SinarHarapan.id-Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah sedang merumuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Pembahasan tersebut dilakukan untuk menjawab tantangan di sektor kesehatan.
Melalui keterangan yang diterima InfoPublik, Senin (29/5/2023), Tim Kawal RUU Kesehatan menyatakan bahwa penyusunan RUU Omnibus Law Kesehatan dilakukan secara terbuka, dengan partisipasi masyarakat sipil dan organisasi profesi.
Organisasi profesi dilibatkan sejak awal perencanaan RUU tersebut dilakikan pada 2022. Hal itu dapat dilihat pada “Undang- Undang dan RUU – Dewan Perwakilan Rakyat”https://www.dpr.go.id/uu/detail/id/319. Hearing Maret-April 2023 sampai pembahasan di Panja komisi IX-DPR juga dilibatkan.
Selain itu, tidak ada sentralisme kewenangan pada Kemenkes, yang ada adalah meniadakan kewenangan dalam hal rekomendasi pembuatan STR dan SIP.
Pemerintah juga melakukan simplifikasi yaitu STR 1x pembuatan dan SIP setiap 5 tahun.
Tidak ada satu pun Negara di dunia ini yang memberikan kewenangan pemberian rekomendasi SIP ke Organisasi Profesi (OP).
Peran OP sebagai mitra pemerintah untuk program-program kesehatan tidak dihapuskan. OP tetap eksis dan independen menjaga marwah, merangkul anggota untuk pengabdian masyarakat, perlindungan, peningkatan kompetensi.
Pemerintah mengusulkan wahana hospital based dalam pendidikan kedokteran, kata Tim Kawal RUU Kesehatan, karena sistem saat itu university based tidak bisa menjawab pemenuhan kebutuhan dokter spesialis sampai ke daerah pelosok tanah air, sehingga ditambah dengan sistem hospital based.
Berbagai cara di antaranya 2.500 beasiswa spesialis dan subspesialis, mendorong Pemerintah Daerah menganggarkan beasiswa, insentif nakes, infrastruktur, sarpras, hospital/collegium based untuk putera daerah.
Menambah Jaminan Perlindungan Hukum Nakes
RUU Kesehatan tidak sarat dengan kriminalisasi terhadap tenaga kesehatan (nakes). RUU Kesehatan malah akan menambah jaminan perlindungan hukum terhadap nakes. Salah satunya adalah memberikan jaminan hukum ketika nakes mendapatkan kekerasan fisik dan verbal.
Kemudian denda yang diberikan pun diturunkan menjadi hanya 10 persen (kategori 2) dari Rp100 juta menjadi Rp10 juta. Dalam hal itu, lebih mengutamakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan (mediasi) dan keadilan restoratif.
RUU Kesehatan juga menjamin kualitas tinggi moral dan etika tenaga kesehatan, karena langsung dikontrol oleh pemerintah. Di mana selama ini OP seringkali menerapkan standard ganda soal etika dan moral.
“Hal itu terlihat bahwa OP ikut mengiklankan dan bekerjasama dengan produk-produk minuman mineral dan sufor serta banyaknya isu seputar kerjasama nakes dengan pabrik obat,” demikian keterangan Tim Kawal RUU Kesehatan.
Kemudian, RUU Kesehatan pun memberikan jaminan bahwa tenaga kesehatan asing atau tenaga kesehatan yang lulus dari Universitas LN mendapatkan proses adaptasi yang transparan, berlapis, dan akuntabel.
Selama ini banyak dokter “anak bangsa” yang lulus dari Universitas LN, tidak bisa praktek akibat tidak transparan dan akuntabelnya proses adaptasi.
Semua yang dilakukan dalam penyusunan RUU tersebut semata-mata untuk masyarakat agar mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas.(isn/infopublik)