Internasional

Dari Sagu hingga Salak, Diplomasi Pangan Indonesia di Roma

×

Dari Sagu hingga Salak, Diplomasi Pangan Indonesia di Roma

Sebarkan artikel ini

Indonesia promosikan aneka ragam pangannya di pameran global FAO di Roma.

Indonesia memamerkan kekayaan ragam pangan lokalnya di pameran global ‘From Seeds to Foods’ atau ‘Dari Benih hingga Pangan’, yang diselenggarakan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa di Roma, Italia, pada 10-13 Oktober 2025. (Foto: FAO/Riccardo De Luca)

SinarHarapan.id – Indonesia memamerkan kekayaan ragam pangan lokalnya di pameran global ‘From Seeds to Foods’ atau ‘Dari Benih hingga Pangan’, yang diselenggarakan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa di Roma, Italia, pada 10-13 Oktober 2025.

Indonesia bergabung dengan ratusan negara lain dalam memamerkan tradisi dan teknologi pangannya di Taman Porta Capena di jantung kota Roma, untuk memperingati Hari Pangan Sedunia dan Peringatan 80 Tahun FAO pada 16 Oktober 2025.

Pameran ini menjadi bagian dari perayaan Hari Pangan Sedunia dan 80 tahun berdirinya FAO—sebuah momentum yang mengingatkan dunia pada arti kerja keras petani, keberlanjutan, dan ketahanan pangan global.

Menghadirkan Rasa Nusantara

Indonesia tampil dengan empat komoditas unggulan dari berbagai penjuru negeri: beras organik dari Subang, Tasikmalaya, dan Magelang; pisang kepok dari Lumajang; salak dari Karangasem; serta sagu dari Sentani. Empat pangan ini tak hanya mewakili kekayaan alam, tapi juga sistem sosial dan budaya yang menopang hidup jutaan petani.

“Di balik setiap butir beras atau buah ada tangan para petani, baik pria maupun wanita, muda maupun tua, dan mereka tidak hanya pantas mendapatkan pujian tetapi juga rasa hormat, keadilan, dan pengakuan atas kerja keras mereka dalam menanam makanan kita,”  ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy dalam pembukaan pameran, Jumat (10/10).

Pangan sebagai Diplomasi

Partisipasi Indonesia di Roma bukan sekadar soal promosi produk, melainkan juga diplomasi pangan. “Kehadiran kami mencerminkan komitmen untuk mentransformasi sektor pertanian menjadi lebih modern, berkelanjutan, dan berdaya saing,” kata Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Ali Jamil.

Melalui program seperti swasembada pangan dan pemberdayaan petani, pemerintah berupaya memperkuat rantai nilai lokal sekaligus memperluas akses pasar global. “Kami menyambut kemitraan dan investasi internasional untuk mengembangkan potensi besar sektor pangan dan pertanian Indonesia,” ujarnya.

Jejak Panjang Kerja Sama dengan FAO

Kerja sama Indonesia dengan FAO sudah berlangsung sejak 1948. Dalam inisiatif One Country One Priority Product (OCOP), petani pisang mas di Lumajang, Jawa Timur, mendapat pendampingan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas panen.

Di Papua, program bersama FAO dan Kedutaan Besar Selandia Baru membantu membangun unit pengolahan sagu skala kecil dan memperkuat kapasitas masyarakat adat agar produksi sagu lebih berkelanjutan. Hasilnya bukan hanya pada peningkatan ekonomi, tapi juga pelestarian budaya dan pangan lokal.

Sementara di Bali, sistem agroforestri salak Karangasem menjadi kebanggaan tersendiri. Kawasan ini telah diakui sebagai Sistem Warisan Pertanian Penting Global (GIAHS) FAO—pengakuan dunia terhadap praktik pertanian yang selaras dengan alam dan kearifan lokal.

Tradisi dan Inovasi Berjalan Bersama

“Indonesia memiliki pangan yang mencerminkan tradisi dan budaya yang kuat, sekaligus keterbukaan terhadap inovasi menuju masa depan berkelanjutan,” ujar Rajendra Aryal, Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor-Leste.

Menurut Aryal, pameran ini memperlihatkan bagaimana tradisi dan inovasi dapat berjalan beriringan—sebuah cerminan semangat Indonesia dalam menjaga akar budaya sekaligus menatap masa depan.

Panggung Dunia untuk Petani

Pameran From Seeds to Foods bukan sekadar ajang kuliner, melainkan perjalanan edukatif melintasi rantai nilai pangan dunia. Pengunjung dapat melihat teknologi pertanian terbaru, berdialog dengan para ahli, hingga mencicipi makanan dari berbagai negara.

Tahun ini, FAO menandai 80 tahun kiprahnya dalam upaya global mengatasi kelaparan dan malnutrisi. Pameran di Roma menjadi bagian dari World Food Forum ke-5, forum internasional yang mengusung tema “Bergandengan Tangan untuk Pangan dan Masa Depan yang Lebih Baik.”

Dengan visi Four Betters—produksi, nutrisi, lingkungan, dan kehidupan yang lebih baik—Indonesia hadir bukan hanya membawa cita rasa, tetapi juga semangat gotong royong dalam ketahanan pangan dunia.

Di antara hamparan stan dan aroma pangan dari berbagai benua, stan Indonesia menyajikan pesan sederhana namun kuat bahwa pangan bukan sekadar komoditas, tetapi kisah manusia, budaya, dan masa depan bersama.