Ekonomi

Bank Dunia: Nilai Mata Uang Menyusut, Harga Pangan dan BBM Naik

×

Bank Dunia: Nilai Mata Uang Menyusut, Harga Pangan dan BBM Naik

Sebarkan artikel ini
Seorang karyawan menghitung uang Euro di kantor penukaran uang di pusat Kairo, Mesir. (VOAIndonesia)

SinarHarapan.id – Menyusutnya nilai mata uang di sebagian besar negara berkembang menjadi hal yang mengancam karena akan  memperburuk krisis pangan dan energi global. Kondisi ini telah mendorong kenaikan harga pangan dan bahan bakar. Demikian pernyataan Bank Dunia pada Rabu (26/10).

Ekonom senior Bank Dunia John Baffes mengatakan, “Kami telah melihat penurunan sejumlah harga komoditas dibanding level tertinggi yang dialami di awal tahun. Namun ketika kita melihat harga domestik, terjadi sedikit peningkatan di sana karena apresiasi dolar.”

“Pada saat yang sama, kami memproyeksikan harga-harga akan turun sedikit tahun depan. Ada sejumlah risiko terkait perkiraan kami. Risiko terbesar datang dari lingkungan makro ekonomi, di mana kita memiliki dolar yang kuat dan biaya pinjaman yang tinggi,” lanjut Baffes.

“Tetapi pada saat yang sama ada hambatan dari ekonomi global karena banyak negara yang mungkin akan mengalami resesi pada tahun 2023 nanti,” lanjut Baffes.

Dalam Outlook Pasar Komoditas terbaru, pemberi pinjaman multilateral itu mengatakan harga minyak di pasar global telah turun 6% sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari lalu. Namun, nilai tukar yang lemah telah membuat hampir 60% negara berkembang membayar lebih besar selama periode ini.

“Secara global harga energi telah banyak turun. Harganya sedikit turun pada kuartal terakhir ini. Namun, di Eropa harga energi tetap tinggi. Misalnya gas alam. Harga gas alam Eropa yang diperdagangkan selama beberapa bulan terakhir ini sepuluh kali lebih tinggi dibanding rata-rata lima tahun,” ujar Baffes.

“Ini kenaikan yang sangat besar. Kami juga melihat kenaikan harga yang tinggi pada energi lain, misalnya batu bara. Ada kenaikan harga batu bara sekitar 150 hingga 200%,” ujar Baffes.

Sementara itu, hampir 90% negara-negara ini juga mengalami peningkatan harga gandum yang lebih besar dalam mata uang lokal dibandingkan kenaikan dalam mata uang dolar Amerika. (VOAIndonesia)