SinarHarapan.id – Suasana di Palais des Nations, markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, terasa berbeda pada akhir Oktober lalu. Di ruang yang biasanya menjadi arena diskusi diplomatik itu, tawa, haru, dan tepuk tangan penonton mengalun bergantian. Semuanya hadir untuk satu tujuan: menikmati kisah-kisah kehidupan dari tanah air dalam Indonesian Film Day yang digelar Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa.
Empat film pendek pilihan yakni Culas, Ikan Terganteng Sedunia, Membicarakan Kejujuran Diana, dan Pau Lipu, tampil sebagai bintang utama malam itu. Karya para sineas muda Indonesia ini dipilih dari program Layar Indonesiana, inisiatif Kementerian Kebudayaan yang mendorong lahirnya talenta baru di dunia perfilman.
Masing-masing film membawa pesan universal. Culas mengajak penonton merenungkan dilema moral seorang remaja bernama Yana. Ikan Terganteng Sedunia menawarkan persahabatan penuh humor dan ketulusan. Membicarakan Kejujuran Diana menyinggung fenomena ketenaran instan di media sosial. Sedangkan Pau Lipu menuturkan keberanian seorang anak muda menentang arus tradisi.

“Cerita-cerita ini mungkin lahir dari Indonesia, tapi maknanya lintas batas,” ujar seorang penonton usai pemutaran. “Semua bicara tentang menjadi muda dan berani jujur pada diri sendiri.”
Diplomasi lewat Layar Perak
Dalam sambutannya, Kuasa Usaha Ad Interim PTRI Jenewa Duta Besar Achsanul Habib menegaskan bahwa menghadirkan film Indonesia di forum PBB bukan sekadar promosi budaya, melainkan bentuk diplomasi kreatif. “Film adalah bahasa universal yang menyatukan manusia,” ujarnya. “Melalui film, Indonesia memperkenalkan cara pandang dan nilai-nilai yang menghargai keberagaman.”
Pemutaran ini bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, menegaskan semangat generasi muda dan nilai Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi fondasi bangsa.
Bagian dari MIKTA Film Festival 2025
Indonesian Film Day menjadi bagian dari MIKTA Film Festival 2025, ajang tahunan yang digelar bersama Perutusan Tetap Meksiko, Indonesia, Republik Korea, Türkiye, dan Australia. Tahun ini, di bawah keketuaan Republik Korea, tema yang diusung adalah youth, menggambarkan semangat dan tantangan generasi muda global.
Festival ini telah menjadi wadah kolaborasi unik sejak pertama kali diinisiasi pada 2023 di bawah kepemimpinan Indonesia. Melalui festival ini, Indonesia memperkuat peran sebagai jembatan antarbudaya di dunia internasional.
Panggung Promosi Nusantara
Tak hanya layar perak yang berbicara malam itu. Di sudut ruangan, aroma pandan dan kelapa memenuhi udara. Para tamu disuguhi kudapan khas seperti kue cantik manis, lemper, dan es cendol, cita rasa nusantara yang menggoda lidah.
Selain itu, pameran produk ekspor unggulan Indonesia turut digelar, menampilkan ragam karya ekonomi kreatif dari busana hingga kerajinan. Semua berpadu menghadirkan promosi budaya dan ekonomi yang utuh, dari film hingga kuliner.
Kreativitas sebagai Wajah Diplomasi
Melalui berbagai inisiatif budaya, PTRI Jenewa terus menampilkan wajah Indonesia yang dinamis dan terbuka. Diplomasi tak lagi hanya berbicara lewat dokumen dan pidato, tetapi juga melalui seni yang menyentuh hati.
“Film adalah jendela empati,” tutur seorang diplomat muda Indonesia yang hadir malam itu. “Dari layar, dunia bisa melihat bahwa Indonesia bukan hanya negara besar, tapi juga bangsa yang punya cerita.”
Dengan cahaya proyektor yang meredup di akhir pemutaran, pesan itu terasa nyata — bahwa diplomasi masa kini bisa lahir dari kreativitas dan keberanian generasi muda untuk bercerita.












