SinarHarapan.id – Kelompok remaja yang tergabung dalam Health Heroes Facilitator (HHF) melatih teman sebayanya yang telah terpilih sebagai agent of change dalam aksi perbaikan peraturan label pangan yang mendorong adanya kebijakan dari pemangku kepentingan untuk penyediaan makanan dengan kategori lebih sehat dan lebih rendah kandungan Gula, Garam, & Lemak (GGL).
Lokakarya ini merupakan bagian dari rangkaian Kompetisi Ide Remaja “Youth Nutritiative” oleh Kementerian Kesehatan RI bekerja sama dengan Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) Indonesia dimana remaja mengambil peran aktif untuk perbaikan gizi remaja. Health Heroes Facilitator merupakan komunitas remaja yang dibentuk oleh GAIN Indonesia dan RISE Foundation untuk peningkatan kapasitas literasi gizi sehingga mampu untuk melakukan edukasi dan advokasi label pangan dan gizi.
Remaja Indonesia mengalami beban gizi ganda yang terdiri atas kelebihan dan kekurangan gizi, termasuk defisiensi mikronutrien. Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa ada 6,8% remaja usia 13-18 tahun yang kurus, 32% remaja usia 15-24 tahun yang anemia dan prevalensi berat badan lebih dan obesitas sebesar 16,0% pada remaja usia 13-15 tahun dan 13,5% pada remaja usia 16-18 tahun.
Data dari Survey Konsumsi Makanan Individu (SKMI) 2014 menunjukkan bahwa prevalensi orang Indonesia dalam konsumsi gula garam lemak berdasarkan batas anjuran sesuai permenkes No.30/2013 adalah 5 dari 100 orang menkonsumsi gula >50 g/hari, 53 dari 100 orang mengkonsumsi garam >2.000 mg/hari dan 27 dari 100 orang mengkonsumsi lemak >67 g/hari.
Seratus lima puluh (150) peserta dari berbagai wilayah di Indonesia telah terpilih dan berproses dalam proses ideasi. Ika Purnamasari sebagai perwakilan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengatakan “Upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat khususnya remaja yang sering mengkonsumsi makanan olahan dalam kemasan dapat dilakukan melalui membaca dan memahami label pangan yang tercantum dalam kemasan pangan.
Label pangan sebagai media informasi yang memuat keterangan mengenai isi kandungan pangan yang bersangkutan seharusnya dapat memberikan informasi yang jelas dan benar kepada konsumen terkait asal, keamanan, mutu, kandungan gizi dan keterangan lain yang di perlukan.
Membaca label pangan olahan akan mempengaruhi keputusan remaja sebelum membeli dan/atau mengkonsumi pangan olahan tersebut”. Tria Giri Ramdani, dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat juga menambahkan “Model-model seperti ini, dimana remaja memimpin dan membimbing teman-temannya perlu sekali diperluas dan diadaptasi untuk program lain yang menyasar remaja”
Salah satu peserta yaitu Alvonsius Imanuel yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia mengatakan kegiatan ini sangat berguna untuk remaja sehingga bisa lebih menyadari komposisi kandungan gula, garam dan lemak dalam makanan dan minuman kemasan yang dijual secara massive. “Saya sangat bangga bisa menjadi salah satu peserta lomba Youth Nutritiative ini karena saya punya misi pribadi agar remaja Indonesia memiliki kemauan untuk hidup lebih sehat dan itu sebabnya saya mengusulkan ide pembuatan KULKASMK untuk sehingga pengembangan produk minuman di SMK tataboga bisa rendah GGL dan dikasih label GGLnya.
Juga semua minuman kemasan yang dijual di kantin-kantin yang kerjasama dengan SMK contoh bisa dicantumkan nilai gizinya (lebih tampak-red)”. mengatakan hasil dari rangkaian kegiatan ini akan dilanjutkan dengan mentoring atau bimbingan akan aksi-aksi mereka di lingkunganya. Peserta lomba lainnya Zahra Amelia dari IPB sangat mengapresiasi adanya rangkaian kegiatan ini yang menurut dia perlu untuk dilakukan di lebih banyak provinsi di Indonesia, sehingga tidak hanya remaja di kota-kota besar saja yang memiliki kesadaran dan kemampuan untuk membaca label gizi pada makanan dan minuman kemasan tapi juga bisa menjangkau remaja di pelosok pedesaan.
“Saya berharap agar kegiatan Youth Nutritiative ini bisa dilakukan juga di seluruh provinsi di Indonesia agar kedepannya kasus Diabetes bisa berkurang “.