrough of the Year” oleh majalah Science, sebuah majalah ilmiah terbesar di dunia.
Salah satu terapi sistemik imunoterapi yang tersedia di Indonesia adalah imunoterapi PD-1 inhibitor yang memberikan harapan baru bagi pasien kanker paru yang tidak memiliki mutasi EGFR dimana Programmed Death-1 atau PD-1 merupakan salah satu protein yang bertindak sebagai “pos keamanan” untuk menjaga respons kekebalan tubuh agar tetap terkendali.
PD-1 ini bekerja seperti pos keamanan yang dapat mengarahkan pasukan sistem imun (sel-T) untuk tidak membunuh sel kanker karena sel kanker telah menyamar sebagai sel sehat. Namun, dengan membubarkan pos keamanan PD-1, sel kanker tidak akan bisa menyamar dan sistem imun akan menerima arahan untuk menghancurkan sel kanker.
Dengan cara kerja diatas, Imunoterapi PD-1 inhibitor mengurangi resiko kematian hingga 38% dibandingkan dengan kemoterapi saja. Imunoterapi PD-1 Inhibitor memberikan harapan hidup jauh lebih lama bagi penyintas kanker paru, terutama jika memiliki ekspresi PD-L1 lebih dari 50%.
Menurut Prof. Aru Sudoyo, imunoterapi telah tersedia di rumah sakit yang melayani pengobatan kanker. Namun, tidak semua jenis kanker paru dapat diterapi dengan imunoterapi. Pasien perlu berkonsultasi dengan dokter untuk pengobatan terbaik sesuai kondisi masing-masing pasien.