SinarHarapan.id-Kepulauan Indonesia terdiri lebih dari 17.299 pulau. Sebagian besar merupakan pulau-pulau kecil atau gugusan pulau-pulau kecil. Dari jumlah tersebut, 111 pulau merupakan pulau terluar yang infrastruktur dan pembangunan ekonominya kurang. Pulau-pulau tersebut merupakan kawasan strategis nasional khusus dan pelestarian lingkungan hidup, yang pembangunannya diprioritaskan untuk kepentingan nasional.
Kebijakan pengembangan kawasan strategis nasional telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Namun, pembangunan pulau-pulau kecil terkadang kurang menyeimbangkan upaya ekonomi, komunitas/budaya, dan lingkungan, sehingga berpotensi mengganggu keberlanjutan kehidupan masyarakat lokal.
Dalam mendukung pembangunan pulau-pulau kecil tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar lokakarya internasional tentang Small Island Research and Development (SIRaD), pada 29-30 Agustus 2023.
Berdasarkan kajian pulau-pulau kecil yang dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama kalangan akademisi, beserta pengembangan destinasi wisata oleh pemerintah dengan komunitas lokal atau lembaga internasional, interaksi dan komunikasi antar pemangku kepentingan adalah kunci utama, sebagai syarat dasar untuk meminimalkan dampak negatif pembangunan dan memaksimalkan manfaat untuk masyarakat lokal.
Untuk menyediakan wadah interaksi dan berbagi hasil kajian pulau-pulau kecil, perilaku masyarakat lokal, dan pengelolaan pulau, BRIN dan Institut Teknologi Indonesia (ITI) menyelenggarakan lokakarya internasional tentang Small Island Research and Development (SIRaD), mengusung sub tema tentang ketahanan air dan kehidupan berkelanjutan bagi masyarakat lokal.
Ketua Komite Nasional untuk program Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) UNESCO-BRIN Wahyu Widodo Pandoe mengatakan, terdapat dua perubahan yang diharapkan sebagai hasil jangka panjang dari kegiatan tersebut. Pertama, adanya perubahan besar pada tingkat masyarakat menuju pengelolaan sumber daya air lokal yang berkelanjutan, melalui adopsi dan penerapan strategi pengelolaan baru dengan partisipasi seluruh pemangku kepentingan dan penerima manfaat dari masyarakat kepulauan.
“Kedua adalah perubahan pada tingkat kebijakan, mencakup adopsi, implementasi yang efektif, dan evaluasi terdokumentasi atas saran kebijakan yang dihasilkan oleh proyek yang sedang berjalan,” kata Wahyu Widodo Pandoe dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (29/8/2023).
Sebagai contoh, dua pulau tujuan wisata di Indonesia berpotensi menghadapi risiko kehidupan yang tidak berkelanjutan di masa depan. “Kami memilih dua studi kasus pulau-pulau kecil, yaitu Pulau Pari dan Pulau Weh karena dua alasan. Pulau Pari merupakan sebuah pulau karang yang terletak di dekat ibu kota negara Indonesia. Pencemaran laut merupakan masalah paling kronis yang dihadapi masyarakat lokal seperti sampah laut, kebocoran minyak kronis, dan limbah rumah tangga. Saat ini permasalahan lingkungan hidup seperti kelangkaan air tawar, genangan pantai, dan erosi pantai menjadi isu lingkungan yang sedang hangat di Pulau Pari,” ungkapnya.
Sedangkan, Pulau Weh, lanjut dia, merupakan pulau vulkanik dengan beberapa sesar yang tersebar di dalam pulau tersebut. Pulau ini memiliki tipe pesisir yang beragam, mulai dari pesisir datar di timur hingga pesisir terjal di sisi barat. Kualitas air laut jauh lebih bersih dibandingkan Pulau Pari, hanya sedikit sampah laut pada bulan-bulan tertentu. “Kedua pulau tersebut mempunyai permasalahan yang sama, yaitu kelangkaan sumber daya air tawar,” ujarnya.
Wahyu menyebut, terdapat tiga hasil yang diharapkan dari penyelenggaraan lokakarya inernasional ini. Pertama, dicanangkannya Rekomendasi Pengembangan dan Penelitian Pulau-Pulau Kecil, berupa ringkasan kebijakan yang akan disusun oleh sekelompok ahli nasional, dan disampaikan kepada pemerintah daerah dan instansi terkait lainnya.
Hasil selanjutnya adalah terbentuknya Jaringan Penelitian dan Pengembangan Pulau Kecil, di mana hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan kerja sama dan kolaborasi di tingkat nasional dan regional. “Lalu International Workshop Report akan disusun setelah kegiatan lokakarya, dan akan diserahkan ke Kantor UNESCO, Jakarta, paling lambat 30 Desember 2023,” tuturnya.
Sebagai informasi, kegiatan ini akan dihadiri Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, Rektor ITI Marzan Aziz Iskandar, Direktur UNESCO Jakarta Maki Katsuno Hayashikawa, dan Komisi Nasional untuk UNESCO Itje Chodijah.
BRIN juga turut mengundang pakar internasional dari Tiongkok, Jepang, Korea, dan Malaysia untuk berbagi pandangan. Para ahli tersebut merupakan bagian dari Kelompok Kerja Regional IOC-Westpac untuk studi pulau-pulau kecil yang dibentuk pada 14th Intergovernmental Session of IOC UNESCO Western Pacific Region pada April 2023.(isn/infopublik)
Sumber Foto: Screenshot dari Zoom Meeting