SinarHarapan.id – Anthem Asian Paralympic Committee (APC) bukan lagu mars yang keras atau penuh gebyar. Karakternya justru khidmat, emosional, dan reflektif, dirancang untuk menyentuh rasa kemanusiaan dan persatuan, bukan sekadar membangkitkan semangat kompetisi. Lagu itu pun mengalun, memenuhi arena penutupan Dubai 2025 Asian Youth Para Games. Bukan sekadar musik penutup, melainkan anthem yang merangkum perjalanan panjang: tentang keberanian, ketekunan, dan mimpi-mimpi muda yang akhirnya menemukan panggungnya. Di saat lagu Anthem Asian Paralympic Committee diperdengarkan, sejarah pun resmi ditutup, dengan cara yang paling manusiawi.
Dubai 2025 berakhir pada Sabtu malam, meninggalkan jejak sebagai salah satu edisi paling inspiratif sepanjang sejarah Asian Youth Para Games. Di bawah naungan Yang Mulia Sheikh Mansoor bin Mohammed bin Rashid Al Maktoum, Presiden Komite Olimpiade Nasional sekaligus Ketua Dewan Olahraga Dubai, ajang ini menjadi perayaan semangat muda dan inklusivitas, menghadirkan 1.500 atlet dari 35 negara Asia.
Baca Juga: Lagu Karya Natalia Tjahja Warnai Pembukaan Asian Youth Para Games 2025
Sepanjang penyelenggaraan, standar prestasi olahraga para Asia melesat tajam. Sebanyak 25 rekor baru tercipta, terdiri dari sembilan rekor dunia dan 16 rekor kontinental. Angka-angka itu bukan hanya statistik, melainkan penanda bahwa generasi baru atlet para Asia tengah tumbuh dengan kepercayaan diri dan kualitas yang semakin kuat.
Uni Emirat Arab tampil sebagai tuan rumah yang juga kompetitif. Raihan 23 medali—enam emas, delapan perak, dan sembilan perunggu—mencerminkan investasi jangka panjang UEA dalam pembinaan olahraga para usia muda. Di arena yang sama, sejarah kecil namun bermakna juga tercipta. Bangladesh dan Maladewa meraih medali pertama mereka di Asian Youth Para Games. Bangladesh bahkan mencuri perhatian dengan debut tiga medali emas, sebuah lompatan yang mengubah peta harapan.
Di papan klasemen, Uzbekistan keluar sebagai juara umum dengan 197 medali, termasuk 99 emas. Republik Islam Iran menyusul dengan 62 emas dari total 216 medali, sementara Jepang menegaskan kedalaman talenta mudanya melalui raihan 40 emas. Namun, Dubai 2025 seolah menegaskan bahwa kemenangan tidak hanya diukur dari jumlah medali.
Ajang ini juga menandai babak baru dalam penyelenggaraan olahraga para. Untuk pertama kalinya, Asian Youth Para Games mengintegrasikan robot berbasis kecerdasan buatan dalam operasional acara. Robot AiMOGA dari Chery International tampil dalam upacara pembukaan dan mendukung prosesi penyerahan medali, menghadirkan teknologi yang dirancang untuk meningkatkan aksesibilitas dan interaksi manusia.
Pada upacara penutupan, parade kontingen menjadi gambaran keberagaman Asia yang bergerak dalam satu irama. Momen serah terima bendera menandai estafet harapan berikutnya. Bendera Asian Youth Para Games diserahkan kepada Kamboja sebagai tuan rumah edisi keenam, diterima langsung oleh Borus Samheng, Menteri Atase kepada Perdana Menteri Kerajaan Kamboja.
Ketua Panitia Penyelenggara Lokal, H.E. Thani Juma Berregad, menyampaikan apresiasi kepada Sheikh Mansoor bin Mohammed bin Rashid Al Maktoum. Ia menegaskan bahwa dukungan dan naungan kepemimpinan menjadi kunci sukses penyelenggaraan. Dubai 2025, menurutnya, bukan sekadar kompetisi olahraga, melainkan perjalanan inspirasi dan persatuan. Penghargaan khusus juga diberikan kepada para relawan yang disebutnya sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa”.
Presiden Asian Paralympic Committee, Majid Rashed, menyebut Dubai 2025 sebagai salah satu edisi terbaik yang pernah digelar. Ia mengapresiasi kepemimpinan UEA, Dewan Olahraga Dubai, panitia lokal, serta seluruh mitra yang berkontribusi menghadirkan ajang yang inklusif dan berkelas dunia.
Namun, di antara sorak sorai dan cahaya penutupan, ada satu momen yang menyentuh lebih dalam. Ketika anthem Asian Paralympic Committee kembali dikumandangkan, sebagaimana pada upacara pembukaan, lagu itu seolah menjadi benang pengikat seluruh kisah Dubai 2025.
“Saya sangat terharu karena lagu Anthem Asian Paralympic Committee dikumandangkan baik pada upacara pembukaan maupun penutupan acara ini. Saya bersyukur kepada Tuhan,” ujar Natalia Tjahja, pencipta lagu tersebut.
Nada terakhir pun memudar, tetapi maknanya tinggal. Dubai 2025 tidak hanya menutup sebuah ajang olahraga. Ia meninggalkan warisan—tentang bagaimana prestasi, teknologi, dan kemanusiaan dapat berjalan seiring, diiringi sebuah anthem yang menyatukan Asia dalam harapan yang sama.






