Internasional

Gaza dan “Momen Malu Kolektif” Dunia

×

Gaza dan “Momen Malu Kolektif” Dunia

Sebarkan artikel ini

PBB Desak Dunia Bertindak Hadapi Kelaparan Kronis di Gaza

SinarHarapan.id – Dari ruang konferensi di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jenewa, suara Tom Fletcher terdengar bergetar. Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan sekaligus Koordinator Bantuan Darurat itu mengangkat laporan terbaru Integrated Food Security Phase Classification (IPC) tentang Gaza.

“Bacalah laporan itu dari awal sampai akhir. Bacalah dengan duka dan kemarahan. Jangan hanya melihat angka, tapi nama dan kehidupan. Tidak ada keraguan, ini adalah kelaparan kronis di Gaza,” ujarnya, Jumat (22/8).

Fletcher, menyerukan dunia bertindak cepat menghadapi krisis kelaparan kronis di Gaza. Ia menyebut kondisi ini sebagai “momen rasa malu kolektif” yang akan terus menghantui komunitas internasional bila tidak segera diatasi.

Baca Juga: Gaza di Ambang Kelaparan, Dunia Didesak Bertindak

Kelaparan yang Dapat Dicegah

Menurut Fletcher, penderitaan ini bukan akibat minimnya pasokan pangan, melainkan karena makanan dan bantuan yang menumpuk di perbatasan tidak bisa masuk. “Ini kelaparan yang bisa dicegah, jika kami diberi izin. Namun, makanan menumpuk di perbatasan akibat hambatan sistematis oleh Israel,” katanya.

Kelaparan itu, lanjutnya, terjadi hanya beberapa ratus meter dari sumber pangan, di lahan yang subur. Dampak terburuknya menimpa kelompok paling rentan. “Setiap orang punya nama, setiap korban punya cerita. Kelaparan ini memaksa orang tua memilih anak mana yang diberi makan, memaksa orang mempertaruhkan nyawa demi mencari makanan,” ujarnya.

Fletcher juga menyoroti terbatasnya akses media internasional ke Gaza. “Kami sudah berulang kali memperingatkan soal ini. Namun media internasional tidak diizinkan meliput. Tidak diizinkan menyaksikan. Ini kelaparan abad ke-21 yang diawasi drone dan teknologi militer paling canggih dalam sejarah,” katanya.

Ia menyebut sebagian pemimpin Israel secara terbuka menggunakan kelaparan sebagai alat perang. “Ini kelaparan kronis yang secara terang-terangan dipromosikan sebagai senjata,” ujarnya.

Seruan Gencatan Senjata

Dalam pernyataannya, Fletcher secara tegas meminta Pemerintah Israel segera membuka akses kemanusiaan tanpa syarat. “Cukup. Gencatan senjata. Buka perbatasan utara dan selatan, semuanya. Biarkan kami membawa makanan dan bantuan lain, tanpa hambatan, dalam skala masif yang diperlukan,” katanya.

Ia mengingatkan, meski sudah terlambat menyelamatkan banyak nyawa, masih ada kesempatan mencegah korban lebih besar. “Demi kemanusiaan, biarkan kami masuk,” ujarnya.

“Momen Malu Kolektif” Dunia

Menjawab pertanyaan wartawan, Fletcher menegaskan bahwa krisis di Gaza merupakan ujian bagi nurani dunia. “Ya, ini momen rasa malu kolektif. Kita semua harus bercermin dan bertanya, apakah kita bisa menanganinya dengan cara berbeda? Warga Gaza tidak perlu membaca laporan ini. Mereka sudah tahu dan sudah merasakannya berminggu-minggu, berbulan-bulan,” katanya.

Ia menambahkan, semakin banyak warga Israel, termasuk penyintas serangan 7 Oktober, mendukung penyaluran bantuan. “Banyak dari mereka ingin makanan ini masuk. Kepada mereka saya katakan: bacalah laporan ini. Jangan hanya dengarkan saya, bacalah dan bergeraklah untuk bertindak,” ujarnya.

Peran Amerika Serikat

Fletcher mengungkapkan, PBB terus menjalin komunikasi dengan Amerika Serikat, sekutu utama Israel. Ia menilai peran Washington sangat menentukan. “Perlu dicatat, Presiden Donald Trump dengan jelas telah memberi instruksi agar kelaparan ini diakhiri. Kami berharap rekan-rekan Amerika menggunakan pengaruhnya,” katanya.

Menurut Fletcher, PBB memiliki kapasitas untuk menyalurkan bantuan dalam jumlah besar. Saat gencatan senjata awal tahun ini, PBB berhasil mengirim 600–700 truk per hari. “Kami bisa melakukannya lagi. Kami siap, jika diberi akses,” ujarnya.

Hambatan bagi LSM

Selain PBB, lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional juga menghadapi pembatasan ketat. “Lebih dari 100 LSM telah menandatangani surat pekan lalu yang merinci hambatan spesifik yang mereka hadapi. Ketika kami menyerukan akses tanpa hambatan, itu bukan hanya untuk kami, tetapi juga bagi seluruh gerakan kemanusiaan,” kata Fletcher.

Ia menekankan pentingnya akses komersial dan jalur kemanusiaan dalam skala besar. “Kami perlu mitra kami kembali ke lapangan, menyalurkan bantuan sesuai prinsip kemanusiaan,” ujarnya.

Gaza dalam Krisis Berkepanjangan

Sejak serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan lebih dari 1.200 orang, Israel melancarkan operasi militer besar-besaran di Gaza. Dua tahun lebih setelah peristiwa itu, blokade menyeluruh terhadap wilayah sempit berpenduduk lebih dari dua juta jiwa itu semakin memperburuk situasi kemanusiaan.

Berdasarkan data PBB, lebih dari 35.000 warga Gaza tewas sejak operasi militer dimulai, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Infrastruktur sipil, termasuk rumah sakit, sekolah, dan fasilitas air bersih, rusak parah. Laporan IPC terbaru menyebut lebih dari separuh penduduk Gaza menghadapi kelaparan akut, dengan jutaan orang bergantung sepenuhnya pada bantuan kemanusiaan.

Namun, masuknya bantuan kerap terhambat. Perlintasan Rafah di selatan maupun perbatasan utara dibatasi ketat. Hanya sebagian kecil truk bantuan yang diizinkan masuk, jauh dari kebutuhan harian.

Pertanyaan yang Menghantui

Fletcher menutup pernyataannya dengan refleksi keras. “Kelaparan di Gaza adalah kelaparan dunia. Kelaparan yang bertanya kepada kita semua: apa yang sudah kau lakukan? Ini adalah kelaparan yang harus mendorong dunia bertindak lebih cepat, yang harus membuat dunia malu, dan untuk berbuat lebih baik lagi,” katanya.

Foto

SinarHarapan.id – Sejak kebakaran Masjid Al-Aqsa pada 21 Agustus 1969, api penderitaan belum pernah padam. Kini, Gaza menghadapi kelaparan…

Internasional

SinarHarapan.id – Pemerintah Indonesia kembali menegaskan komitmennya terhadap perlindungan hak anak dalam Dialog Konstruktif bersama Komite Hak Anak Perserikatan…