Nasional

Purwosari Berhasil Lawan Antraks Berkat One Health, FAO dan USAID

×

Purwosari Berhasil Lawan Antraks Berkat One Health, FAO dan USAID

Sebarkan artikel ini
USAID mengunjungi peternakan yang menerapkan skema biosekuriti FAO-Kementerian Pertanian di Sleman.

SinarHarapan.id – Pada 2017, Desa Purwosari yang terletak di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, terserang Antraks, penyakit menular mematikan zoonosis, yang juga dapat ditularkan dari hewan ke manusia dengan menghirup spora Antraks, memakan daging yang terkontaminasi, atau melakukan kontak erat dengan hewan yang terinfeksi melalui luka yang terbuka. Gejalanya bisa bervariasi, mulai dari ruam kulit disertai koreng hitam, demam, atau gangguan pencernaan hingga gangguan pernapasan.

Purwosari telah melaporkan kematian 13 ekor kambing dan satu ekor sapi, serta 16 orang suspek terjangkit Antraks.

Wabah ini menjadi pengalaman yang menyakitkan bagi Sri Nawati, seorang petani berusia 34 tahun yang terinfeksi Antraks. “Kulit saya tiba-tiba merah dan gatal, tapi saya anggap itu hanya penyakit biasa,” ungkap Sri.

Setelah orang-orang menyadari bahwa dia mengidap Antraks, dia pun dikucilkan walaupun dapat dipastikan Antraks tidak menular dari manusia ke manusia.

“Hal ini menimbulkan kericuhan dan bahkan mendapat perhatian media. Desa tetangga tidak mau membeli ternak atau sayuran dari kami. Mereka menyebut desa kami Desa Antraks,” lanjut Sri.

Sri sendiri kehilangan sekitar 80% dari hasil penjualan ternaknya akibat situasi tersebut, dan kejadian tersebut cukup menimbulkan kerugian ekonomi bagi warga Purwosari lainnya.

Untungnya, dengan adanya respon cepat dari dinas perternakan setempat dalam menanggulangi wabah ini, penderitaannya tidak berlangsung lama. Sri mengungkapkan saat ternak di sekitar Purwosari dilaporkan mati, pihak dinas peternakan mengerahkan timnya untuk mengambil sampel darah untuk penelitian lebih lanjut, disinfeksi lingkungan, dan memvaksinasi seluruh ternak.

Kementerian Pertanian, FAO, dan USAID mengunjungi Desa Purwosari pada Mei 2023.

Lebih lanjut, dinas juga bermitra dengan petugas kesehatan setempat untuk mengedukasi warga desa tentang Antraks. “Saya berterima kasih kepada pejabat setempat atas respon mereka yang cepat dan tepat waktu dalam mengatasi penyakit ini. Saya berharap wabah seperti ini tidak akan terjadi lagi di desa ini,” kata Sri.

Suwaryono, peternak sapi berusia 60 tahun juga berbagi kisahnya. “Pemerintah berhasil menangani situasi ini dengan cepat dan ternak kami segera divaksinasi,” ungkap Suwaryono. “Hewan ternak sekarang sehat dan aman. Warga juga sudah mengetahui tindakan apa yang harus diambil jika ada tanda-tanda penyakit tersebut,” tambah Suwaryono.

Respons terhadap wabah Antraks berhasil dikarenakan dinas peternakan dapat menerapkan pengetahuan yang mereka peroleh dari inisiatif peningkatan kapasitas yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian dan Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) dengan dukungan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID).

Sejak 2006, sebagai tanggapan terhadap wabah Avian Influenza, kemitraan ini dimulai dengan Participatory Disease Surveillance and Response (PDSR) untuk meningkatkan respon zoonosis di peternakan unggas.

Pada 2016, pelatihan outbreak investigation dilakukan untuk mencegah penularan dari hewan ke manusia dan sebaliknya sekaligus meningkatkan kesiapsiagaan dan kapasitas respons petugas di Puskesmas dalam menangani wabah.

Pelatihan ini tidak hanya menghasilkan respons cepat terhadap wabah Antraks pada tahun 2017 tetapi juga membantu petugas setempat dalam melibatkan masyarakat dalam mengumpulkan data untuk respons yang lebih baik.

Desa Purwosari adalah bukti keberhasilan respons One Health pada zoonosis. “Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan bersama FAO, USAID, dan pemerintah daerah berupaya mencegah dan mengendalikan Penyakit Infeksius Baru, termasuk Antraks,” ujar Makmun, Sekretaris Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertania…