SinarHarapan.id-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat pelaku tindak pidana korupsi yang berasal dari dunia usaha jumlahnya terus bertambah.
Hingga kini, dari total 1.515 pelaku tindak pidana korupsi yang ditangani, sebanyak 371 orang berasal dari para pelaku dunia usaha yang notabenenya berasal dari golongan masyarakat dengan pendidikan tinggi.
Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK Kumbul Kusdwijanto Sudjadi menjelaskan modus operandi yang paling banyak dilakukan oleh para pelaku adalah penyuapan dan pemberian gratifikasi kepada penyelenggara negara.
Hal itu dapat terjadi karena adanya keinginan para pelaku usaha agar bisa dimenangkan dalam tender yang diikutinya dalam konteks pengadaan barang dan jasa.
“Mereka (pelaku) usaha ingin memonopoli proyek-proyek yang ada di suatu daerah dan ingin mendapatkan prioritas tanpa mengikuti prosedur aturan yang berlaku seperti misalnya pengurusan perizinan,” kata Kumbul dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Jumat (2/6/2023).
Hingga Mei 2023, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat pelaku tindak pidana korupsi yang berasal dari dunia usaha jumlahnya terus bertambah. Hingga kini, dari total 1.515 pelaku tindak pidana korupsi yang ditangani, sebanyak 371 orang berasal dari para pelaku dunia usaha yang notabenenya berasal dari golongan masyarakat dengan pendidikan tinggi.
Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK Kumbul Kusdwijanto Sudjadi menjelaskan modus operandi yang paling banyak dilakukan oleh para pelaku adalah penyuapan dan pemberian gratifikasi kepada penyelenggara negara.
Hal itu dapat terjadi karena adanya keinginan para pelaku usaha agar bisa dimenangkan dalam tender yang diikutinya dalam konteks pengadaan barang dan jasa.
“Mereka (pelaku) usaha ingin memonopoli proyek-proyek yang ada di suatu daerah dan ingin mendapatkan prioritas tanpa mengikuti prosedur aturan yang berlaku seperti misalnya pengurusan perizinan,” kata Kumbul dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Jumat (2/6/2023).
Hingga Mei 2023, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat pelaku tindak pidana korupsi yang berasal dari dunia usaha jumlahnya terus bertambah. Hingga kini, dari total 1.515 pelaku tindak pidana korupsi yang ditangani, sebanyak 371 orang berasal dari para pelaku dunia usaha yang notabenenya berasal dari golongan masyarakat dengan pendidikan tinggi.
Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK Kumbul Kusdwijanto Sudjadi menjelaskan modus operandi yang paling banyak dilakukan oleh para pelaku adalah penyuapan dan pemberian gratifikasi kepada penyelenggara negara.
Hal itu dapat terjadi karena adanya keinginan para pelaku usaha agar bisa dimenangkan dalam tender yang diikutinya dalam konteks pengadaan barang dan jasa.
“Mereka (pelaku) usaha ingin memonopoli proyek-proyek yang ada di suatu daerah dan ingin mendapatkan prioritas tanpa mengikuti prosedur aturan yang berlaku seperti misalnya pengurusan perizinan,” kata Kumbul dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Jumat (2/6/2023).Hingga Mei 2023, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat pelaku tindak pidana korupsi yang berasal dari dunia usaha jumlahnya terus bertambah. Hingga kini, dari total 1.515 pelaku tindak pidana korupsi yang ditangani, sebanyak 371 orang berasal dari para pelaku dunia usaha yang notabenenya berasal dari golongan masyarakat dengan pendidikan tinggi.
Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK Kumbul Kusdwijanto Sudjadi menjelaskan modus operandi yang paling banyak dilakukan oleh para pelaku adalah penyuapan dan pemberian gratifikasi kepada penyelenggara negara.
Hal itu dapat terjadi karena adanya keinginan para pelaku usaha agar bisa dimenangkan dalam tender yang diikutinya dalam konteks pengadaan barang dan jasa.
“Mereka (pelaku) usaha ingin memonopoli proyek-proyek yang ada di suatu daerah dan ingin mendapatkan prioritas tanpa mengikuti prosedur aturan yang berlaku seperti misalnya pengurusan perizinan,” kata Kumbul dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Jumat (2/6/2023). Melihat kondisi tersebut, KPK hadir dalam Bimtek Dunia Usaha Antikoruppsi bersama Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI).
Lanjut Kumbul melihat perlu adanya kesadaran kolektif di masyarakat tentang bahayanya korupsi. Tentunya, jika dunia usaha dijadikan bahan ladang tindak pidana korupsi maka hasil atau kualitas layanan yang didapatkan tak akan maksimal. Pada akhirnya, lagi dan lagi masyarakat sebagai penerima layanan yang akan menjadi korban.
Di sisi lain, seiring angka pelaku tindak pidana korupsi pelaku usaha yang terus meningkat mengindikasikan bahwa pendekatan penindakan yang selama ini dilakukan perlu dibarengi dengan pendekatan pendidikan dan pencegahan. Dua pendekatan yang terakhir disebut, menurut Kumbul diharapkan mampu memberikan awareness kepada pelaku usaha untuk menjalankan usahanya dengan memegang teguh integritas.
“Oleh karenanya KPK berkomitmen untuk mendorong pelaku dunia usaha dan asosiasi agar tidak terlibat dalam praktik tindak pidana korupsi bagi pelaku dunia usaha dengan tujuan mendorong komitmen antikorupsi pada sektor dunia usaha melalui kolaborasi multisektoral,” ujar Kumbul.
Ketua Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) Dewi Smragdina berharap melalui bimtek kali ini, seluruh peserta bisa mendapatkan pemahaman terkait kaidah-kaidah umum dunia usaha yang berlaku dan sesuai dengan peraturan perundangan. Termasuk pula pemahaman pencegahan korupsi yang dinilai dari kerugian negara, implementasi antikorupsi dan risiko tidak pidana kepada peserta yang berprofesi sebagai penilai.
Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kementerian Keuangan, Muhammad Sigit mengapresiasi kehadiran KPK sebagai mitra. “Kolaborasi ini diharapkan dapat menciptakan sinergi, memberikan pemahaman tentang antikorupsi sehingga dapat membantu dalam mengambil kesimpulan yang benar terkait hasil penilaian,” terangnya.(isn/infopublik)