SinarHarapan.id- Rencana pemerintah memberikan gelar pahlawan untuk mantan presiden Soeharto menjadi pro dan kontra saat ini.
Pengacara Deolipa Yumara berikan pendapat mengenai gelar pahlawan bagi soeharto menurut sudut pandangnya.
Menurut Deolipa, penilaian terhadap sosok Soeharto tidak bisa dilihat dari satu sisi saja. Ia menekankan perlunya keseimbangan dalam menimbang jasa-jasanya dan kesalahan masa lalu mengingat rekam jejak panjang Soeharto selama 32 tahun memimpin Indonesia di era Orde Baru.
“Namanya juga pemimpin, pasti ada sisi baik dan buruknya. Kalau kita mau jujur, masa Orde Baru memang banyak hal yang ketat dan membatasi kebebasan. Tapi di sisi lain, pembangunan nasional berjalan dan negara tetap utuh. Jadi kita harus menimbangnya secara adil,” ujar Deolipa Yumara dalam wawancara eksklusif yang berlangsung di kantor Indigo Production, Caringin, Jakarta Selatan, Rabu (5/11/2025)
Deolipa menyebut, jasa besar Soeharto dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) patut diakui. Menurutnya, di tengah berbagai tantangan politik dan keamanan, Soeharto tetap mampu mempertahankan stabilitas nasional.
“Faktanya sampai sekarang Indonesia masih berdiri sebagai satu kesatuan. Dalam hal itu, Soeharto punya peran besar menjaga negara ini tetap bersatu,” jelasnya.
Meski demikian, Deolipa juga tidak menutup mata terhadap catatan kelam masa Orde Baru, seperti penembakan misterius (Petrus), peristiwa Tanjung Priok, serta pembatasan kebebasan berpolitik dan berekspresi.
“Keburukannya ada, tentu saja. Tapi kita tidak bisa hanya menilai dari sisi negatif. Semua presiden punya masa sulitnya sendiri. Yang penting, kita melihat warisannya bagi bangsa,” tambahnya.
Menanggapi perdebatan publik, Deolipa mengajak masyarakat untuk bersikap bijak dan objektif. Ia menilai pemberian gelar pahlawan kepada mantan presiden yang telah wafat sebaiknya didasarkan pada kontribusi besar terhadap bangsa dan negara.
“Kalau kita mau adil, siapapun yang sudah meninggal dan punya jasa besar menjaga kedaulatan negara, pantas disebut pahlawan. Kita belajar menghormati sejarah tanpa melupakan sisi kelamnya,” katanya.
Menutup wawancara, Deolipa menyampaikan pesan moral bahwa setiap orang bisa menjadi pahlawan bagi lingkungannya.
“Setiap orang adalah pahlawan untuk keluarganya, masyarakatnya, bahkan untuk bangsanya. Jadi maknanya bukan hanya gelar, tapi bagaimana kita mewariskan kebaikan dan menjaga keutuhan bangsa,” tutupnya.
Dengan pandangan yang moderat, Deolipa Yumara menilai bahwa gelar pahlawan bagi Soeharto dapat diterima dengan syarat masyarakat juga memahami konteks sejarahnya secara utuh melihat dari sisi jasa dan kontribusi, tanpa menutup mata terhadap kekurangan masa lalu.




