Nasional

Jejak Perjuangan Dipatri di Istana: 10 Tokoh Raih Gelar Pahlawan Nasional

×

Jejak Perjuangan Dipatri di Istana: 10 Tokoh Raih Gelar Pahlawan Nasional

Sebarkan artikel ini

Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional dalam rangka memperingati Hari Pahlawan di Istana Negara, Senin (10/11).

SinarHarapan.id – Senin pagi di Istana Negara itu terasa berbeda. Udara hening sejenak ketika Presiden Prabowo Subianto memimpin prosesi mengheningkan cipta. Para tamu undangan menundukkan kepala, mengenang jejak para pejuang yang mengorbankan hidup demi kemerdekaan dan martabat bangsa.

“Sejenak mengenang arwah dan jasa-jasa para pahlawan yang telah berkorban… agar kita bisa hidup merdeka,” ucap Presiden Prabowo dengan suara pelan namun tegas.

Dalam suasana yang sarat haru dan penghormatan itu, negara resmi menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh bangsa melalui Keputusan Presiden Nomor 116/TK/2025, yang ditetapkan pada 6 November 2025.

Nama-nama yang diumumkan memantik memori kolektif bangsa—tokoh agama, pejuang emansipasi perempuan, buruh, diplomat, hingga pemimpin nasional.

Warisan Perjuangan

Penganugerahan gelar ini menjadi momen yang mengaitkan kembali berbagai lembar sejarah Indonesia. Di antara nama-nama yang ditetapkan:

  • K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) — Presiden ke-4 RI, tokoh pluralisme asal Jawa Timur.

  • Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto — Presiden kedua RI dari Jawa Tengah.

  • Marsinah — buruh perempuan yang menjadi simbol perjuangan hak pekerja, Jawa Timur.

  • Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja — mantan Menlu, perumus konsep Wawasan Nusantara di kancah hukum laut internasional.

  • Hajjah Rahmah El Yunusiyyah — pelopor pendidikan perempuan di Padang Panjang, Sumatera Barat.

  • Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo — tokoh militer dan pendidik, Jawa Tengah.

  • Sultan Muhammad Salahuddin — Sultan Sumbawa, tokoh kedaulatan NTB.

  • Syaikhona Muhammad Kholil — ulama kharismatik Bangkalan, panutan nahdliyin, Jawa Timur.

  • Tuan Rondahaim Saragih — pemimpin adat dan dimplomat lokal Sumatera Utara.

  • Zainal Abidin Syah — Sultan Tidore, tokoh pemersatu Maluku Utara.

Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan memberikan pertimbangan atas jasa mereka sesuai amanat UU No. 20/2009—yakni individu yang semasa hidup berjuang mempertahankan, mengisi, dan mempersatukan bangsa.

Nama Marsinah Menggema di Istana

Dari deretan nama tersebut, Marsinah—seorang buruh pabrik jam tangan di Sidoarjo—menjadi salah satu yang paling menyentuh hati publik. Ia gugur pada 1993 setelah memperjuangkan nasib rekan-rekannya. Kini, namanya diabadikan sebagai Pahlawan Nasional.

Di Istana, kakaknya, Marsini, tampak menahan haru. “Terima kasih sebesar-besarnya kepada Presiden Prabowo,” ujarnya lirih namun penuh kebanggaan.

Marsini mengenang masa kecil adiknya—gadis desa yang harus berjuang tanpa kehadiran orang tua, hanya bersekolah sampai SMP, dan bekerja sejak dini. “Saya tidak menyangka Marsinah bisa membanggakan seluruh Indonesia, khususnya Nganjuk. Sekarang Nganjuk punya Pahlawan Nasional.”

Ia juga menyampaikan terima kasih kepada aktivis buruh, serikat pekerja seperti KSPSI dan KSBSI, serta masyarakat yang setiap tahun menabur bunga di makam Marsinah.

Soeharto dan Gus Dur Digelari Pahlawan

Kehadiran keluarga besar Soeharto dan Gus Dur memberikan warna tersendiri. Dua tokoh besar bangsa dengan jejak sejarah yang kerap diperdebatkan publik—hari ini berdiri sejajar dalam pengakuan negara.

Putra Soeharto, Bambang Trihatmodjo, menyebut penganugerahan ini sebagai bentuk syukur. Mbak Tutut menambahkan, masyarakatlah yang akan menilai jasa sang ayah. “Kalau ada pro dan kontra itu wajar. Yang penting, lihat perjuangannya sejak muda untuk bangsa,” ujarnya.

Warisan Pendidikan dari Padang Panjang

Dari Padang Panjang, keluarga Hajjah Rahmah El Yunusiyyah membawa rasa haru sekaligus bangga. Tokoh yang mendirikan Diniyah Putri—lembaga pendidikan perempuan pertama di Indonesia—akhirnya diakui sebagai Pahlawan Nasional.

“Itu yang kami rasakan. Kami ucapkan terima kasih kepada pemerintah, khususnya Presiden Prabowo,” kata ahli warisnya, Fauzia Fawziah Muhammadin.

Lebih dari Sekadar Gelar

Bagi keluarga dan masyarakat yang hadir di Istana, penghargaan ini bukan sekadar titel, melainkan pengakuan atas nilai yang diwariskan para tokoh: keberanian, keikhlasan, dan pengabdian.

Hari Pahlawan tahun ini menjadi pengingat bahwa perjuangan tidak hanya dilakukan di medan tempur, tetapi juga melalui pena diplomat, ruang kelas, pabrik, pesantren, hingga istana.

Pada akhirnya, seperti pesan yang terpantul dari upacara pagi itu, gelar Pahlawan Nasional bukan tentang menyanjung masa lalu, melainkan menyalakan kembali api perjuangan bagi generasi hari ini.