SinarHarapan.id – Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 mengungkapkan bahwa 1 dari 4 perempuan Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual sepanjang hidupnya. Fakta ini menunjukkan bahwa hal ini masih menjadi masalah serius di Indonesia.
Peringatan 16 HAKTP, berlangsung dari 25 November hingga 10 Desember, menjadi momentum untuk menegaskan kembali bahwa ini adalah pelanggaran hak asasi manusia yang harus dihentikan.
Sebagai bagian dari kampanye ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Indonesia menyelenggarakan acara “UNiTE 2024: Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan” pada 4-8 Desember di M Bloc Space, Jakarta.
Baca Juga: Amnesty International Desak Polisi Hentikan Kekerasan Terhadap Pengunjuk Rasa
“Perlindungan perempuan dan anak membutuhkan kolaborasi lintas sektor. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Perlu sinergi dengan masyarakat sipil, dunia usaha, media, komunitas lokal, dan mitra pembangunan seperti PBB,” ujar Menteri KPPPA, Arifah Fauzi, saat membuka UNiTE 2024 di Jakarta.
Selama lima hari, pengunjung dapat mengikuti diskusi, melihat pameran #NoExcuse. Yang menampilkan pakaian korban, menjelajahi Labirin Layanan Kekerasan terhadap Perempuan.
Serta mengikuti talkshow dan workshop dari berbagai organisasi perempuan. Tersedia juga layanan konsultasi dan ruang tenang untuk kebutuhan psikologis oleh Yayasan Pulih.
“Saatnya isu kekerasan terhadap perempuan bersuara lebih lantang agar tidak terpinggirkan,” kata Dwi Faiz, Officer in Charge for Country Representative UN Women Indonesia. “Mari pecahkan kesunyian, lawan impunitas, dan ubah pemikiran yang menormalisasi kekerasan.”
Hassan Mohtashami, Kepala Perwakilan UNFPA Indonesia, menekankan dampak buruknya terhadap kesehatan dan martabat perempuan.
“Kekerasan mengurangi kesempatan perempuan mencapai potensi penuh. UNFPA mendukung pemerintah mencegah dan menangani kekerasan berbasis gender,” ujarnya.
UNiTE 2024 menggarisbawahi pentingnya pendekatan kolaboratif untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan. Dengan memadukan advokasi, edukasi, dan layanan langsung. Kegiatan ini bertujuan memobilisasi dukungan publik, terutama generasi muda, untuk mencegah dan menghentikannya.