SinarHarapan.id-Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah berpartisipasi dalam sesi ke-80 Komite Perlindungan Lingkungan Laut (the 80th Session of the Marine Environment Protection Committee) (MEPC 80). Acara tersebut digelar di Markas Besar IMO, London, Inggris pada 3-8 Juli 2023.
Pertemuan dihadiri oleh negara-negara Anggota IMO, wakil-wakil dari badan-badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), serta para pengamat Intergovernmental Organizations (IGOs) dan Non-Governmental Organizations (NGOs), serta sejumlah asosiasi terkait industri pelayaran dengan status konsultatif.
Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Kawasan dan Lingkungan Perhubungan yang bertindak sebagai Ketua Pengganti I Delegasi Indonesia, Capt. Antoni Arif Priadi mengungkapkan, pertemuan tersebut membahas sejumlah agenda utama antara lain penyusunan revisi strategi IMO 2023 terkait penurunan emisi gas rumah kaca (GHG) beserta penentuan elemen upaya tindakan (measures).
Kemudian terkait pencegahan polusi laut dari kapal, efisiensi energi dari kapal, amandemen sejumlah ketentuan konvensi MARPOL, amandemen konvensi Ballast Water Management (BWM), isu sampah plastik laut, penyusunan pedoman penggunaan biofuel sebagai bahan bakar alternatif, serta perlindungan kawasan laut sensitif (PSSA).
“Dalam pertemuan ini disepakati antara lain penetapan program kerja MEPC dan Subsidiary Bodies untuk periode 2024-2025; penetapan jadwal MEPC 81 pada 22-26 April 2024,” ungkap Capt. Antoni sebagaimana dikutip InfoPublik pada Senin (10/7/2023).
Lebih lanjut dia memaparkan, melalui pembahasan dengan dinamika yang sangat intensif, MEPC 80 berhasil menyepakati revisi strategi IMO 2023 terkait penurunan emisi GHG, yang memuat visi dan misi, level ambisi dan kumpulan upaya tindakan (basket of measures) disertai dengan alur waktu (timeline) pelaksanaan kajian dampak komprehensif (Comprehensive Impact Assessment), serta tahapan pemilihan elemen basket measures jangka menengah (mid-term).
“Tercapai kesepakatan dengan narasi penguatan upaya efisiensi energi pada kapal; penurunan intensitas karbon dari industri pelayaran pada 2040 ditargetkan diturunkan menjadi sedikitnya 40 persen pada 2030 dibandingkan angka pada 2008; penggunaan teknologi nol atau rendah gas rumah kaca sedikitnya sebesar 5 persen, diupayakan 10 persen pada 2030; dan penurunan emisi GHG mencapai net zero pada kisaran waktu atau mendekati 2050,” papar Capt. Antoni.
Sementara itu, terkait penetapan economic measures, Indonesia menolak pemilihan measures yang dapat berdampak negatif pada perekonomian negara berkembang. Selain itu economic measures juga harus menjamin adanya transfer teknologi dan pengembangan kapasitas bagi negara berkembang dalam rangka transisi energi dan teknologi.
“Oleh karena itu, kami sampaikan bahwa Indonesia tekankan pentingnya pemilihan measures yang tepat untuk menghadapi urgensi perubahan iklim. Selain itu, Indonesia juga sampaikan pentingnya pengembangan penggunaan biofuel dalam transisi energi sambil mencari alternatif energi hijau lainnya,” ujarnya.
Indonesia lebih lanjut tekankan aspek keselamatan pelaut (seafarer) dalam penerapan teknologi baru terkait penerapan technical measure dan pentingnya peningkatan kapasitas teknis sumber daya manusia untuk menerapkan revisi strategi dengan efektif.
Di pertemuan MEPC selanjutnya tahun depan, elemen basket of measures serta kajian dampak komprehensif akan dibahas lebih rinci dan juga mengupas langkah-langkah kongkrit apa saja dari perspektif teknis bahan bakar dan kapal, serta pendekatan ekonomi yang diperlukan untuk mereduksi emisi ini.
“Indonesia juga mendukung pelaksanaan Comprehensive Impact Assessment dan meminta agar data dan informasi yang digunakan faktual dan memperhatikan kondisi masing-masing negara,” tutupnya.(isn/infopublik)