SinarHarapan.id – “Sejak Sandokan baru sekarang ada lagi kartun bernuansa Asia Tenggara yang muncul ke permukaan,” demikian ujar seorang mahasiswa yang memberikan respons usai presentasi Arrania, tokoh rekaan kolaborasi jurnalis Rieska Wulandari dan konsultan kreatif Harry Martawijaya di kelas program Bahasa dan Sastra Indonesia di Università degli Studi di Napoli L’Orientale Italia, pada Senin (12/5).
Sandokan yang dimaksud mahasiswa tersebut adalah karakter fiksi yang diciptakan oleh penulis Italia, asal Verona Emilio Salgari yang hidup pada tahun 1862-1911.
Novel petualangan Sandokan yaitu seorang bajak laut legendaris yang berlatar di Asia Tenggara, khususnya di Malaysia dan Indonesia, pada abad ke-19 juga dikenal sebagai “Harimau Malaysia” digambarkan sebagai seorang pahlawan yang pemberani, setia, dan memiliki jiwa petualang yang tinggi.
Perjuangan dan pertempuran melawan penjajah Belanda dan Inggris, serta hubungan cinta yang kompleks dengan seorang wanita bernama Lady Marianna, yang juga dikenal sebagai “Permata Labuan” membuat seri ini sangat populer di Italia apalagi ketika pada tahun 1960-an karya ini diadaptasi menjadi berbagai bentuk media, termasuk film, serial TV, dan komik. Sandokan adalah ikon dalam literatur petualangan dan bajak laut di Italia.
Dari Bandung Menuju Milan
Sementara Arriana Edia adalah karakter fiksi seorang jurnalis perempuan Indonesia yang tinggal di Italia, lahir dari kolaborasi profesional yang keduanya berasal dari Bandung, Rieska lahir di Bandung, mukim di Milan sejak 15 tahun terakhir dan Harry menghubungi dan mengajaknya melakukan inisiatif ini, gayung bersambut. Setahun lebih keduanya berusaha memformulasikan konsep, perwajahan, tema, visi, misi dan sebagainya.
Berbeda dengan Sandokan yang penuh nuansa kepahlawanan, Arrania lebih banyak menceritakan pengalamannya menghadapi tantangan hidup dalam gelombang perbedaan budaya, bahasa, perubahan gaya hidup, perspektif, peran, kehidupan sosial dan profesionalnya di era teknologi yang semakin kompleks.
“Setidaknya dengan adanya Arrania ini, kita bisa merefleksikan kebudayaan dan keseharian kita, karena ada perspektif lain, yaitu dari Arrania. Kita tidak perlu terjebak pada stereotipe, tapi setidaknya kita jadi sadar apa pendapat orang lain tentang kita,” ujar Professoressa Antonia Soriente, pengajar Bahasa dan sastra Indonesia yang telaten berkiprah di jalur ini sejak lebih dari 2 dekade.
Sementara Harry yang juga seorang ayah yang sangat mencermati isu parenting dan pendidikan mengaku prihatin dengan content media sosial yang cenderung kurang edukatif bahkan destruktif pada generasi muda.
“Kita sedang melawan isu brain rot dimana anak-anak muda lebih mengejar dopamine hit- lewat impulse scrolling media sosial yang tak jelas kualitasnya, saya harap Arrania yang dibuat dengan disiplin Ilmu jurnalisme bisa mengimbangi ketimpangan ini, tapi dengan cara yang ringan, misalnya dengan menyajikan trivia yang kami kurasi melalui proses riset,” ujarnya.
Rieska sendiri berharap kehadiran Arrania bisa memberikan kontribusi nyata terutama dalam mengurangi kemungkinan kesalahpahaman dan bisa membangun kedekatan emosional yang reciprokal dari kedua negara.
“Jurnalis adalah katalis, semoga dengan hadirnya Arrania masyarakat Italia lebih paham mengenal Indonesia dan vice versa,” ujarnya.
Bagi Anda yang menyukai tema kebudayaan, perpaduan Italia-Indonesia bisa ikuti akun Arrania yang saat ini tersedia salam platform media sosial Facebook, Instagram dan TikTok dengan nama akun seragam: Arraniaedia.