Sinarharapan.id– Tim kuasa hukum Julianto Eka Putra, Hotma Sitompul menilai ada pihak-pihak yang mendanai dan merekayasa kasus JEP dan meminta semua pihak untuk mengawasi proses hukum tanpa mencoba mempengaruhi proses persidangan yang sedang berjalan terhadap JE agar berjalan sesuai hukum yang berlaku.
Sementara itu, sidang pembacaan tuntutan kasus kekerasan seksual terhadap JE di PN kelas 1, Malang, Rabu (20 /7) yang merupakan terdakwa kasus pencabulan terhadap siswi-siswinya di SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Batu, Jawa Timur, ditunda hingga pekan depan karena ada keperluan jaksa untuk memasukkan alasan yuridis yang lebih menyakinkan hakim.
Menurut Hotma, pelapor (SDS) dan teman-temannya sudah tinggal di Bali sejak laporan pengaduan dilakukan. Hal ini sudah direncanakan sejak 2020. “ Pelapor dan teman-temannya sejak awal [ada pihak-pihak] yang mendanai untuk merekayasa perkara ini.”
Sebagai Negara yang beradab, tambahnya, semua pihak harus mengunjungi tinggi azas Praduga Tak Bersalah. “Kami memperingatkan dengan keras yang sudah menghakimi klien kami sebelum Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” tegas Hotma dalam keterangan tertulisnya. Dia pihaknya akan menempuh upaya hukum terhadap pihak-pihak yang terus menerus menyebarkan kebohongan/fitnah.
Hotma menuding sejumlah pihak mengadili kliennya secara tidak fair sehingga terkesan menghakimi JE di luar pengadilan. “ Ini seperti Hakim Jalanan.Mari hormati proses peradilan.,“ tegasnya.
“Kami sama sekali tidak berkeberatan apabila ada pihak-pihak yang ingin mengawasi, mengawal dan mengikuti proses persidangan disini, tanpa mencoba mempengaruhi jalannya proses persidangan seperti yang telah terjadi sekarang ini. Kami Percaya bahwa Pengadilan tidak akan terpengaruh oleh opini-opini yang berisi fitnah.”
Pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Sharon ini mengajak masyarakat untuk mengawal jalannya persidang yang digelar terbuka untuk umum di Pengadilan Negeri Malang. Dia mengutarakan, semua fakta soal kasus dugaan pencabulan yang dilakukan kliennya ada dalam persidangan.
Dia mengklaim, beberapa saksi yang dihadirkan pun banyak yang menepis perbuatan terdakwa seperti yang dilaporkan. Dia menyebut, kasus yang menimpa pemilik SPI tersebut penuh rekayasa, bahkan telah menjadi peradilan jalanan yang telah menghakimi kliennya sebelum peradilan berjalan.
Hotma menilai ada motif sakit hati dari pelapor (SDS), mantan anak buah terdakwa berinisial JE karena tidak diangkat sebagai direktur. “Bahwa pelapor memiliki motif ingin menghancurkan terdakwa dan sekolah Selamat Pagi Indonenesia karena pelapor sakit hati tidak terpilih menjadi direktur utama PT. Berkat Terus Berlipat,” tegas Hotma.
Kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di SMA Selamat Pagi Indonesia dilaporkan 14 korbannya ke Polda Jawa Timur pada 29 Mei 2021. Sejumlah korban yang membuat laporan polisi mendapat pendampingan dari Komnas Perlindungan Anak. Menurut Hotma, saksi-saksi lain yang diperiksa tidak ada yang mengetahui, mendengar, mengalami, dan melihat secara langsung peristiwa yang dilaporkan Pelapor (SDS). Dan tidak ada saksi yang mendukung keterangan Pelapor karena semua saksi yang lain hanya menerangkan atau menceritakan yang dialami oleh masing-masing saksi-saksi tersebut (tidak ada hubungannya dengan Laporan dari Pelapor) serta keterangan saksi-saksi tersebut juga patut untuk diragukan karena tidak memiliki bukti. Sehingga keterangan saksi tersebut hanya berdiri sendiri (tunggal), bukan keterangan saksi yang berantai.
Semula, Hotma mengutarakan, JE akan menjalani sidang pembacaan sidang tuntutan oleh tim jaksa penuntut umum (JPU). “Sidang telah memasuki babak akhir, yakni pada Rabu, 20 Juli 2022 memasuki pembacaan tuntutan jaksa,” pungkas Hotma.Namun siding penuntutan kemudian ditunda pekan depan.