SinarHarapan.id – Bantul, sebuah kabupaten yang terkenal dengan keragaman UMKM-nya, mulai dari kerajinan tangan hingga kuliner, menjadi rumah bagi berbagai usaha yang memanfaatkan kekayaan tradisional Indonesia. Salah satu UMKM yang mencuri perhatian Astra melaui YDBA di Bantul adalah Batik Akasia, sebuah usaha rumahan yang berhasil memproduksi batik berkualitas tinggi.
Sebagai bagian dari program tanggung jawab sosial Astra melalui YDBA mengembangkan strategi pembinaan UMKM yang mencakup beberapa sektor kunci. Mulai dari sektor manufaktur yang terhubung dengan rantai nilai bisnis Astra hingga bengkel umum roda dua dan roda empat, serta sektor kerajinan, kuliner, dan pertanian
Batik Akasia yang dimiliki oleh Ii Hurairoh menawarkan produk batik tulis dan batik cap dengan kualitas yang tidak kalah dengan batik produksi massal. Proses Pembuatan Batik yang Rumit dan Memakan Waktu Hurairoh, sang pemilik Batik Akasia, dengan tekun memproduksi batik tulis yang proses pembuatannya lebih panjang dan rumit dibandingkan batik cap.
Untuk membuat batik tulis, proses dimulai dengan menggambar pola pada kain mori, yang membutuhkan keterampilan dan pengetahuan mendalam akan motif-motif tradisional atau “pakem” batik. Setelah pola selesai, pembatik mulai mencoretkan malam menggunakan canting untuk menutup bagian kain agar tidak terkena pewarna.
Batik tulis memiliki keistimewaan tersendiri karena setiap goresan malam tidak pernah bisa dihasilkan dengan presisi yang sama, membuat setiap lembar kain menjadi unik. Berbeda dengan batik cap yang menggunakan stempel tembaga untuk mencetak motif secara seragam dan lebih rapi.
Setelah proses pencoretan malam dan pengecapan selesai, langkah berikutnya adalah pewarnaan. Teknik pewarnaan batik yang diterapkan di Batik Akasia sangat beragam, mulai dari penggunaan kuas besar hingga teknik colet untuk menghasilkan detail yang lebih halus.
Pewarnaan dapat dilakukan beberapa kali, tergantung pada jumlah warna yang diinginkan. Setiap tahap pewarnaan membutuhkan ketelitian agar motif batik tetap terlihat jelas dan menarik.
Hurairoh meyakini bahwa batik adalah busana yang tidak akan lekang oleh waktu. Dengan dasar kecintaan terhadap batik, ia memilih untuk menekuni usaha ini meski harus menghadapi persaingan yang ketat dari pengrajin batik lainnya di Bantul.
Ia percaya bahwa permintaan akan batik tetap tinggi, terutama setelah batik diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO pada tahun 2009. Hal ini membuka pasar yang lebih luas, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di luar negeri.
Meskipun persaingan di industri batik cukup ketat, Hurairoh tetap yakin bahwa batik memiliki pangsa pasar yang terbuka lebar, baik di kalangan orang tua maupun anak muda.
Popularitas batik di kalangan generasi muda semakin meningkat, terutama karena desain batik kini semakin bervariasi, mulai dari motif tradisional hingga motif kontemporer yang lebih modern dan menarik.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh Batik Akasia adalah edukasi kepada masyarakat mengenai perbedaan antara batik asli dan tekstil bermotif batik. Banyak konsumen yang masih
Dengan harga yang bervariasi, mulai dari Rp 200.000 hingga jutaan rupiah untuk kualitas terbaik, Batik Akasia menawarkan beragam pilihan bagi konsumen, dari motif tradisional hingga motif kontemporer yang lebih modern.
Ini membuktikan bahwa meskipun Batik Akasia diproduksi secara rumahan, kualitas yang dihasilkan tidak kalah dengan batik produksi massal dari pabrik besar.
Astra melalui YDBA menyadari bahwa keberhasilan UMKM dalam mencapai kemandirian tidak dapat dicapai hanya dengan dukungan finansial. Oleh karena itu, pelatihan yang diberikan mencakup berbagai aspek penting dalam bisnis, mulai dari pengelolaan sumber daya, produksi, hingga pemasaran.
Selama lebih dari empat dekade, Astra melalui YDBA telah membantu ribuan UMKM untuk naik kelas dan meningkatkan daya saing mereka di berbagai sektor. Salah satu capaian nyata YDBA adalah terciptanya lapangan kerja baru melalui pemberdayaan UMKM, yang pada akhirnya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal di berbagai daerah di Indonesia. (rht)