Nasional

Kurang Kuasai Permasalahan Hukum, Bos ILC Tersudut di Persidangan

×

Kurang Kuasai Permasalahan Hukum, Bos ILC Tersudut di Persidangan

Sebarkan artikel ini
Tjandra Sridjaja yang bergelar Doktor dan Master Hukum, juga sebagai dosen hukum di salah satu universitas di Jawa Timur, rupanya kurang faham permasalahan hukum di kasus Liliana Kyokushinkai. (Dok/SH.ID)

SinarHarapan.id – Tjandra Sridjaja, bos Indonesia Lawyer Club (ILC) jadi saksi pada perkara memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik di sidang Kyokushinkai.

Dalam sidang yang dipimpin hakim Ojo Sumarna SH.MH Selasa (20/6/2023), Tjandra tersudut sejumlah pertanyaan mengenai perkara yang mereka laporkan hingga naik pengadilan.

Tjandra yang bergelar Doktor dan Master Hukum dan juga sebagai dosen hukum di salah satu universitas di Jawa Timur itu, rupanya kurang faham permasalahan hukum di kasus Liliana Kyokushinkai tersebut.

Pasalnya, ia kurang faham mengetahui tentang prosedural formil sebuah keterangan yang harus berpedoman pada AD/ART sebagaimana akta pendirian perkumpulan Pembinaan Mental Karate (PMK) Kyokushinkai Karate-Do Indonesia yang ia dirikan sejak tahun 2015. Ketidak tahuan inilah yang kemudian menjadi perkara yang ia munculkan.

Penasehat hukum terdakwa Mohammad Muzayin SH.MH mengatakan keterangan saksi Tjandra Sridjaja dapat dipatahkan.

“Berdasarkan pemeriksaan saksi dan fakta persidangan, semua dalil-dalil yang disampaikan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan keterangan saksi Tjandra Sridjaja cenderung tidak relevan dan bisa dipatahkan oleh penasehat hukum terdakwa” Imbuh Muzayin, lewat gawai, Rabu (21/6)

Dia mengatakan, Pidana itu pembuktian materil, tetapi kemudian objek perkara berkaitan dengan surat atau akta. Maka, penyusunan prosedur pembuatan akta secara formil harus dijalankan dulu.

“Disini kami menitik beratkan pada aturan perkumpulan yaitu AD/ART yang mengatur tentang limitatif tata cara untuk melaksanakan keputusan atau perubahan dari satu organisasi” Kata Muzayin.

Secara formil pembuatan akta nomor 16 dan 17 itu tidak prosedural. Sehingga  jika terdakwa kemudian membuat akte nomor 8 tidak formill, yang menyatakan tidak pernah mengundurkan diri dari perkumpulan yang menjadi pokok perkara, sebenarnya tidak ada yang salah.  Jadi ini, tidak ada yang disebut keterangan palsu yang dibuat oleh terdakwa.

“Tadi kami tanyakan, apakah akta 16 dan akta 17 yang dijadikan dasar perkara terhadap terdakwah Liliana benar atau tidak. Apakah didalam akta 16 ada pernyataan saudara Liliana mengundurkan diri, ternyata hanya pengesahan. Para saksi mengatakan di akta 16 itu tidak ada pernyataan terdakwa mengundurkan diri” Kata Muzayin.

Sebelumnya, Dalam sidang yang digelar di ruang cakra Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (20/6) itu, Tjandra yang hadir menjabarkan tentang pendirian perkumpulan yang didirikan sejak tahun 2015 bersama terdakwa Liliana Herawati dan Bambang Irwanto dan kegiatan perkumpulan mengelola dana CSR serta arisan.

Meskipun detail penjelasannya, Tjandra tampaknya tak bisa menjelaskan pokok perkara tentang permasalahan keterangan palsu yang dibuat oleh terdakwah Liliana. Ia malah menjawab yang tidak ada revelansinya dengan pertanyaan bahkan suara saksi hanya cenderung meninggi.

Namun, ketika dicecar Penasehat Hukum terdakwa soal akta 16 tanggal 18 juni 2020 yang menjadi materi formil, tentang apakah ada pernyataan Liliana Herawati mengundurkan diri dari perkumpulan.

Tjandra yang awalnya memberikan keterangan dengan nada meninggi, tetapi tidak bisa membuktikan bahwa terdakwa mengundurkan diri dari Perkumpulan secara formal.

“Didalam akta nomor 16, itu tentu yang membuat bukan terdakwa”Ucap Tjandra yang juga ketua umum Perkumpulan Pembinaan Mental Karate (PMK) Kyokishinkai.

Kemudian, Hakim Ojo Sumarna menanyakan ke Tjandra , ada tidak secara redaksional Liliana menyatakan pengunduran dirinya.

Saksi Tjandra cenderung kurang bisa menjelaskan  bahkan disampaikan yang membuat akta bukan dia (terdakwa-red),. Ada ndak pernyataan terdakwa mengundurkan diri, sekali lagi pertanyaan hakim Ojo Sumarna. Dengan tegas Tjandra menjawab Tidak ada”

Dalam kesaksiannya soal akta nomor 8 tanggal 6 juni tahun 2022 tentang pengunduran diri terdakwa menurut Tjandra telah digunakan untuk pelaporan di Mabes Polri.

Kemudian, mengenai dana arisan. Saksi Tjandra dengan tegas mengatakan dana yang dikumpulkan itu merupakan dana Perkumpulan yang berada di rekening BCA atas nama perkumpulan dan kemudian di pisahkan ke rekening Artha Graha dan Bank Mayapada.

Sejumlah pernyataan saksi ini, dibantah terdakwa Liliana Herawati. Pasalnya, meski telah di sumpah dalam memberikan kesaksian, saksi terindikasi mengumbar kebohongan.

“Menurut terdakwa Akta 8 tertanggal 6 juni 2022, tidak pernah saya gunakan, kemudian dana arisan bukanlah milik perkumpulan melainkan akumulasi mengumpulkan dana dalam bentuk arisan dari tahun 2007″ Kata Terdakwa membantah kesaksian Tjandra Sridjaja.

Sebagaimana diketahui jumlah dana arisan yang dikelola sebagaimana versi terdakwa, uang arisan itu sebesar Rp11 Milyar, namun saldo terakhir di rekening BCA KCP Darmo atas nama perkumpulan hanya tersisa Rp16 juta dan bukti kami miliki.

Kendati demikian, mereka masih berkelit sisa uang senilai Rp7.9 Milyar yang dimana bukti saldonya tidak pernah di ketahui dan disampaikan terbuka ke peserta arisan termasuk juga terdakwa.  (non)