SinarHarapan.id, Jakarta– PT Titan Infra Energy (TIE) angkat bicara mengenai persoalan pinjaman pihaknya ke kreditur sindikasi, menyusul demonstrasi Aliansi Warga Muara Enim-Lahat ke Plaza Mandiri di Jakarta, baru-baru ini.
Direktur Utama TIE, Darwan Siregar, mengapresiasi niat baik Bank Mandiri yang mengungkap tidak akan menzolim debitur.
Dalam pemberitaan sebelumnya, VP Corporate Communication Bank Mandiri Ricky Andriano menegaskan, para peserta kredit sindikasi bukanlah rentenir atau pinjol ilegal. Artinya, seluruh keputusan yang telah disepakati keempat institusi keuangan tersebut sudah melalui proses penilaian yang menyeluruh.
“Tidak mungkin keempat lembaga keuangan ini menzalimi debiturnya sendiri, karena hidup bank justru dari debitur,” pungkasnya.
Ia menambahkan Bank akan berupaya keras kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya jika debitur memiliki kemampuan membayar.
Sebaliknya, bila ada faktor force majeur tentunya bank akan melakukan restrukturisasi berupa rescheduling pembayaran, discount, dan opsi keringanan lainnya.
Darwan Siregar membenarkan, perusahaan mendapatkan fasilitas pinjaman dari kreditur sindikasi, yakni Bank Mandiri (60%). Selebihnya adalah CIMB Niaga (20%), Credit Suisse Singapore (10%) dan Trafigura (10%).
“Pada 28 Agustus 2018, TIE mendapatkan fasilitas loan dari sindikasi lenders sebesar USD 450 Juta. Utang ini berjangka waktu 5 tahun,” kata Darwan.
Dalam perjalanannya, kata Darwan, manajemen TIE melihat bahwa eksposur kredit terlalu tinggi maka diputuskan untuk menjual sebagian aset yang digunakan untuk agunan guna mengurangi pinjaman. Untuk diketahui, seluruh aset yang TIE agunkan nilainya jauh lebih besar dari pinjaman yang diberikan kreditur sindikasi.
“Keputusan manajemen TIE untuk menjual aset agar exposure loan tidak terlalu tinggi semata-mata bentuk kehati-hatian dan tanggung jawab kami sebagai debitur, untuk semaksimal mungkin menghindari gagal bayar,” kata Darwan.
Dia melanjutkan, keputusan penjualan aset tersebut mendapat respons yang positif dari 3 kreditur sindikasi, kecuali Bank Mandiri.
“Namun sayangnya setelah ditunggu-tunggu baru bulan Februari 2020, didapat jawaban dari Mandiri kalau permohonan tersebut ditolak,” ujarnya.
Setelah ditolak, kata Darwan, manajemen TIE kemudian memutuskan menjual aset lainnya, dan disambut positif oleh 3 kreditur sindikasi.
“Tapi jawaban dari Mandiri lambat sekali. Baru bulan Maret 2020 permohonan penjualan ini disetujui dengan syarat harus ada top up dana lagi. Sementara, bulan Maret 2020 situasi pandemi Covid sudah merebak, maka calon pembeli mengundurkan diri dan perusahaan juga tidak bisa melakukan top up dana seperti yang diminta. Maka otomatis transaksi batal,” papar Darwan.
Sebelum akhirnya transaksi batal, kata Darwan, manajemen TIE pada Februari 2020 sebenarnya sudah mempersiapkan corporate action untuk melakukan penjualan saham perdana (IPO).
“Namun sayangnya Covid datang, maka corporate action in tidak bisa dijalankan,” ungkapnya.
Pada tahun 2021 PT Titan telah membayar lebih dari USD 46 juta dan USD 35 juta di tahun 2022. Sementara jatuh tempo utang terbilang masih cukup lama yakni akhir tahun 2023.
“Tahun ini, TIE juga akan kembali mencicil pinjaman. Kami hanya minta keringanan waktu penyelesaian pelunasan selama satu tahun saja,” tutup Darwan. (Van)