Nasional

KPK Ungkap Kecurangan RS Muhammadiyah Bandung dalam Layanan BPJS Kesehatan

×

KPK Ungkap Kecurangan RS Muhammadiyah Bandung dalam Layanan BPJS Kesehatan

Sebarkan artikel ini

StockReview.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan adanya kecurangan (fraud) yang dilakukan oleh Rumah Sakit (RS) Muhammadiyah Bandung, Jawa Barat, terkait layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kecurangan ini menyebabkan penghentian sementara kerja sama antara RS Muhammadiyah Bandung dengan BPJS Kesehatan hingga dilakukan perbaikan tata kelola keuangan di rumah sakit tersebut.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, menjelaskan bahwa keputusan ini diambil sebagai langkah tegas untuk mencegah terulangnya praktik kecurangan serupa. “Kerja sama dihentikan sementara sampai perbaikan manajemen selesai, dengan tujuan agar fraud tidak terjadi lagi,” ujar Pahala dalam pernyataannya.

Pahala mengungkapkan bahwa RS Muhammadiyah Bandung telah mengembalikan uang yang diperoleh dari tindakan curang tersebut kepada BPJS Kesehatan. Meskipun demikian, RS Muhammadiyah Bandung tidak dimasukkan dalam daftar rumah sakit yang akan diusut secara pidana oleh Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada unsur pelanggaran, pihak rumah sakit masih diberi kesempatan untuk memperbaiki diri tanpa harus menghadapi proses hukum yang lebih lanjut.

Lebih lanjut, Pahala menjelaskan bahwa KPK, bersama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta BPJS Kesehatan, telah memberikan tenggat waktu selama enam bulan kepada RS Muhammadiyah Bandung dan rumah sakit lainnya yang terlibat dalam fraud untuk mengembalikan dana yang diterima secara tidak sah dan melakukan perbaikan manajemen. “Masih dalam periode enam bulan ini,” tambah Pahala, menegaskan bahwa waktu perbaikan masih berjalan dan diharapkan rumah sakit tersebut dapat memanfaatkannya untuk melakukan perubahan yang signifikan.

Sebelumnya, KPK bersama Kemenkes, BPKP, dan BPJS Kesehatan telah melakukan pemeriksaan terhadap enam rumah sakit di tiga provinsi sebagai tindak lanjut dari temuan dugaan kecurangan yang dilaporkan oleh BPJS Kesehatan. Dari hasil pemeriksaan tersebut, ditemukan bahwa beberapa rumah sakit melakukan praktik yang merugikan negara, seperti phantom billing, yaitu pengajuan klaim untuk layanan yang sebenarnya tidak diberikan.

Sebagai contoh, di Provinsi Sumatera Utara, RS A diduga melakukan phantom billing dengan nilai kerugian negara yang mencapai antara Rp 1 miliar hingga Rp 3 miliar. Selain itu, RS B di provinsi yang sama juga dilaporkan memiliki nilai klaim antara Rp 4 miliar hingga Rp 10 miliar. Sementara di Provinsi Jawa Tengah, RS C dilaporkan dengan nilai klaim fiktif yang mencapai antara Rp 20 miliar hingga Rp 30 miliar.

Menurut Pahala, modus operandi yang digunakan oleh rumah sakit tersebut sangat rapi, mulai dari manipulasi dokumen kependudukan pasien hingga pembuatan rekam medis palsu untuk memperkuat klaim fiktif. “Di tiga rumah sakit ini, tercatat ada klaim untuk 4.341 kasus, tetapi sebenarnya hanya ada sekitar 1.000 kasus di catatan medis yang valid,” ungkap Pahala. “Sekitar 3.000-an klaim tersebut diidentifikasi sebagai fisioterapi yang ternyata tidak ada dalam catatan medis, sehingga dapat dikategorikan sebagai klaim fiktif.”

KPK bersama Kemenkes, BPKP, dan BPJS Kesehatan kemudian mengeluarkan peringatan keras kepada seluruh rumah sakit di Indonesia agar segera mengembalikan dana yang diperoleh dari tindakan fraud dan melakukan perbaikan tata kelola dalam kurun waktu enam bulan. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa seluruh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan mematuhi standar operasional yang berlaku dan tidak melakukan kecurangan yang merugikan negara serta masyarakat.

Dengan adanya tindakan tegas ini, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan kesehatan yang diselenggarakan melalui BPJS Kesehatan dapat tetap terjaga. Selain itu, rumah sakit di seluruh Indonesia diingatkan untuk selalu menjunjung tinggi integritas dalam memberikan pelayanan kesehatan dan tidak terlibat dalam praktik-praktik yang merugikan.