BeritaEkonomi

Pengamat Kebocoran 6 Juta Data NPWP Wajib Pajak Bisa Gugat DJP

×

Pengamat Kebocoran 6 Juta Data NPWP Wajib Pajak Bisa Gugat DJP

Sebarkan artikel ini

SinarHarapan.id – Sebanyak 6 juta data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) diduga bocor dan diperjualbelikan dengan harga sekitar Rp 150 juta.

Dugaan ini menimbulkan keresahan publik, terutama bagi wajib pajak yang datanya terancam disalahgunakan.

Menurut pengamat, wajib pajak yang datanya bocor berhak mengajukan gugatan terhadap Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman menyebut bahwa menurut Laporan Keuangan DJP Tahun 2022, hingga akhir tahun 2022 tercatat ada 70,29 juta wajib pajak terdaftar.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 65,12 juta adalah wajib pajak orang pribadi. Jika kebocoran data yang diduga mencapai 6 juta NPWP, ini mencakup sekitar 9% dari total wajib pajak orang pribadi.

“Dugaan saya, data yang dibocorkan adalah data ‘master file’ yang mencakup informasi pribadi seperti nama, alamat, nomor KTP, nomor telepon, dan jenis usaha wajib pajak,” ungkap Raden.

Menurut Raden, kebocoran data NPWP dapat berdampak buruk pada kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Selain itu, wajib pajak yang datanya bocor memiliki dasar hukum untuk mengajukan gugatan kepada DJP.

Pasal 34 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mewajibkan DJP untuk menjaga kerahasiaan data wajib pajak. Jika DJP terbukti lalai dalam menjaga kerahasiaan data, maka wajib pajak yang dirugikan dapat menggugat di pengadilan.

“Jika Direktorat Jenderal Pajak terbukti membocorkan data atau gagal menjaga kerahasiaan, wajib pajak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan,” kata Raden.

Raden menegaskan bahwa pemerintah perlu memperbaiki sistem informasi dan keamanan data dengan lebih serius.

“Bisa jadi, data yang diperjualbelikan saat ini merupakan data yang bocor sebelumnya atau bagian dari serangan ransomware yang diduga dilakukan oleh kelompok peretas Brain Cipher terhadap Pusat Data Nasional (PDN),” jelasnya.

Saat ini, pemerintah dianggap masih terkotak-kotak dalam pengelolaan sistem teknologi informatika, baik di kementerian maupun pemerintah daerah.

“Ke depan, pemerintah perlu satu sistem keamanan terpadu sehingga tanggung jawab jelas jika terjadi kebocoran data,” katanya.

Untuk memperkuat sistem keamanan DJP, Raden juga menyarankan penambahan anggaran guna memperkuat teknologi informasi. (rht)