SinarHarapan.id – Komisi III DPRD Provinsi Maluku akhirnya mengungkapkan penyebab kerusakan, yang sering terjadi pada oprit Jembatan Wai Kawanua, di Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng).
Oprit Jembatan adalah, timbunan tanah atau urugan dibelakang abutment yang dibuat sepadat mungkin, untuk menghindari penurunan. Oprit bisa terdiri atas timbunan pilihan, atau timbunan biasa dan membuat oprit berdiri kokoh.
“Ada cekdam milik Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku, yang harus segera dikeruk. Kenapa? Karena sedimennya sudah terlalu tinggi, sehingga menyebabkan air sering kali meluap. Cek dam itu luasnya 100 meter, dan tingginya itu 7 meter,” kata Saudah Tuanakotta/Tethool, Wakil Ketua Komisi III DPRD Provinsi Maluku, kepada wartawan di Ambon, Jumat (26/7/2024).
Menurutnya, jika cek dam tersebut dalam kondisi kosong, maka bisa menampung air yang berasal dari pegunungan, di sekitar cek dam maupun jembatan Wai Kawanua. Seharusnya, kata Saudah, jembatan Wai Kawanua yang sekarang ini harus dibangun berdampingan dengan cek dam, agar air tidak melebar, tapi terarah di bawah jembatan.
“Nah, ini kan jarak antara cek dam dan jembatan Wai Kawanua cukup jauh, maka jika debit airnya tinggi tentu akan menyebabkan air meluap dan merembes ke mana-mana dan tidak terarah. Kemarin perencanaan awalnya, jembatan itu harus berdampingan dengan cek dam, karena cek dam ini dibangun untuk mengamankan jembatan. Tetapi sayangnya, setelah dibangun cek dam, kedudukan jembatan sangat jauh. Kita membangun 1.000 jembatan pun, kalau hulunya tidak diperbaiki maka sama saja,” tegas Saudah.
Yang lebih parahnya lagi, lanjut Saudah, adalah lingkungan hutannya. Pasalnya, ada ijin Hak Pengelolaan Hutan (HPH) yang dikeluarkan instansi terkait. Sehingga menyebabkan, daerah di lokasi jembatan menjadi rawan bencana banjir dan tanah longsor.
“Kalau hutan itu bisa ditanami atau reboisasi, maka tidak akan ada banjir seperti ini. Jadi daerah serapan air di hutan sudah kosong, karena adanya ijin HPH yang diberikan pemerintah. Dan itu sangat berbahaya bagi sungai-sungai kita di Maluku,” tegas Saudah.
Menurutnya, harus ada koordinasi antara Balai Pelaksana Jalan dan Jembatan Nasional (BPJN) Maluku, BWS, dan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Maluku. “BPDAS itu memiliki tugas untuk mengawasi hutan yang berada di sekitar daerah aliran sungai. Pembiaran dari BPDAS itu, yang menyebabkan hutan rusak dan debit air semakin besar,” kata dia.
Saat disinggung mengenai kondisi terakhir Jembatan Wai Kawanua, Saudah mengaku, setelah Komisi III bersama BPJN dan BWS meninjau lapangan pekan lalu, terlihat jika BPJN sementara membangun jembatan darurat, agar oprit jembatan Wai Kawanua bisa segera diperbaiki.
“Konstruksi jembatan Wai Kawanua sangat kuat, cuma karena arus air yang deras sehingga menyebabkan oprit jembatan alami kerusakan. Saat ini BPJN sementara membangun jembatan kerangka besi. Ini dilakukan, agar proses pengerjaan jembatan Wai Kawanua bisa secepatnya diselesaikan,” tutup Saudah. (non)