SinarHarapan.id – Suasana hangat terasa di ruang pertemuan sebuah hotel di Bali pada Rabu (8/10/2025) pagi. Lebih dari 70 perwakilan dari 13 negara berkumpul dengan satu tujuan: memperkuat komitmen bersama untuk memastikan setiap perempuan dan keluarga di Asia dan Pasifik dapat merencanakan masa depannya dengan bebas dan bermartabat.
Pertemuan bertajuk FP2030 Asia-Pacific Focal Points/South-South Learning Workshop itu berlangsung selama tiga hari, 8–10 Oktober 2025. Acara ini digagas FP2030 Asia and the Pacific Regional Hub bekerja sama dengan Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga/BKKBN), Kementerian Sekretariat Negara, serta UNFPA Indonesia.
Komitmen dan Kepemimpinan Indonesia
Dalam sambutan pembukaan, Sekretaris Kemendukbangga/BKKBN Prof. Budi Setiyono, Ph.D., menegaskan kembali komitmen pemerintah Indonesia untuk memperkuat layanan keluarga berencana berbasis hak.
“Selama lima dekade terakhir, Indonesia telah mencatat kemajuan luar biasa dalam pengelolaan kependudukan,” ujar Prof. Budi. “Integrasi layanan KB ke dalam sistem kesehatan ibu dan anak menjadi bukti keseriusan Indonesia dalam memastikan kesejahteraan keluarga.”
Ia menambahkan, kepemimpinan Indonesia di tingkat regional juga tampak melalui kerja sama Selatan-Selatan dalam mempercepat pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) dan International Conference of Population and Development (ICPD) Programme of Action (PoA).
Tantangan Besar di Asia dan Pasifik
Meski banyak kemajuan dicapai, kawasan Asia dan Pasifik masih menghadapi tantangan serius. Dari 214 juta perempuan di dunia yang belum mendapatkan layanan keluarga berencana yang mereka butuhkan, sekitar 140 juta tinggal di kawasan ini.
Setiap tahun, terdapat sekitar 21 juta kehamilan pada remaja usia 15–19 tahun—dan 43 persen di antaranya tidak direncanakan.
Kepala Perwakilan UNFPA Indonesia, Hassan Mohtashami, mengingatkan bahwa perencanaan keluarga adalah hak dasar.
“Kemampuan untuk merencanakan kehamilan, termasuk memilih metode kontrasepsi, adalah hak asasi manusia,” ujarnya. “Melalui FP2030, kita memperkuat upaya kolektif agar setiap perempuan dapat membuat keputusan yang tepat tentang hidupnya.”
Dialog dan Pembelajaran Lintas Negara
Lokakarya di Bali menjadi ruang bagi 10 negara yang telah berkomitmen pada FP2030—termasuk Bangladesh, India, Indonesia, dan Filipina—serta tiga negara lain yang sedang mempersiapkan komitmen, yakni Thailand, Kamboja, dan Timor-Leste.
Sumita Banerjee, Direktur Regional FP2030 Asia dan Pasifik, menyebut forum ini datang pada waktu yang krusial.
“Wilayah kita sedang mengalami perubahan demografi yang cepat, sementara wacana pronatalis meningkat. Perempuan dan kaum muda masih menghadapi hambatan dalam menegakkan hak-hak reproduksinya,” ujarnya.
“Dengan bekerja bersama, kita dapat membentuk ulang narasi keluarga berencana yang berpusat pada pilihan, hak, dan kesejahteraan.”
Dari Diskusi ke Aksi
Selama tiga hari, para peserta terlibat dalam diskusi mendalam tentang kemitraan Selatan-Selatan, komunikasi publik di era transisi demografi, mobilisasi sumber daya domestik, serta pencegahan kehamilan remaja.
Forum ini juga menampilkan kampanye Made Possible by Family Planning, yang menyoroti bagaimana akses KB dapat memberdayakan perempuan, memperkuat komunitas, dan menopang pembangunan berkelanjutan.
Diharapkan, rangkaian diskusi itu menghasilkan rencana aksi konkret untuk mempercepat pencapaian target FP2030—sebuah visi agar setiap individu di Asia dan Pasifik dapat memutuskan secara bebas, tanpa paksaan, apakah, kapan, dan berapa banyak anak yang ingin dimiliki.
Tentang FP2030 dan UNFPA
FP2030 merupakan kemitraan global yang mendorong perencanaan keluarga sukarela dan berbasis hak, dengan lima pusat regional yang menjembatani pemerintah, masyarakat sipil, dan mitra pembangunan.
Sementara itu, UNFPA Indonesia—yang telah bekerja sama dengan pemerintah sejak 1972—terus berkomitmen pada three transformative results: mengakhiri kematian ibu yang dapat dicegah, meniadakan kebutuhan KB yang tidak terpenuhi, dan menghentikan kekerasan berbasis gender.
Melalui forum seperti di Bali ini, komitmen itu menemukan wujudnya: kolaborasi lintas negara untuk memastikan masa depan yang lebih setara, sehat, dan berdaya bagi setiap perempuan di Asia dan Pasifik.