SinarHarapan.id -;Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU), agar merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 33 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu.
Penyebabnya, ketentuan-ketentuan yang ada di regulasi tersebut merujuk pada penyelenggaraan Pemilu 2019, sedangkan penyelenggaraan Pemilu 2024 memiliki sejumlah perbedaan dengan Pemilu 2019.
Hal tersebut disampaikan Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, melalui keterangan tertulisnya, Kamis (6/4/2023).
Menurut Bagja, perbedaan tersebut di antaranya terkait dengan jangka waktu atau masa sosialisasi dan kampanye.
Pada Pemilu 2024, kata Bagja, masa sosialisasi lebih lama dibandingkan dengan masa kampanye.
Menurut Bagja, revisi terhadap PKPU No. 33/2018 menjadi penting untuk dilakukan guna memperbarui ketentuan-ketentuan terkait dengan kampanye dan sosialisasi pada Pemilu 2024.
Bagja juga mengingatkan kepada seluruh partai politik peserta Pemilu 2024 ataupun pihak-pihak terkait lainnya, agar tidak melakukan politik transaksional, seperti membagikan uang yang dapat terindikasi politik uang.
Jika partai politik peserta Pemilu 2024 ataupun pasangan calon presiden/wakil presiden melakukan politik transaksional, terutama setelah penetapan calon anggota legislatif dan pasangan calon presiden/wakil presiden, hal itu berimplikasi pada sanksi pembatalan sebagai peserta pemilu.
Sebelumnya, Bawaslu RI telah menindaklanjuti dugaan pelanggaran kampanye pemilu terkait bagi-bagi amplop yang dilakukan oleh anggota DPR RI, Said Abdullah di Sumenep, Jawa Timur, Jumat (24/3/2023) .
Hasilnya, bagi amplop tersebut dikategorikan tidak melanggar kampanye.
Bawaslu memandang terdapat potensi persoalan hukum dalam peristiwa tersebut, mengingat pembagian dilakukan di tengah berlangsungnya penyelenggaraan tahapan Pemilu 2024.
Namun, hasil pemeriksaan dan klarifikasi Bawaslu menunjukkan bahwa tidak terdapat dugaan pelanggaran pemilu dalam peristiwa tersebut.
“Dengan demikian, tidak dapat dilakukan proses penanganan dugaan pelanggaran pemilu,” kata Bagja.
Meskipun pembagian uang merupakan kebiasaan, hal tersebut berpotensi menjadi persoalan hukum. Mengingat dilaksanakan bertepatan dengan momentum penyelenggaraan Pemilu 2024.
Potensi itu terlebih karena terdapat logo partai politik dan foto seseorang. Penempatan logo dan foto diri dapat mengesankan citra diri seseorang yang merupakan salah satu unsur kampanye.
Peristiwa tersebut memiliki kesamaan dengan muatan kampanye pemilu. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur bahwa kampanye pemilu merupakan kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu.
Dalam kampanye pemilu terdapat larangan, salah satunya adalah dilarang dilaksanakan di tempat ibadah serta dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h dan j UU Pemilu.
“Meski demikian Bawaslu menilai peristiwa tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai kampanye pemilu,” kata Rahmat.
Berdasarkan PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024, masa kampanye selama 75 hari dimulai 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024. (atp/infopublik)