Nasional

Kapal Induk Ringan Italia, Babak Baru Laut Indonesia

×

Kapal Induk Ringan Italia, Babak Baru Laut Indonesia

Sebarkan artikel ini

Rencana TNI AL untuk memiliki kapal induk ringan ITS Giuseppe Garibaldi yang telah purna tugas dari Italia nampaknya akan semakin mendekati kenyataan setelah Bappenas menyetujui pagu pinjaman luar negeri sebesar 450 juta dolar AS.

ITS Giuseppe Garibaldi (Foto: Wikimedia Commons)

SinarHarapan.id – Rencana TNI Angkatan Laut untuk memiliki kapal induk ringan tampaknya semakin mendekati kenyataan. Co-Founder Jakarta Defence Society (JDS), Ade P. Marboen, Selasa (7/10), mengungkapkan bahwa Bappenas telah menyetujui pagu pinjaman luar negeri senilai 450 juta dolar AS untuk pengadaan kapal ITS Giuseppe Garibaldi yang telah purna tugas dari Italia. Selain itu, Bappenas juga menyetujui pinjaman sebesar 250 juta dolar AS untuk helikopter angkut dan 300 juta dolar AS untuk helikopter utilitas.

Menurut Ade, kehadiran helikopter tersebut akan memperkuat kemampuan kapal induk dalam berbagai misi, baik untuk operasi militer maupun tugas kemanusiaan lintas matra.

Kapal dengan Kapasitas Besar

Secara teknis, ITS Giuseppe Garibaldi memiliki panjang 180,2 meter dan lebar 33,4 meter, dengan tonase maksimum 14.500 ton. Kapal ini mampu melaju lebih dari 30 knot dan memerlukan sekitar 550 personel kapal serta 180 awak udara. Kapal induk ringan ini dilengkapi dengan sistem pertahanan Sea Sparrow, meriam Oto Melara 40L70, serta peluncur torpedo 324 mm. Dalam konfigurasi tempurnya, kapal ini mampu membawa hingga 18 pesawat AV-8B Sea Harrier II.

Kepala Staf TNI AL, Laksamana Muhammad Ali, menegaskan bahwa kapal induk ringan akan sangat berguna dalam operasi militer selain perang (OMSP), seperti misi kemanusiaan dan penanganan bencana alam. Dengan kemampuan membawa sejumlah helikopter, kapal ini dapat menjangkau daerah terpencil yang tidak dapat dilayani pesawat udara konvensional.

“Selama ini, kapal-kapal LPD TNI AL hanya mampu membawa dua helikopter. Kapal induk ringan akan memperluas jangkauan dan daya dukung operasi kemanusiaan,” ujar Laksamana Ali.

Belajar dari Negara Tetangga

Penggunaan kapal induk dalam misi kemanusiaan bukan hal baru. Thailand, misalnya, telah lama mengoperasikan kapal induk ringan HTMS Chakri Naruebet untuk menangani berbagai bencana, mulai dari banjir hingga tsunami.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia dianggap sudah sepatutnya memiliki aset strategis semacam ini. Kehadiran kapal LPD dan kapal rumah sakit (BRS) menunjukkan visi maritim Indonesia berada di jalur yang benar. Kapal induk ringan akan memperkuat langkah menuju kemampuan Blue Water Navy — armada laut dengan proyeksi kekuatan lintas samudera.

Tantangan dan Peluang

Meski banyak pihak mendukung, perdebatan tentang perlunya kapal induk masih hangat. Pihak yang menolak berpendapat bahwa Indonesia memiliki ribuan pulau yang bisa dijadikan pangkalan udara alami dengan biaya lebih murah daripada membeli dan merawat kapal induk.

Namun, menurut JDS, keunggulan kapal induk terletak pada mobilitasnya. Kapal induk bisa berpindah dengan cepat menuju wilayah krisis tanpa tergantung pada pangkalan statis. “Dengan wilayah Indonesia yang sangat luas, kapal induk bisa menutup kekosongan di area yang belum memiliki pangkalan udara,” kata Ade.

Selain itu, kapal induk juga menjadi sarana pelatihan bagi TNI AL untuk membentuk gugus tugas laut terpadu. Selama ini, pengoperasian aset strategis seperti kapal rumah sakit sering dilakukan tanpa pengawalan memadai. Kapal induk diharapkan mendorong pembentukan task force permanen yang terdiri dari kapal pengawal, kapal selam, dan kapal suplai.

Masa Pakai dan Modernisasi

Kapal ITS Giuseppe Garibaldi mulai beroperasi pada 1985 dan pensiun pada 2024. Galangan pembuatnya, Fincantieri, memperkirakan kapal ini masih bisa beroperasi 15–20 tahun lagi setelah perbaikan menyeluruh. Italia bahkan telah menyiapkan proposal modernisasi yang mengubah fungsi kapal menjadi platform untuk helikopter dan pesawat nirawak (UAV).

Rencana pembelian ini juga membuka peluang latihan bersama lintas matra. TNI AD, misalnya, dapat memanfaatkan kapal ini untuk latihan misi amfibi dengan helikopter Apache atau NBell 412, sementara TNI AU bisa menggunakan helikopter Caracal untuk misi penyelamatan atau logistik. UAV seperti TAI Anka-S dan Bayraktar TB3 juga dapat memperkuat operasi pengintaian dan amfibi.

Aspek Anggaran dan Pemeliharaan

Meski potensinya besar, pengadaan kapal induk tidak lepas dari tantangan anggaran. Pemerintah harus menyiapkan biaya operasional, pemeliharaan, dan perawatan jangka panjang. Dengan masa pakai hingga dua dekade, komitmen lintas pemerintahan menjadi kunci agar kapal induk tidak berakhir sebagai beban.

Selain kapal induk, diperlukan juga kapal suplai dan logistik yang mampu beroperasi lama di laut, membawa bahan bakar, air bersih, makanan, hingga suku cadang. Dukungan logistik ini bisa dilakukan oleh kapal bantu atau bahkan pesawat tanpa awak di masa depan.

Menuju Laut yang Kuat

Jika benar terwujud, pengadaan kapal induk ringan Giuseppe Garibaldi bukan hanya akan memperkuat proyeksi kekuatan TNI AL, tetapi juga menjadi tonggak penting dalam interoperabilitas tri matra. Kapal ini dapat menjadi laboratorium strategis bagi Indonesia untuk belajar mengelola kapal induk sebelum membangun sendiri di dalam negeri.

Langkah ini menandai babak baru perjalanan Indonesia menuju kekuatan laut yang lebih tangguh, dinamis, dan siap menjangkau setiap sudut nusantara.