SinarHarapan.id – Komisi Informasi menjadi salah satu lembaga sampiran negara yang menurut beberapa kalangan mendesak untuk dievaluasi agar mampu menjalankan tugasnya mendorong pengelolaan lembaga publik yang bersih, transparan dan akuntabel sesuai cita-cita demokrasi.
Hal tersebut disampaikan dua pengamat dan praktisi kebijakan publik senior dalam kegiatan Bincang Media untuk Keterbukaan Infomasi, Rabu (23/11/2022).
Sejak undang-undang keterbukaan informasi dimunculkan, publik memiliki harapan besar akan berkembangnya keterbukaan informasi badan-badan publik. Hadirnya Komisi Informasi yang merupakan bagian dari undang-undang tersebut merupakan upaya percepatan konsolidasi demokrasi di Indonesia.
Dengan badan-badan publik yang lebih terbuka dan akuntabel, harapan percepatan demokratisasi menjadi lebih tinggi dengan partisipasi publik. Namun harapan publik tersebut menjadi terlihat berat bila melihat stagnasi indeks keterbukaan informasi dan indeks demokrasi saat ini. Peran dan optimalisasi Komisi Informasi menjadi pertanyaan banyak pihak karena dianggap kurang informatif dan komunikatif.
Beberapa ketidakoptimalan kinerja Komisi Informasi diantaranya tak lepas dari isu kurang harmonisnya hubungan antar beberapa komisioner yang memiliki kepentingan, pemanfaatan fasilitas kedinasan Lembaga, hingga soal etika kunjungan kedinasan yang berpotensi memiliki konflik kepentingan.
Belum lagi isu jabatan ganda yang beberapa waktu lalu juga sempat menjadi perbincangan beberapa khalayak.
Hal tersebut tentu dapat mengganggu integritas Komisi Informasi dalam mengawal keterbukaan informasi badan-badan publik agar lebih transparan dalam mengembangkan kebijakan publik untuk dapat memperkuat indeks demokrasi Indonesia menjadi lebih baik.
Menurut pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio peran Komisi Informasi Pusat (KIP) hingga saat ini belum dirasakan oleh publik dan kinerja KIP nyaris tak terdengar publik. Kalaupun ada terlihat tidak menyatu,” tutur aktivis senior tersebut.
Hal tersebut terjadi, lanjutnya, diakibatkan para komisioner KIP kerap tidak satu kata secara internal dalam berperan memajukan iklim informasi publik yang terpercaya. Di media sosial ataupun media arus utama juga KIP nyaris tak terdengar dan memang sering tertinggal dalam mengurus isu-isu publik yang sedang ramai diperbincangkan.
Alih-alih fokus mengawal keterbukaan informasi badan publik, kurang harmonisnya hubungan antar komisioner justru berpotensi mengabaikan tujuan mengawal transparansi informasi dan kredibilitas badan publik.
Terlebih Ketika persoalan kurang harmonisnya tersebut lebih kepada persoalan ambisi mempertanyakan kredibilitas satu dengan yang lain, saling memberikan sentimen negatif pada masing-masing posisi, dan kinerja kedinasannya.
Dalam posisi pemberitaan maupun keaktifan di media sosial, Komisi Informasi terlihat kurang komunikatif dan informatif berinteraksi menghadapi dinamika berbagai isu penting dan strategis bangsa saat ini.
Nyaris sepanjang Mei hingga Juli 2022, komunikasi yang dilakukan KIP konsisten berada di ada di posisi bawah di antara sesama lembaga sampiran negara (state auxiliaryagencies).
Pengamat Kebijakan Agus Pambagio menilai sejauh ini KIP masih terbatas sebagai terminal pencari pekerjaan dan belum dapat menjadi acuan publik agar dapat menjadi lembaga yang terpercaya dan dapat mengubah kebijakan yang diterapkan.
Dalam kesempatan yang sama Freddy H Tulung, praktisi komunikasi publik yang mantan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo menilai, indeks keterbukaan informasi tidak mengalami kemajuan yang signifikan dan indeks demokrasi pun masih terbilang mengalami stagnansi.
“Wajar rasanya bila publik kemudian mempertanyakan kembali relevansi UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik maupun kerja KIP terhadap pertumbuhan demokrasi di Indonesia saat ini,” lanjutnya.
Keterlambatan pengumuman Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) menjadi contoh sederhana kelambanan kerja KIP. Hingga saat ini, KIP belum mengumumkan IKIP tahun 2022. Laman KIP pun terakhir kali melaporkan IKIP tahun 2021.
Laporan IKIP tahun 2021 pun tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang menjabarkan hasil penilaian pada seluruh badan public. Dalam IKIP 2021 yang ditampilkan di dalam laman hanyalah kata sambutan dan risalah hasil pemeriksaan.
Keterlambatan KIP dalam menjalankan tugasnya tentu mendegradasi semangat besar keterbukaan informasi publik yang seharusnya banyak melibatkan partisipasi publik itu sendiri dan mendorong peningkatan akuntabilitas badan publik.
Baik Agus dan Freddy sepakat saat ini terjadi kemunduran terhadap partisipasi kebijakan publik, terutama di kalangan anak muda, sehingga suara yang menentukan kebijakan publik justru dikuasai kalangan pemerintah, birokrat, dan politikus.
Keduanya mengingatkan pentingnya menjaga marwah KIP sebagai sebuah lembaga yang independent. KIP harus mampu menjaga integritas dan kredibilitas termasuk keteguhan sikap komisioner yang harusnya lebih sensitif dalam melakukan pertemuan dengan badan-badan publik, terutama bila bersinggungan dengan saat-saat penilaiannya terhadap keterbukaan informasi dari badan public tersebut.
“Tugasnya yang kerap beririsan dengan penilaian transparansi badan publik harusnya mereka cermati secara lebih hajti-hati dengan menghindari bentuk-bentuk pertemuan yang syarat dengan kepentingan badan publik yang dinilanya,” tutur Agus.
Freddy mengingatkan KIP harus memiliki kehati-hatian seperti yang dilakukan lembaga independen lainnya. Untuk itu sebaiknya dibutuhkan keberanian dan keterbukaan KIP untuk menghadirkan fungsi pengawasan yang dapat membantu menjaga integritas kelembagaan. (non)