SinarHarapan.id – Sebagai seorang mantan wartawan senior, Bambang Haryanto belum bisa meninggalkan dunia tulis-menulis. Itulah yang ia raaskal selama ini. Setelah menulis beberapa figure ternama, kali ini, ia menghadirkan sebuah buku lain yang cukup menarik,
Meski sudah tak aktif lagi sebagai jurnalis, tapi yang namanya pernah menjadi wartawan, tentu saja dunia tulis-menulis tak bisa benar-benar ditinggalkan. Itulah kenyataannya. Setelah menulis beberapa figure ternama, kali ini, Bambang Haryanto, menghadirkan sebuah buku lain yang cukup menarik, Syaykh Panji Gumilang: Guru Peradaban.
Menurut Bambang Haryanto, buku ini dihadirkan sebagai bentuk penghormatan intelektual terhadap seorang tokoh pendidik bangsa yang tidak biasa: Syaykh AS Panji Gumilang, di tengah arus perubahaan dan ‘modernitas’ serta arah kurikulum yang berubah tanpa berkesudahaan, beliau justru membangun satu model pendidikan yang utuh, modern, ajeg dan berdampak — mengintegrasikan ilmu agama dan sains, spiritualitas dan teknologi, nasionalisme dan kemanusiaan, toleransi dan perdamaian. Namun tetap adaptif dan harmoni dengan lingkungan, dan bervisi jauh: beyond!
“Saya kira, betapapun banyak yang dicapai oleh Syaykh Panji, yang perlu kita apresiasi. Tak mudah membangun pesantren terbesar di Asia tenggara dengan ekosistem pendidikan mencapai dua ribu hektar lebih, dengan temuan-temuan dan capaian yang belum tentu dicapai Universitas besar sekalipun di Indonesia,” ujar sang penulis, Bambang Haryanto.
“Kita bisa belajar produktifitas dan ketahanan pangan, ekosistem zero waste, budaya toleransi, nilai-nilai Pancasila dan Kebangsaan, pembangunan karakter, dan lain sebagainya dari Mahad Al Zaytun,” lanjunya.
“Syaykh Panji Gumilang, bukan sekadar mendirikan pesantren, melainkan ekosistem pendidikan, membangun peradaban, dan menyalakan obor kesadaran dalam diri anak-anak bangsa. Melalui Pesantren Al-Zaytun, ia menghadirkan wajah Islam yang damai, rasional, progresif, dan ramah terhadap keberagaman. Gagasan dan tindakan beliau melampaui sekat ideologi dan dogma, melampaui batas waktu dan generasi. Ia menurut saya adalah ‘beyond educatif leader’—lebih dari sekadar pemimpin pendidikan. Seorang pemimpin peradaban yang membangun manusia seutuhnya—fisik, intelektual, dan spiritual.” kata Bambang.
“Bangsa yang besar tidak dibentuk hanya oleh kekayaan sumber daya alam atau kekuatan politik, tetapi oleh nilai-nilai yang hidup dalam pendidikan dan peradaban yang dibangun oleh para pendidiknya. Di tengah peradaban dunia yang terus berubah cepat, Indonesia membutuhkan lebih dari sekadar sistem pendidikan formal. Ia memerlukan tokoh-tokoh yang mampu memadukan iman, ilmu, dan kepemimpinan, serta memberi arah jangka panjang bagi masa depan bangsa,” tambahnya.
“Saya menyadari bahwa sosok seperti Syaykh Panji Gumilang tentu tidak luput dari kontroversi dan kritik. Namun sejarah tidak menilai berdasarkan riuh perdebatan, melainkan pada jejak nyata yang ditinggalkan dan inspirasi yang diwariskan,” papar Bambang lagi.
Terkait kegemaran mengangkat figure kontrversi untuk bukunya, Bambang Haryanto, Seorang Dosen dan Aktifis menjelaskan, ‘’Bangsa ini harus segera menjadi dewasa. Perbedaan itu keniscayaan, persatuan bangsa kita harus upayakan. Sebagaimana Presiden Parbowo kini sedang dia upayakan. Keterbelahaan harus kita akhiri dengan adu pendapat yang sehat, budaya toleransi dan perdamaian. Dan kita juga harus menjadi dewasa dengan melihat manusia dari dua sisi yang utuh, potensi baik dan buruk itu milik semua orang, tapi kita juga bisa belajar dari potensi terbaik seseorang, siapapun itu’’ imbuhnya.
“Anggap buku ini adalah kado dari seorang teman!”
.