Nasional

Vonis TNI AL Jadi Momentum Revisi UU Peradilan Militer

×

Vonis TNI AL Jadi Momentum Revisi UU Peradilan Militer

Sebarkan artikel ini

Pengadilan Militer II-08 Jakarta menjatuhkan vonis bersalah kepada tiga anggota TNI AL dalam kasus penembakan bos rental di Tangerang.

Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena. (Foto: Amnesty International Indonesia)

SinarHarapan.id –  Pengadilan Militer II-08 Jakarta menjatuhkan vonis bersalah kepada tiga anggota TNI AL dalam kasus penembakan bos rental di Tangerang. Dua terdakwa, Klk Bah Bambang Apri Atmojo dan Sertu Bah Akbar Adli, menerima hukuman penjara seumur hidup dan pemecatan dari dinas militer. Sementara itu, Sertu Kom Rafsin Hermawan divonis empat tahun penjara dan juga dipecat dari dinas militer. Vonis bersalah tersebut harus menjadi momentum bagi pemerintah dan DPR untuk segera melakukan reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Kasus ini bermula dari pembunuhan berencana dan penadahan yang terjadi pada 2 Januari lalu di Rest Area Km 45 Tol Tangerang-Merak. Insiden ini menyebabkan seorang pengusaha rental mobil tewas dan satu korban lainnya terluka.

Majelis hakim tidak mengabulkan permohonan restitusi yang diajukan keluarga korban. Restitusi bertujuan untuk mengganti kerugian materiil dan imateriil yang di derita korban, seperti yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2022.

Militer Terlibat dalam Kasus Kriminalitas

Baca Juga: Amnesty International: Akhiri Impunitas, Adili Pelanggaran TNI

Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, menyampaikan keprihatinannya atas maraknya kasus pidana yang melibatkan personel militer. “Vonis ini menunjukkan banyaknya personel militer yang terlibat dalam kasus pidana umum seperti pembunuhan dan penadahan,” ujar Wirya.

Amnesty International mencatat 55 kasus pembunuhan di luar hukum pada 2024 yang melibatkan aparat keamanan, termasuk militer dan kepolisian. Sejak Januari 2025, terdapat sembilan kasus pembunuhan di luar hukum oleh aparat, dan empat di antaranya oleh anggota TNI.

Penyalahgunaan senjata oleh militer merupakan pembunuhan di luar hukum. “Ini bukan sekadar pembunuhan oleh warga sipil, tetapi pelanggaran serius oleh aparat negara,” tambah Wirya.

Dorongan untuk Merevisi UU Peradilan Militer

Putusan ini menjadi momentum bagi pemerintah dan DPR untuk merevisi Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Amnesty International menilai pengadilan militer seharusnya hanya menangani kasus yang berkaitan dengan kedinasan militer.

“Anggota militer yang terlibat dalam pidana umum harus di adili di pengadilan umum, bukan di pengadilan militer,” kata Wirya. Harapannya, pengadilan umum dapat menjamin transparansi, independensi, dan keadilan yang setara bagi semua warga negara.

Revisi UU Peradilan Militer mendesak demi menegakkan prinsip persamaan di hadapan hukum. Jika revisi segera terjadi, pengadilan militer bisa lebih fokus menangani kasus pelanggaran disiplin dan militer.

Kasus Lain yang Melibatkan Militer

Sementara itu, sepanjang awal tahun 2025, beberapa kasus kriminal yang melibatkan anggota militer terus terjadi. Pada 31 Januari, seorang anggota TNI AD berpangkat Pratu di duga membunuh kekasihnya di Tangerang Selatan, Banten.

Pada 15 Maret, seorang anggota TNI AL berpangkat Kelasi Dua menembak mati seorang pekerja sales mobil di Aceh Utara, Aceh.

Selain itu, pada 17 Maret, tiga polisi tewas saat menggerebek judi sabung ayam di Kampung Karang Manik, Lampung. Dua anggota militer kini menjadi tersangka dan sedang di periksa di Polisi Militer Angkatan Darat Mako Kodim 0427/Way Kanan.

Restitusi Penting untuk Keadilan Korban

Juga, Amnesty International menyayangkan keputusan hakim yang menolak permohonan restitusi. Restitusi di anggap penting untuk memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya. “Negara wajib memberikan kompensasi atas penyalahgunaan senjata oleh aparat negara,” tegas Wirya.

Restitusi meliputi kerugian materiil, seperti kehilangan harta benda dan biaya perawatan medis, serta kerugian imateriil, seperti trauma psikologis dan penderitaan. Pemberian restitusi ada dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2022.

Vonis bersalah terhadap tiga anggota TNI AL dalam kasus penembakan bos rental menunjukkan perlunya reformasi sistem peradilan militer. Revisi UU Peradilan Militer akan menciptakan sistem hukum yang lebih transparan dan adil. Pemerintah dan DPR perlu segera mengambil langkah konkret untuk memastikan semua warga negara, termasuk personel militer, tunduk pada hukum yang sama.