SinarHarapan.id – Iran telah merencanakan untuk menjaga produksi dan ekspor minyaknya meski menghadapi kemungkinan pembatasan ekspor.
Menteri Perminyakan Iran, Mohsen Paknejad, menyatakan kesiapan ini pada hari Rabu (13/11) melalui Shana, situs berita Kementerian Perminyakan.
Pada tahun 2018, Donald Trump menarik AS dari perjanjian nuklir 2015 dengan Iran, sekaligus menerapkan sanksi.
Sanksi tersebut berdampak besar pada sektor perminyakan Iran, menyebabkan penurunan produksi menjadi 2,1 juta barel per hari.
Baca Juga: Rusia Bakal Pakai Tentara Korea Utara Buat Serbu Ukraina
Paknejad menegaskan, “Langkah-langkah yang diperlukan telah diambil. Saya tidak akan merinci, namun rekan-rekan kami di sektor perminyakan telah mempersiapkan diri menghadapi pembatasan yang mungkin terjadi, sehingga tidak ada alasan untuk khawatir.”
Beberapa tahun terakhir, produksi minyak Iran telah kembali meningkat hingga mencapai sekitar 3,2 juta barel per hari, menurut OPEC.
Sebagai anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC), Iran terus menunjukkan ketahanan di sektor energi.
Meskipun sanksi AS masih diberlakukan, ekspor minyak Iran terus naik mendekati puncak tertinggi dalam beberapa tahun terakhir yaitu 1,7 juta barel per hari.
Hal ini menandakan adanya permintaan tinggi atas minyak Iran di pasar internasional.
Sebagian besar minyak Iran dijual ke China, yang tetap menjadi pembeli utama meski sanksi AS berlaku.
Pemerintah Beijing dengan tegas menyatakan tidak mengakui sanksi sepihak dari AS, sehingga ekspor minyak Iran ke China tetap berjalan tanpa hambatan besar.
Dengan persiapan matang dan pasar utama yang kuat, Iran terlihat optimis menjaga stabilitas ekspor minyaknya di tengah ketidakpastian global ini. (VOA Indonesia)