SinarHarapan.id-Indonesia menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks seiring percepatan transformasi digital.
Serangan siber kini tidak hanya mengancam teknologi, tapi juga infrastruktur vital, seperti jaringan listrik dan sistem perbankan.
Spentera menggelar Cyberwolves Con 2025 pada 11 September 2025 untuk memperkuat kolaborasi antar praktisi, akademisi, dan regulator dalam menghadapi ancaman ini.
Direktur Spentera, Royke L. Tobing, menegaskan bahwa ketahanan siber hanya bisa dicapai lewat kerja sama lintas sektor.
Panel diskusi menyoroti empat isu utama. Pertama, keamanan jaringan listrik Jawa–Bali yang menyuplai 60% energi nasional.
Sistem ini rentan karena perangkat lama, protokol SCADA minim enkripsi, dan akses IoT yang belum aman.
Kedua, risiko pemanfaatan AI yang meluas di berbagai sektor. Kegagalan verifikasi data dan ketergantungan pada teknologi impor meningkatkan potensi celah keamanan.
Ketiga, kesiapan tanggap insiden siber di Indonesia masih lemah. Proses deteksi dan respons sering terlambat, koordinasi antar unit kurang efektif.
Insiden ransomware di Pusat Data Nasional 2024 menjadi peringatan keras.
Keempat, pemerintah dan publik harus memperkuat tata kelola keamanan, melakukan audit infrastruktur kritis, serta meningkatkan kapasitas SDM di sektor energi, keuangan, dan pemerintahan.
Royke menekankan, ancaman siber berdampak luas pada ekonomi dan stabilitas nasional. Indonesia butuh tata kelola yang kuat dan investasi berkelanjutan untuk menjaga ketahanan digital.