SinarHarapan.id-Penyebaran disinformasi yang menggunakan teknologikecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dan Deep Fake telah diantisipasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak Tahun 2024.
“(Antisipasinya) Melalui algoritma dan otomasi yang dapat menghasilkan bias maupun otomasi yang bersifat preskriptif serta penyalahgunaan algoritma yang berpotensi menimbulkan disinformasi,” ujar Wamenkominfo, Nezar Patria, dalam keterangannya terkait Seminar Nasional “Disinformasi dan Kelompok Rentan di Era Manipulasi Media Digital” di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, pada Kamis (16/11/2023).
Wamen Nezar mengatakan pihaknya terus berupaya melindungi kelompok rentan seiring peningkatan pemanfaatan teknologi menegaskan telah mengantisipasi peluang
Terlebih data Home Security Heroes menunjukkan selama 2023 terdapat 95.820 video Deep Fake yang tersebar secara global.
Teknik Depp Fake sendiri bisa memanipulasi video, gambar, dan suara secara digital sesuai dengan pesan yang tidak pernah terjadi di dunia nyata.
“Ada peningkatan sebesar 550 persen dari tahun 2019 secara global. Hal yang sangat mengkhawatirkan karena bisa disalahgunakan dan dimanipulasi untuk penipuan, pornografi, dan tujuan jahat lain, yang berujung pada penyebaran disinformasi,” jelasnya.
Dia mengutip hasil survei UNESCO & IPSOS (2023) yang menujukkan lebih dari 80 persen masyarakat yang akan menghadapi pemilihan umum percaya bahwa disinformasi telah berdampak pada politik di negara masing-masing.
Survei ini juga menunjukkan Sebagian besar responden khawatir akan dampak dari disinformasi tersebut.
“Terlebih, dampak disinformasi bisa sangat luas, mulai dari potensi polarisasi politik, penurunan kepercayaan terhadap jurnalisme hingga proses demokrasi sendiri,” ungkap dia.
Lebih lamnjut Nezar Patria mengatakan, di era proliferasi AI dan ancaman disinformasi yang makin intensif, kelompok rentan memiliki risiko yang lebih tinggi terdampak dan menjadi korban penyalahgunaan teknologi.
Dalam hal ini ada tiga dampak dan viktimisasi yang mungkin terjadi, pertama, profiling yang didasarkan pada algoritma AI cenderung bias dan dapat disalahgunakan untuk menargetkan kelompok rentan.
Kedua, dalam beberapa kasus politik dan sosial yang terjadi di platform digital, persebaran disinformasi kerap ditujukan dengan sengaja menargetkan dan merugikan kelompok rentan.
“Ketiga, perempuan menjadi target dalam muatan pornografi yang sengaja diciptakan melalui teknologi Deep Fake,” tutur Wamenkominfo.
Oleha karenanya, Kementerian Kominfo memberikan perhatian penuh pada kelompok rentan seperti perempuan, masyarakat yang tinggal di area rural, kelompok disabilitas, lansia, dan kaum muda.
Caranya melalui pendekatan yang inklusif mampu menghadirkan teknologi digital yang dapat diakses dan diadopsi semua orang.
“(Kominfo) mendukung penggunaan internet serta layanan digital yang bermakna dan aman,” tandas Wamen Nezar.
Turut hadir di acara ini Guru Besar Sosiologi UGM Heru Nugroho, Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta Sugeng Bayu Wahyono, Peneliti Senior Depertemen Politik dan Perubahan Sosial Centre For Strategic and International Studies (CSIS) Vidhyandika Djati Perkasa, Wakil Dekan Bidang Keuangan, Aset dan Sumber Daya Manusia Khabib Mustofa UGM dan Manajer Program RUAS Indonesia Tarlen Handayani.(isn/infopublik)