SinarHarapan.id – Sejumlah Advokat dari Kantor Hukum SES & Partner: C Suhadi SH MH, Dr M Eddy Ghozali dan M Intan Kunang SH MH berkirim surat ke Propam Mabes Polri terkait permohonan agar diberikan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap Laporan Polisi Nomor LP/B/92/III/2025/SPKT/POLDA KALIMANTAN BARAT atas nama Minarni Santi Khun.
Minarni yang merupakan Klien mereka, dijadikan tersangka oleh Pihak Polda Kalimantan Barat terkait tindak pidana dugaan Penggelapan 372 dan 374 KUHP sehubungan dengan dana Yayasan Milik Budi Luhur Abadi Pontianak dan/atau yang dahulu bernama Pek Khong Hui yang berubah sebagaimana akta No. 3 tahun 2025, yang diklaim tanpa dasar sebagai milik Yayasan Budi Luhur Pontianak oleh Pelapor dalam Laporan Polisi tersebut.
“Permohonan ini kami sampaikan berdasarkan temuan dalam gelar perkara yang dilakukan pada 6 Oktober 2025 pada Polda Kalimantan Barat,” kata Suhadi, Eddy dan Intan Kunang, dalam keterangan yang diterima Selasa (7/9/2025).
Dari hasil gelar perkara tersebut, imbuhnya, telah ditemukan fakta yang tidak dapat dibantah, perkara ini timbul karena ada dua Yayasan yang sedang memperebutkan dana Yayasan yang satu dengan yang lainnya. Dari gelar perkara tersebut juga ditemukan fakta bahwa Yayasan Budi Luhur Pontianak (Akta Pendirian No.64/2017) bukan merupakan turunan dari Yayasan Budi Luhur atau yang dahulu dikenal sebagai Yayasan Pek Kong Hui. faktanya yang merupakan turunan dari Yayasan Pek Kong Hui adalah Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak sebagaimana Akta No. 3 tahun 2025 yang telah menjadi Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak.
“Sejak berdiri tahun 1962 Yayasan Pek Kong Hui sebagaimana Akta Nomor 26 tanggal 20 Februari 1962 hingga tahun 2025 tidak pernah terafiliasi dengan Yayasan manapun termasuk dan tidak terkecuali dengan Yayasan Budi Luhur Pontianak, hal ini terbukti dengan diperbaharuinya Akta Yayasan Budi Luhur (sebelumnya Yayasan Pek Khong Hui) pada tahun 2025 sebagai Akta No. 3 tahun 2025, dengan nama menjadi Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak,” imbuh Suhadi, Eddy dan Kunang.
Dalam gelar perkara tersebut ditemukan juga bahwa dalam Akta Nomor 64 tahun 2017 terdapat nama-nama Pengurus dari Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak masuk menjadi pengurus di Yayasan Budi Luhur Pontianak, yang mana menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan hal tersebut tidak serta merta menggabungkan kedua Yayasan berbeda. Karena menurut UU Yayasan No. 16 tahun 2001 Jo. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004, yang pada intinya penggabungan Yayasan harus sejalan dengan Pasal 57 yang menyatakan :
Perbuatan hukum penggabungan Yayasan dapat dilakukan dengan menggabungkan 1 (satu) atau lebih Yayasan dengan Yayasan lain, dan mengakibatkan Yayasan yang menggabungkan diri menjadi bubar.
Dan Pasal 58 ayat (3) yang isinya berbunyi :
Rancangan akta penggabungan harus mendapat persetujuan dari Pembina masing-masing Yayasan.
Dan tata cara penggabungan lebih detail diatur dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2008, antara lain :
Bab X
Tata Cara Penggabungan Yayasan
Pasal 27
(1) Penggabungan Yayasan dilakukan dengan cara penyusunan usul rencana Penggabungan oleh Pengurus masing-masing Yayasan.
(2) Usul rencana Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya :
a. keterangan mengenai Nama Yayasan dan tempat kedudukan Yayasan yang akan melakukan Penggabungan;
b. penjelasan dari masing-masing Yayasan mengenai alasan dilakukannya Penggabungan;
c. ikhtisar laporan keuangan Yayasan yang akan melakukan penggabungan;
d. keterangan mengenai kegiatan utama Yayasan dan perubahan selama tahun buku yang sedang berjalan;
e. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan;
f. cara penyelesaian status pelaksana harian, pelaksana kegiatan, dan karyawan Yayasan yang akan menggabungkan diri;
g. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
h. keterangan mengenai nama anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas; dan
i. rancangan perubahan Anggaran Dasar Yayasan yang menerima penggabungan, jika ada.
“Dengan demikian salah besar apabila Pelapor mengatakan dengan “hanya” bergabungnya nama dari Yayasan Budi Luhur (dahulu bernama Pek Kong Hui) yang telah mengganti menjadi Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak ke Yayasan Budi Luhur Pontianak maka Yayasan itu menjadi bergabung. Pandangan ini jelas adalah pandangan yang sesat, karena suatu badan hukum tentang ada dan tidaknya penggabungan bukan dari “kira-kira”, akan tetapi harus berdasarkan hukum, yaitu keberlakuan UU Yayasan dengan segala turunannya,” papar Suhadi, Eddy dan Kunang.
Dari alas hukum yang tidak benar, urainya, Ahok Angking telah membuat Laporan Polisi No. LP/B/92/III/2025/SPKT/POLDA KALIMANTAN BARAT tertanggal tanggal 7 Maret 2025, kepada Kliennya tentang dugaan Penggelapan dan ternyata dari hasil gelar uang tersebut adalah uang uang Yayasan Budi Luhur (Pek Kong Hui) yang sekarang menjadi Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak, bukan uang uang dari Yayasan Budi Luhur Pontianak. “Hal ini jelas perbuatan Pelapor adalah sebagai perbuatan melawan hukum yang akan kami Proses menurut hukum, karena jelas perbuatan ini adalah perbuatan yang tidak dibenarkan menurut hukum,” jelasnya.
Bukan itu saja, menurut Suhadi, Eddy dan Kunang, langkah-langkah penyidik dan bahkan “mungkin” pimpinan Polda Kalimantan Barat, mengikuti pola Para Pelapor dimana penyidikan tidak mengacu kepada UU Yayasan, namun mengikuti irama Para Pelapor yang berdalih bahwa Yayasan Budi Luhur (Pek Kong Hui) sudah menjadi Yayasan Budi Luhur Pontianak, padahal kenyataannya antara Yayasan Budi Luhur (Pek Kong Hui) sekarang Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak dengan Yayasan Budi Luhur Pontianak TIDAK PERNAH menggabungkan diri sebagaimana disyaratkan dalam UU Yayasan, hal ini terlihat dari Akta Pendirian Yayasan Budi Luhur Pontianak No. 64/ 2017 tidak ada asal usul bahwa Yayasan ini terafiliasi dari Yayasan Budi Luhur (Pek Khong Hui) dan bukan itu saja, dalam gelar tidak terlihat adanya.