SinarHarapan.id – Siti Elina, 24 tahun, perempuan bersenjata api yang mencoba masuk kompleks Istana Negara, Jakarta, diduga terkait dengan kelompok Negara Islam Indonesia (NII). Demikian pernyataan Polri, Rabu (26/10).
Siti Elina mencoba masuk ke kompleks istana Kepresidenan pada Selasa pagi dengan menodongkan senjata api ke arah anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang menghampirinya sebelum ditangkap.
“Dari hasil analisis kami, ditemukan Siti Elina terhubung media sosial kepada beberapa akun yang mengindikasikan ke arah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atau Negara Islam Indonesia (NII),” kata kepala badan bantuan operasi Detasemen Khusus (Densus) Antiteror 88, Kombes Aswin Siregar, dalam konferensi pers.
Kepolisian merujuk pada dua organisasi terlarang yang bertujuan mendirikan khilafah di Indonesia itu.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan, mengatakan Elina yang mengenakan hijab dan bercadar itu, saat kejadian, berjalan mendekati anggota Paspamres yang bertugas menjaga di depan pagar Istana Merdeka dan mengeluarkan senjata dari tas warna hitam. “Lalu, ia berusaha menerobos area steril atau Istana Negara dengan menodongkan senjata api,” kata dia.
Aswin melanjutkan dari pemeriksaan atas akun media sosial perempuan yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu, ditemukan dua orang lainnya yang juga terhubung dengan NII Jakarta, yaitu pria berinisial BU yang merupakan suami Elina, dan JM.
“BU dan JM diketahui sudah berbaiat kepada amir (pimpinan) NII, sehingga kami simpulkan penanganan ini harus melibatkan UU (undang-undang) penanggulangan terorisme,” ujarnya.
Aswin menjelaskan, BU menduduki jabatan pendamping bendahara NII Jakarta Utara. Sementara JM adalah murabbi atau guru yang mengajarkan doktrin-doktrin ajaran NII.
Pihaknya masih mencari motif sebenarnya dari tindakan Elina menerobos Istana Merdeka.
“Dalam pemeriksaan awal ini kami masih mencoba mencari keterhubungan dengan jaringan teroris yang ada. Motivasi dia datang ke Istana itu apa, kami akan coba analisis tak hanya dari tersangka tapi juga fakta yang ada,” jelas Aswin.
Dari penggeledahan di rumah tersangka, polisi menyita sejumlah barang termasuk senjata api jenis FN, dua senjata berjenis airsoft gun, dan pistol serta beberapa buku, kata Aswin.
Salah satu senjata tersebut, ujar Aswin, merupakan milik pamannya yang merupakan pensiunan anggota TNI.
Hal yang sama juga disampaikan Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi.
“Senpi (senjata api) ini baru sehari sebelumnya diambil secara diam-diam yang ternyata ini adalah milik pamannya. Kemudian dibawa saat ke Istana dan kita sudah sita,” ujar Hengki.
Hengki mengatakan, Elina kini resmi ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat menggunakan UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang penguasaan senjata api secara ilegal.
Selain itu, ujar dia, tersangka juga dijerat pasal 335 KUHP karena ada paksaan fisik dan psikis sehingga petugas harus melakukan “tindakan tegas dan terukur”.
Afiliasi ke NII Diragukan
Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Stanislaus Riyanta, meragukan perempuan bersenjata itu berafiliasi dengan atau simpatisan NII, sebaliknya mengatakan Elina kemungkinan lebih cenderung sebagai simpatisan ISIS.
“Selama ini perempuan yang terlibat dalam aksi teror lebih dominan dipengaruhi ideologi ISIS, bisa secara langsung oleh orang atau kelompok ataupun secara mandiri lewat media sosial,” kata Stanislaus kepada BenarNews.
Biasanya, kata dia, NII atau Jemaah Islamiyah (JI) tidak menempatkan perempuan di garis depan. Bahkan pedoman umum perjuangan Al-Jamaah Al-Islamiyyah menyebutkan bahwa yang bisa mengikuti “jihad” itu syaratnya laki-laki akil baliq.
“Jadi tidak mungkin anggota perempuan JI menjadi pelaku teror di garis depan. Polisi harus memastikan lagi melalui semua percakapan, komunikasi, media sosial atau data-data lain yang dimiliki pelaku tersebut untuk memastikan siapa yang mempengaruhi atau mendorong perempuan tersebut sehingga melakukan aksi di pagar istana,” ujar dia.
Ia menyebut pelibatan perempuan dalam terorisme sudah cukup banyak. Contohnya, pada kasus bom gereja dan markas polisi di Surabaya pada Mei 2018 serta kasus dua perempuan di Mako Brimob Depok pada tahun yang sama, kasus Sibolga pada Maret 2019, dan kasus terakhir, kata dia, penerobosan Mabes Polri yang dilakukan Zakiah Aini (25) pada Maret 2021.
Zakiah berdasarkan rekam jejak media sosial merupakan simpatisan ISIS yang tidak berafiliasi dengan kelompok atau jaringan manapun di Indonesia, dan melakukan aksi sendiri (lone-wolf).
Berdasarkan kronologi yang disampaikan kepolisian, Zakiah memasuki kompleks Mabes kepolisian dan melepaskan enam tembakan sebelum akhirnya ditembak mati oleh polisi.
Sementara itu, pengamat terorisme, Ridlwan Habib menyatakan HTI yang telah dibubarkan oleh pemerintah pada Mei 2017 itu jarang melakukan teror kecuali anggotanya ada yang sudah berganti ideologi organisasi.
“Ideologi HTI sendiri itu hanya mendirikan khilafah tanpa menggunakan bom. Mereka berjuang menggunakan wacana-wacana ataupun propaganda. Polisi harus hati-hati dalam menyelidiki,” kata Ridlwan seperti ditayangkan Kompas TV.
NII dideklarasikan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo pada 1949 di Tasikmalaya, Jawa Barat, dengan tujuan untuk membentuk Negara Islam di Indonesia.
NII dengan sayap militernya, Tentara Islam Indonesia cukup kuat pada tahun 1950-an dan menguasai sebagian besar wilayah Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Aceh. Pergerakan tersebut juga melakukan sejumlah serangan ke NKRI antara 1950-1960-an sebelum akhirnya ditumpas pada tahun 1962, dan Kartosuwiryo dieksekusi di depan regu tembak pada tahun yang sama.
Seperti juga HTI, walaupun sudah menjadi organisasi terlarang, ideologi NII tetap hidup di Tanah Air. NII disebut otoritas keamanan sebagai cikal bakal organisasi teroris Jemaah Islamiyah. (BenarNews.org)