SinarHarapan.id-Deputi Standarisasi Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Anisyah, menegaskan pemerintah tengah merancang kebijakan pelabelan Bisfenol A (BPA) pada galon isi ulang bermerek untuk mengantisipasi dampak kesehatan pada masyarakat luas.

Hasil riset mutakhir menunjukkan bahwa kontaminasi BPA dalam jumlah tertentu pada kemasan pangan, termasuk galon air minum bermerek, dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti gangguan kesuburan, gangguan kardiovaskular, hingga risiko kanker ginjal, payudara, dan rahim, serta gangguan kesehatan lainnya seperti diabetes, obesitas, penyakit ginjal, dan gangguan perkembangan otak pada anak.

Anisyah menjelaskan bahwa rencana pelabelan BPA juga sejalan dengan tren global, di mana otoritas keamanan pangan di berbagai negara semakin memperketat pengawasan terhadap BPA pada kemasan pangan.

“Pasti ada concern bahaya dan safety. Kita di Indonesia terus terang sudah sangat tertinggal dalam soal pengetatan pengawasan BPA. Karena itu pemerintah berpandangan rancangan regulasi pelabelan BPA ini perlu terus disosialisasikan agar masyarakat mengetahui serta kalangan industri bisa mempersiapkan diri, beradaptasi dengan kebijakan baru pemerintah nantinya,” kata Anisyah merujuk pada ketetapan EFSA dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Selasa (31/10/2023).

Lebih jauh, Anisyah menyatakan poin penting lainnya dari rancangan pelabelan BPA pada galon air minum bermerek adalah pemerintah tidak melarang penggunaan polikarbonat, jenis plastik keras yang pembuatannya menggunakan BPA dan jamak pada galon isi ulang bermerek, sehingga dapat dipastikan tidak ada kerugian ekonomi bagi pelaku usaha.

Pelabelan BPA juga hanya berlaku untuk galon air minum bermerek dan tidak menyasar galon depot air minum isi ulang, katanya.

“Pelabelan risiko BPA adalah tantangan (challenge) bagi pelaku usaha untuk berinovasi untuk menghasilkan produk yang aman dan bermutu,” tegas Anisyah.

Regulasi pelabelan BPA, saat ini menunggu pengesahan final pemerintah, mewajibkan semua galon air minum bermerek yang beredar di pasar disertai label “Simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung dan benda-benda berbau tajam.”

Selain itu, galon bermerek yang menggunakan kemasan polikarbonat akan diwajibkan memasang label peringatan “Berpotensi Mengandung BPA.” Kewajiban pemasangan label peringatan risiko BPA ini akan berlaku bagi semua produsen air minum galon bermerek dalam waktu dua tahun setelah peraturan ini disahkan.

Sebelumnya Influencer ternama, dr. Richard Lee, MARS, Ph.D., Dipl. AAAM mengungkapkan belasan kota di Indonesia terindikasi terkena paparan kontaminasi Bisfenol A (BPA) dari galon air minum dalam kemasan (AMDK) isi ulang. BPA merupakan salah satu bahan penyusun polikarbonat, yang digunakan untuk membuat galon AMDK.

dr. Richard Lee, yang juga seorang dokter ahli di bidang kecantikan di Indonesia dalam sebuah podcast baru-baru ini membocorkan peta sebaran kontaminasi senyawa kimia berbahaya BPA pada galon isi ulang bermerek di wilayah Indonesia.

Dalam peta yang dia perlihatkan, tampak indikator kontaminasi BPA yang angkanya melebihi ambang batas aman terjadi di setidaknya 13 kota.

“Tak main-main, kota-kota tersebut termasuk Jakarta, Bandung, Kediri, Surabaya, Jember, Padang, Palembang, Medan, Banda Aceh, Aceh Tengah, Payakumbuh, Kendari dan Manado,” kata dr. Richard Lee.

Parahnya, lanjut dr. Richard Lee ,di 13 kota tersebut, masyarakat diketahui mengkonsumsi galon isi ulang bermerek dalam jumlah masif dan terus-menerus, utamanya oleh kalangan menengah ke atas yang terlanjur percaya galon bermerek lebih aman dan berkualitas.

Richard bilang peta sebaran kontaminasi BPA tersebut sumbernya dari materi presentasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait risiko BPA dan urgensi pelabelan BPA untuk perlindungan kesehatan publik.

Richard juga menampilkan slide presentasi BPOM terkait perkembangan regulasi persyaratan BPA di berbagai negara.

Dia memperlihatkan bahwa di Eropa, otoritas keamanan pangan, EFSA, menetapkan persyaratan ambang asupan harian atau Torelable Daily Intake (TDI) dari kemasan pangan yang mengandung BPA sebesar 0,0002 mikgrogram per kilogram berat badan per hari.

Angka itu 20.000 kali lebih rendah dari persyaratan TDI sebesar 50 mikrogram pada 2010. Disebutkan pula bahwa Eropa telah memperketat persyaratan migrasi (batas aman pelepasan) BPA dari kemasan pangan menjadi 0,05 bpj pada 2018 dari sebelumnya 0,6 bpj pada 2011.

Selain itu, dia juga menampilkan slide presentasi terkait pengaturan BPA di berbagai negara. Dia menunjukkan bahwa, berkebalikan dengan di Indonesia, BPA ternyata telah dilarang digunakan sebagai bahan baku pada kemasan pangan di Perancis, Brazil dan sejumlah negara bagian di Amerika Serikat.

“Saya berharap BPOM segera melakukan konferensi pers, klarifikasi, dan edukasi kepada publik karena isu ini sangat berkaitan dengan konsumsi orang banyak. Saya tidak ada kepentingan dengan pihak manapun, tidak membela pihak manapun, tidak punya juga perusahaan air minum. Perhatian utama saya adalah kesehatan, saya ingin minum sesuatu yang baik untuk kesehatan saya,” ujarnya.

Menurut Richard, risiko kontaminasi BPA pada air minum galon bermerek adalah isu publik yang sudah ramai diberitakan media.(isn/infopublik)