SinarHarapan.id – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menjatuhkan denda sebesar Rp 202,5 miliar kepada Google LLC.
Putusan ini merupakan sanksi finansial terbesar yang pernah dikeluarkan KPPU sejak berdiri 25 tahun lalu. Google LLC dinyatakan melanggar beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait penerapan Google Play Billing System.
Denda ini bahkan melampaui kasus kartel sapi impor di Jabodetabek pada 1 April 2016, yang menghasilkan denda Rp 170 miliar. “Ini adalah denda terbesar dalam sejarah KPPU,” tulis KPPU dalam siaran persnya, Jumat (31/1).
Putusan KPPU yang setebal 604 halaman telah tampil di laman resmi putusan.kppu.go.id. Dalam putusan tersebut terdapat penjelasan bagaimana Google LLC melakukan pelanggaran terhadap aturan persaingan usaha yang berlaku di Indonesia.
Pada 21 Januari 2025, Majelis Komisi membacakan putusan yang merinci perhitungan denda berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2021.
Berdasarkan regulasi tersebut, KPPU dapat mengenakan denda maksimal sebesar 50% dari keuntungan bersih atau 10% dari total penjualan di pasar terkait.
Baca Juga: Indonesia Denda Google Rp202,5 Miliar atas Praktik Monopoli
Sementara itu, Majelis Komisi menetapkan denda berdasarkan total penjualan, dengan batas maksimal 10% dari total pendapatan Google LLC di pasar bersangkutan. Perhitungan ini mencakup periode pelanggaran dari 1 Juni 2022 hingga 31 Desember 2024.
“Kami mempertimbangkan dampak negatif, durasi pelanggaran, serta faktor meringankan dan memberatkan,” kata KPPU.
Google LLC terbukti mewajibkan developer aplikasi menggunakan Google Play Billing System untuk transaksi dalam aplikasi. Data total penjualan dari hasil audit laporan keuangan Google LLC kepada Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat. Rata-rata total penjualan Google Play Store di Indonesia menjadi dasar perhitungan denda.
Pada akhirnya, dengan putusan ini, KPPU menegaskan pentingnya persaingan usaha yang sehat di Indonesia. “Kami ingin memastikan bahwa semua pelaku usaha mematuhi regulasi yang berlaku,” kata KPPU.
Harapannya, keputusan ini menjadi peringatan bagi perusahaan teknologi lain agar tidak melakukan praktik yang merugikan ekosistem digital Indonesia.